JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Keseriusan Indonesia untuk urusan penanganan isu perubahan iklim, tergambar pada inisiasi “Indonesia FoLU Net-Sink 2030”. Komitmen ini merupakan pencanangan pencapaian penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau FoLU (Forestry and other Land Use).
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam webinar Green Economy Indonesia Summit 2022: The Future Economy of Indonesia, Rabu (11/05) di Jakarta. Menurut Dohong, perlu suatu kondisi dimana tingkat serapan sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi sektor FoLU terkait pada tahun 2030.
Langkah maju dari sektor FoLU salah satunya adalah dengan keluarnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 tentang FoLU Net Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim pada tanggal 24 Februari 2022.
“Melalui Kepmen LHK Nomor 168 Tahun 2022, pemerintah menunjukkan keseriusan untuk mengusung konsep ‘Indonesia FoLU Net Sink 2030’ sebagai sebuah pendekatan dan strategi dimana pada tahun 2030, tingkat serapan emisi sektor FoLU ditargetkan sudah berimbang atau lebih tinggi dari pada tingkat emisinya (Net Sink),” terangnya.
Selanjutnya, setelah 2030 Sektor FoLU ditargetkan sudah dapat menyerap GRK bersamaan dengan kegiatan penurunan emisi GRK dari aktivitas transisi energi atau dekarbonisasi serta kegiatan eksplorasi sektor lainnya. Juga tidak terkecuali sektor pertanian.
“Dengan komitmen sektor FoLU yang ditargetkan dapat menurunkan hampir 60% dari total target penurunan emisi nasional, diharapkan ini dapat menjadi pondasi atau landasan untuk mencapai netral karbon/net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Dohong.
Di samping FoLU, pemerintah juga telah menyusun Strategi Implementasi NDC pada tahun 2017, ditindak-lanjuti dengan penyusunan Road Map NDC Mitigasi pada tahun 2019.
Pada tahun 2021, Pemerintah Indonesia juga menyampaikan update NDC dan menyusun strategi jangka panjang pembangunan rendah karbon berketahanan iklim (Long Term Strategy Low Carbon and Climate Resilience 2050 atau LTS-LCCR 2050) dan telah disampaikan ke Sekretariat UNFCCC pada Juli 2021 sebelum pelaksanaan COP 26 UNFCCC di Glasgow pada November 2021.
Penyampaian itu sesuai dengan Keputusan 1/CP.21 Pasal 4 Ayat 19 UNFCCC, yang memandatkan negara yang meratifikasi Paris Agreement untuk menyusun rencana jangka panjang rendah emisi karbon berketahanan iklim (LTS-LCCR).
“Bapak Presiden Jokowi juga telah menyampaikan target Indonesia untuk mencapai Net-Zero Emission pada tahun 2060 atau sedapat-dapatnya lebih awal,” jelasnya.
Menurut Dohong, arahan presiden kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sangat jelas, yakni menjanjikan yang bisa dikerjakan dan tidak boleh hanya retorika. “Kita karena harus bertanggung jawab pada masyarakat sendiri sebagaimana dijamin dalam UUD 1945,” tegasnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato yang hadir sebagai pembicara kunci pada webinar tersebut, menyampaikan bahwa pengendalian perubahan iklim juga menjadi bagian dari agenda G20, dimana salah satunya adalah transisi energi.
“Di dalam transisi energi terkait juga dengan pembangunan rendah karbon,” ungkap Airlangga. Pemerintah Indonesia sendiri tengah mempersiapkan segala upaya dalam pencapaian target penurunan emisi, termasuk dengan dukungan finansial yang bisa mempercepat energi rendah karbon.
Selain transisi energi, dikatakan Airlangga, untuk pembangunan berbasis hijau, pemerintah juga mendorong carbon capture dan carbon storage. Pembangunan itu termasuk di dalamnya industri berbasis gasifikasi seperti yang ada di Sumsel dan Kaltim, dan akan dibangun prototype carbon capture dan storage di Pulau Jawa.
“Diharapkan kita bisa menghitung nilai serapan karbon yang dihasilkan sehingga target penurunan emisi 29% tahun 2030 dapat segera tercapai,” pungkasnya. (Jekson Simanjuntak)