JAKARTA, BL-Ratusan aktivis Greenpeace hari ini melakukan aksi yang berpusat di Kementerian Riset dan Teknologi. Mereka mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak melanjutkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Para aktivis menyarankan pemerintah sebaiknya berfokus pada upaya peningkatan pemanfaatan energi terbarukan secara besar-besaran. Dalam aksinya,aktivis Greenpeace mengenakan pakaian anti radiasi lengkap dengan masker pelindung pernafasan memulai aksi dari 10 titik berbeda di Jakarta. Mereka berangkat dari titik-titik itu untuk berkumpul di Kementerian Riset dan Teknologi.
“Bertepatan dengan satu tahun peringatan tragedi di Fukushima, aksi ini bertujuan mengingatkan pemerintah untuk tidak menjerumuskan rakyat Indonesia pada resiko bahaya yang tidak terpisahkan dengan PLTN. Padahal, negeri ini dikaruniai potensi energi terbarukan yang berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal,” jelas Arif Fiyanto, Team Leader Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia melalui siaran persnya.
Bulan Maret setahun yang lalu, dunia dikejutkan dengan gempa bumi dasyat yang terjadi di Jepang, gempa bumi dengan skala terbesar dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, kekuatannya 9,0 Skala richter, jauh lebih besar dari yang pernah terjadi di Aceh, tahun 2004 lalu.
Gempa bumi dahsyat ini memicu tsunami yang juga tak kalah dahsyat dampaknya, ribuan orang tewas, ribuan lainnya dikabarkan hilang, ratusan ribu orang harus tinggal di pengungsian. Bagi mantan Perdana Menteri Jepang, Naoto Kan, bencana tersebut sebagaigempa bumi dan tsunami itu sebagai salah satu petaka terburuk yang dialami rakyat Jepang sepanjang sejarah Jepang.
Sesaat setelah gelombang dahsyat Tsunami menghancurkan apa saja yang dilewatinya, situasi itu kian diperburuk oleh petaka nuklir Fukushima yang dampaknya mengubah hidup ratusan ribu orang. Rakyat Jepang kini hidup dalam ancaman petaka radiasi nuklir yang selalu menghantui kehidupan mereka, dari waktu ke waktu. Puluhan ribu orang terusir dari tanah kelahiran mereka, akibat pencemaran radiasi yang akan bertahan hingga ribuan tahun. Ratusan ribu yang lain harus hidup dalam barak-barak pengungsian.
Ketika daerah-daerah lain yang terpapar dampak tsunami dan gempa bumi, Maret tahun lalu mulai berbenah, membangun hidup baru mereka, masyarakat Fukushima yang dihantam bencana nuklir, masih hidup dalam ketidakpastian, dalam kehancuran mungkin untuk selamanya. Setiap saat, kombinasi yang tak terduga dari kegagalan teknologi, kesalahan manusia atau bencana alam di reaktor manapun di dunia, bisa menyebabkan petaka. Bencana Nuklir Fukushima, sekali lagi membuktikan bahwa risiko-risiko yang mematikan melekat tak terpisahkan pada PLTN.
Indonesia, sebagai negeri yang terletak di cincin api, negeri yang potensi kebencanaannya tak kalah besar dari Jepang, ternyata tidak belajar dari bencana dasyat ini.
“Para promotor PLTN di negeri ini, justru semakin gencar melakukan promosi dan propaganda untuk membangun PLTN di negeri ini. Fantasi berbahaya ini harus dihentikan” imbuh Arif.
Di tingkat regional ASEAN, Greenpeace Asia Tenggara juga meluncurkan seruan aksi serupa yang menghimbau ASEAN untuk meninggalkan jalur nuklir dan mengeluarkan provisi pengembangan nuklir dari rencana kooperasi energi ASEAN 2010 – 2015.
“Kami mengundang semua penduduk negara-negara ASEAN untuk bergabung dengan Greenpeace, menyampaikan desakan kuat kepada para pemimpin ASEAN untuk belajar dari Fukushima. Demi masa depan energi yang aman dan bersih, mereka harus membuang rencana pengembangan energi nuklir,” tandas Tara Buakamsri, Direktur Kampanye Greenpeace Asia Tenggara. (Marwan).