JAKARTA, BL–Praktek perkebunan kelapa sawit ramah lingkungan yang dilakukan petani Desa Dosan Kecamatan Pusako, Kabupeten Siak, Riau menarik untuk dicontoh.
Sawit yang mereka produksi tidak lagi menggunakan herbisida. Mereka juga memanfaatkan lahan yang sudah tidak produktif. Namun kelompok petani yang berjumlah 201 orang itu bisa tetap memperoleh kelapa sawit sekitar 800 ton hingga 1000 ton per bulan.
Kelompok petani mandiri di tujuh koperasi yang ada di Kecamatan Pusako, Siak ini adalah contoh kemandirian petani yang harus mendapat dukungan dari berbagai pihak dan membuktikan bahwa peningkatan ekonomi masyarakat harus sejalan dengan perlindungan hutan.
“Kami berharap ada pengakuan dari semua pihak terhadap kebun masyarakat dan memperoleh dukungan pasar internasional dan terpenting adalah meningkatkan posisi tawar petani mandiri di dalam bisnis industri sawit,” kata Riko Kurniawan, Direktur Perkumpulan Elang.
Menurut Jurukampanye Greenpeace Indonesia, Wirendro Sumargo, Greenpeace mendorong Pemerintah untuk mengadopsi praktik-praktik bertanggungjawab dari petani sawit mandiri di Desa Dosan di Riau sebagai model pembangunan ekonomi di sektor perkebunan.
“Model tersebut bukan hanya meningkatkan taraf hidup masyarakatnya namun juga melindungi hutan tanpa “merusak” komitmen pemerintah Indonesia menekan emisi gas rumah kaca,”ujarnya.
Praktek perkebunan kelapa sawit lestari tersebut mulai dipromosikan oleh Greenpeace bekerjasama Perkumpulan Elang, lewat sebuah pameran multimedia berjudul ”Minyak yang Bersahabat” hari ini digelar di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pameran tersebut menampilkan dokumentasi foto dan video mengenai petani sawit skala kecil di Desa Dosan, Kabupaten Siak, Riau yang mengelola kebunnya dengan menerapkan prinsip-prinsip yang bertanggung jawab terhadap lingkungan melalui perlindungan hutan dan lahan gambut. Hal ini tentunya kontras dengan perusahaan sawit besar yang justru terus melakukan ekspansi dengan menghancurkan hutan alam. (Marwan Azis)