
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Dalam peringatan Hari Bumi Sedunia yang diperingati setiap tahunnya pada tanggal 22 April, perhatian dunia tertuju pada ancaman nyata terhadap keberlanjutan ekosistem global, khususnya deforestasi hutan tropis yang terus memburuk.
Indonesia, sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, telah kehilangan lebih dari 10,5 juta hektar hutan primer dalam dua dekade terakhir (Global Forest Watch, 2024). Kondisi ini tidak hanya merusak keanekaragaman hayati, tetapi juga memicu krisis iklim yang kian sulit dikendalikan, bahkan melahirkan fenomena baru: pengungsi iklim atau climate refugee.
Di tengah kegentingan tersebut, pendekatan keuangan syariah berkelanjutan muncul sebagai alternatif strategis dan transformatif. Melalui instrumen wakaf, zakat, dan sedekah yang dikelola dengan prinsip keberlanjutan, keuangan syariah menawarkan solusi jangka panjang untuk restorasi hutan dan pelestarian lingkungan.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (PLH & SDA MUI), Hayu Prabowo, menegaskan pentingnya sinergi antara ajaran Islam dan aksi nyata lingkungan. “Pelestarian alam bukan hanya tanggung jawab ekologis, tetapi juga manifestasi dari ibadah yang memiliki dimensi spiritual dan sosial,” ujar Hayu kepada Beritalingkungan.com (22/4/2025).
Sejak tahun 2001, Indonesia telah kehilangan 30,8 juta hektar tutupan pohon — setara 19% dari total hutan yang ada.
Perubahan fungsi lahan menjadi perkebunan, tambang, dan infrastruktur menjadi penyebab utama. Dampaknya multidimensional: pelepasan karbon yang mempercepat perubahan iklim, peningkatan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor, hingga hilangnya mata pencaharian masyarakat adat dan pedesaan.
Tak hanya itu, kerusakan lingkungan kini telah memicu migrasi paksa akibat bencana, dikenal sebagai climate refugee.
Studi menunjukkan bagaimana banjir bandang di Pulau Jawa dan Sumatera, abrasi di pantai utara Jawa, serta kebakaran hutan di Kalimantan dan Papua telah memaksa ribuan keluarga meninggalkan rumah dan tanah mereka.
Inovasi Hijau dalam Bingkai Syariah
Menanggapi situasi ini, berbagai inisiatif berbasis syariah mulai dikembangkan secara sistemik. Salah satunya adalah Green Waqf Framework, hasil kerja sama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sejak 2022.
Kerangka ini mendorong pemanfaatan lahan wakaf – yang tercatat mencapai 57,3 ribu hektar di 440,5 ribu lokasi – untuk konservasi hutan dan ekosistem.
Program seperti “Hutan Wakaf”, “Sedekah Pohon” melalui gerakan Pohon Asuh, serta “Adopsi Hutan” menjadi contoh konkret bagaimana filantropi Islam bisa digunakan untuk membiayai pemulihan ekosistem secara berkelanjutan.
Lebih dari itu, pendekatan Green Zakat yang dipelopori Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah berhasil memobilisasi dana umat untuk rehabilitasi lahan kritis, penanaman mangrove, dan edukasi masyarakat.
Langkah ini tidak hanya memperbaiki lingkungan, tetapi juga meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar hutan dengan pendekatan berbasis pemberdayaan ekonomi.
Sementara itu, Blue Waqf Framework turut berperan dalam pelestarian wilayah pesisir, terutama melalui restorasi mangrove dan terumbu karang yang menjadi benteng alami terhadap perubahan iklim dan abrasi pantai.
Menuju Ekosistem Pembiayaan Hijau yang Terintegrasi
Dengan mengintegrasikan Green Waqf, Green Zakat, dan Blue Waqf, Indonesia sedang membangun ekosistem pembiayaan konservasi yang inklusif dan berbasis nilai. Optimalisasi Sistem Informasi Wakaf Nasional (SIWAK) memungkinkan pemetaan lahan wakaf untuk penghijauan secara digital dan strategis.
Di sisi lain, kolaborasi dengan lembaga filantropi Islam memperkuat jaringan dan skala program konservasi. Model pembiayaan hybrid yang menggabungkan dana sosial keagamaan dan investasi komersial syariah sedang dikembangkan sebagai solusi restorasi hutan tropis berskala besar.
Refleksi Hari Bumi 2025 mengingatkan kembali bahwa menjaga bumi bukan sekadar pilihan etis, tetapi amanah spiritual yang tak terpisahkan dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Melalui penguatan instrumen keuangan syariah berkelanjutan, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pelopor konservasi hutan tropis yang berbasis nilai dan berdampak global.“Wakafkan hutan, zakatkan untuk lingkungan, sedekahkan pohon – karena menjaga bumi adalah ibadah nyata bagi generasi mendatang.”tandasnya (Marwan Aziz).