Rawa gambut. Foto : Yus Rusila Noor. |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Greenpeace menyambut baik kebijakan baru pemerintah Indonesia yang segera melarang pembukaan dan eksploitasi gambut di seluruh Indonesia dan memerintahkan penutupan kanal-kanal untuk menaikkan permukaan air tanah hingga mendekati permukaan gambut untuk menghindari kebakaran lahan gambut.
Kebijakan ini juga melarang penanaman baru di lahan yang terbakar, namun mengharuskan upaya restorasi di wilayah tersebut dan melakukan investigasi dan tindak pidana pembakaran hutan.
Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia menilai, langkah yang diambil Presiden Jokowi adalah langkah tepat dalam mengantisipasi kebakaran pada tahun mendatang dengan melarang ekspansi perkebunan sawit di lahan gambut, dan meminta saluran kanal-kanal untuk disekat. “Namun hal ini juga perlu diperkuat dengan memastikan bahwa lahan yang terbakar harus direhabilitasi bukan ditanamani dengan kelapa sawit. Hal itu juga hanya akan berhasil apabila seluruh tingkat pemerintahan di Indonesia menjalankan kebijakan baru ini.”ujar Yuyun melalui siaran persnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Greenpeace mendesak perusahaan HTI dan kelapa sawit untuk menjalankan instruksi baru pemerintah ini, dan memperingatkan bahwa tonggak inisiatif ini akan gagal tanpa dukungan dari industri dan seluruh jajaran pemerintahan pusat dan daerah.
Deforestasi dan pengeringan gambut selama puluhan tahun adalah merupakan akar masalah dari krisis kebakaran hutan dan gambut Indonesia yang telah menciptakan kondisi kesehatan yang memprihatinkan dan dampak lingkungan lintas kawasan.
Pada 24 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi untuk menangani kebakaran hutan dengan melarang pembangunan lebih lanjut di gambut.[1] Pada tanggal 3 dan 5 November, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan instruksi formal kepada seluruh perusahaan perkebunan yang memerintahkan mereka untuk menghentikan ekspansi lebih lanjut di gambut.
Menurut Yuyun, kebijakan tersebut harus dibuat lebih praktis dengan target waktu pelaksanaan yang jelas dan mengikat termasuk pemberian sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang mengabaikan kebijakan ini. Perusahaan-perusahaan HTI dan kelapa sawit harus merilis data dan peta yang menunjukan lahan konsesi (HGU) mereka. “Bagaimana kita dapat mempercayai mereka jika mereka abai terhadap presiden dengan melanjutkan penghancuran gambut?”paparnya.
Dikatakan, kebijakan yang melarang pemberian izin di atas lahan gambut ini sejalan dengan kebijakan Moratorium. Pemerintah Indonesia telah menerapkan moratorium izin baru konsesi di gambut, namun hal ini sering diabaikan oleh pemerintah lokal, khususnya di tingkat kabupaten di mana alokasi lahan biasanya terkait dengan korupsi. Peta penggunaan lahan yang bisa diakses publik menjadi penting untuk memberi jalan bagi masyarakat sipil dalam mengawasi bagaimana larangan kebijakan presiden atas pembukaan gambut ini bisa dilaksanakan.
Dalam dua bulan terakhir, emisi dari kebakaran lahan gambut Indonesia telah melampaui keseluruhan emisi merika Serikat.
Yuyun menambahkan keputusan Presiden Jokowi yang melarang pembangunan gambut adalah langkah pertama menuju masa depan yang lebih baik bagi masyarakat dan lingkungan Indonesia.
“Ini menjadi contoh yang penting dari seorang pemimpin negara untuk mengatasi akar masalah perubahan iklim di ajang pertemuan iklim Paris. Perusahaan harus bekerjasama dengan pemerintah untuk menjalankan kebijakan ini dan memastikan berhenti melakukan bisnis dengan perusahaan yang masih melakukan deforestasi dan penghancuran gambut.”jelasnya. (Wan).
–>