JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Greenpeace Indonesia mengingatkan pemerintah akan potensi bencana lingkungan, jika tetap memaksakan proyek cetak sawah baru (food estate) di Kalimantan Tengah.
Tim Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menyesalkan keputusan Presiden Jokowi yang memberi lampu hijau proyek yang berpotensi merusak 164.598 hektar lahan gambut.
“Padahal, kunjungan presiden ke Palangkaraya hanya berselang satu minggu setelah pemerintah Kalimantan Tengah mengumumkan status tanggap darurat bencana kebakaran hutan dan lahan”, ujar Arie.
Menurut Arie, sejak 2015, lebih dari seperempat juta hektar hutan lahan gambut telah terbakar di Kalimantan Tengah. Sementara itu, para ilmuwan terus mendesak pemerintah untuk melindungi semua lahan gambut yang tersisa demi menghentikan laju perubahan iklim.
“Justru sebaliknya pemerintah membuat program pengubahan lahan yang akan mengganggu ekosistem lanskap gambut dan berpotensi menjadi malapetaka kebakaran lahan semakin parah,” papar Arie.
Presiden Jokowi bahkan menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertanggungjawab mengelola sektor pangan, salah satunya proyek food estate. Keduanya telah meninjau food estate di Kabupaten Kapuas, dimana Suharto meluncurkan Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar pada tahun 1995, yang tujuannya memperkuat ketahanan pangan.
Sayangnya, proyek tersebut gagal menghasilkan beras dan meninggalkan bekas kehancuran lahan gambut yang kaya akan karbon, dan kini menjadi area yang rawan terbakar.
“Sepanjang saya tinggal disini dan setiap tahun masih menyaksikan warisan beracun dari kegagalan Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar. Kami dijanjikan pasokan pangan melimpah namun itu tidak pernah ada,” ungkap Arie.
Menurut Arie, proyek tersebut hanya menambah kesulitan ekonomi masyarakat hingga menimbulkan penyakit dari kabut asap akibat kebakaran tahunan. Bahkan, ketahanan pangan, menurut Arie, tidak dapat digunakan sebagai alasan bagi pemerintah yang terbukti belum memberi jaminan masa depan yang sehat, adil dan bebas api.
“Pemerintah harus menghormati ikatan mendalam yang dimiliki masyarakat Kalimantan Tengah dengan tanah yang mereka tempati,” pinta Arie.
Selanjutnya, Greenpeace Indonesia meminta proses konsultasi publik harus diadakan, termasuk dengan orang-orang yang terkena dampak akibat rencana pembangunan di masa depan.
“Jangan menjadikan ketahanan pangan sebagai alasan untuk mendorong Indonesia ke proyek yang memicu perubahan iklim yang akan mengorbankan kesehatan dan masa depan masyarakat,” ungkap Arie.
Atas kebijakan itu, Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah memberikan peluang pengembangan alternatif bagi masyarakat untuk mempromosikan tanaman lokal, seperti sagu dan jagung, sehingga tidak bergantung pada eksploitasi lahan gambut.
“Selain itu, kami juga meminta pemerintah memprioritaskan perlindungan lahan gambut tersisa agar tetap utuh, serta pemulihan lahan gambut rusak dengan membasahi, revegetasi dan revitalisasi secara signifikan mengurangi potensi kebakaran”, pungkas Arie.
Cetak Sawah Baru
Pemerintah melanjutkan rencana mencetak sawah baru di lahan gambut yang berlokasi di Kalimantan Tengah demi menjaga menjaga ketersediaan pangan.
“Dari hasil rapat potensi yang dikembangkan memang bisa (ditanam) di atas 255 ribu di lahan hamparan Kalimantan Tengah,” ujar Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta.
Sebelumnya Airlangga mengatakan terdapat lahan gambut seluas 900 ribu hektar di Kalimantan sebagai lahan baru persawahan, lahan gambut yang disiapkan bisa sepertiganya atau 300 ribu hektar.
“Tapi sedang dilakukan studi dalam waktu tiga minggu ini dengan luas potensi 164.598 Ha. Dari jumlah itu lahan yang sudah ada jaringan irigasi 85.456 Ha dan ada 57.195 Ha sudah dilakukan penanaman padi oleh transmigran dan ada potensi ekstensifikasi sebesar 79.142 Ha,” papar Airlangga.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memastikan kementerian yan yang dipimpinnya siap terlibat dalam pengembangan rawa gambut di Kalimantan Tengah.
“Untuk rawa gambut kami akan berfokus pada 164 ribu Ha dulu pada tahap pertama, karena bisa kita intervensi dalam agenda secepatnya sambil menunggu pematangan-pematangan lahan,” kata Syahrul.
Syahrul juga mengakui bahwa Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan pengembangan untuk lahan seluas sekitar 250 – 300 ribu hektare di Kalimantan Tengah.
“Tapi tahap pertama di 2020 ini kalau mungkin kita konsentrasi di 164 ribu Ha, karena penanganan di lahan rawa adalah penanganan ekstra ‘power’, tidak seperti lahan sawah di Jawa, atau lahan di dataran rendah dan gunung,” pungkas Syahrul. (Jekson Simanjuntak)