JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Ekspedisi Selatan Jawa Timur untuk menyusuri jejak gempa dan tsunami Jawa Timur kembali dilakukan sejumlah lembaga yang konsen dengan isu kebencanaan.
Ekspedisi tersebut dilakukan selang waktu tiga tahun setelah diadakannya Ekspedisi Palu-Koro. Kali ini Skala Indonesia, Disasterchannel dan Ikatan Geologi Indonesia didukung oleh SiapSiaga, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Greenpress dan Beritalingkungan.com kembali merencanakan perjalanan menyusuri wilayah-wilayah yang berdasarkan catatan sejarah pernah menagalami kehancuran akibat gempa dan tsunami di Selatan Jawa terutama di Jawa Timur.
Ekspedisi ini diberi nama Ekspedisi Jawadwipa. Alasan memilih nama Jawadwipa terispirasi dari nama Pulau Jawa pada zaman dahulu yang disebut dengan Jawadwipa.
“Nama ini tertuang dalam naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa yang mengemukakan tentang kesuburan tanah dan kemakmuran di Pulau Jawa. Keindahan dan kesuburan tanah Jawa tak terlepas dari proses geologi yang terjadi. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah keberadaan sesar aktif yang menyebar dari Ujung Provinsi Banten hingga Jawa Timur,”kata Trinirmalaningrum, penanggungjawab Ekspedisi Jawadwipa kepada Beritalingkungan.com (8/11/2022).
Ia menyampaikan ekspedisi Jawadwipa akan dimulai dari Jawa Timur, menyusuri wilayah-wilayah yang berdasarkan catatan sejarah pernah mengalami kerusakan akibat gempa dan tsunami. Ekspedisi yang didukung oleh SIAP SIAGA. Program SIAP SIAGA, merupakan Kerja Sama antara Pemerintah Indonesia (BNPB) dengan Pemerintah Australia tentang Kemitraan Indonesia Australia untuk Kesiapsiagaan Bencana.
Jawa Timur sendiri dipilih karena berdasarkan catatan sejarah, Jawa Timur pernah mengalami bencana gempa merusak, mengacu pada data sejarah gempa di Jawa Timur yang disebutkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, propinsi ini juga merupakan wilayah langganan gempa dengan jarak waktu yang berbeda-beda, dari tujuh tahun hingga belasan tahun. Dari belasan kali gempa selama dua abad, Jawa Timur juga beberapa kali mengalami gempa besar, bahkan menimbulkan tsunami sehingga memakan korban dalam bilangan tak sedikit. Itu pernah terjadi di Trenggalek dan Banyuwangi.
Pada, 22 Maret 1836 Gempa terjadi di Mojokerto. Tidak diketahui berapa kekuatan gempa
tersebut, namun skala intensitas dampak gempa mencapai VII-VIII MMI. Akibat gempa ini terjadi kerusakan pada bangunan. Selanjutnya, pada 20 November 182, gempa terjadi di Madiun, dengan skal aintensitas menapai VII MMI, akibat gempa tersebut mengakibatkan rumah-rumah retak. Kemudian beberapa tahun kemudian, persisnya di tahun 18, gempa terjadi di Wlingi dengan skala intesitas mencapai VII MMI. Gempa tersebut dirasakan sampai ke wilayah Brangah, bangunan dan rumah penduduk mengakami kerusakan yang ukup berat.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan Skala ini, Ekspedisi Jawa Timur ini akan menyambangi 13 wilayah di Jawa Timur, seperti Banyuwangi, Pacitan, Situbondo, Bondowoso, Malang, Lumajang, Tuban, Mojokerto dan lainnya. Wilayah-wilayah inilah yang masih menyimpan jejak sejarah gempa, dan diharapkan masyarakat masih memiliki pengetahuan lokal, ingatan kolektif, tentang peristiwa tersebut, yang nantinya dapat didokumentasikan dan dijadikan bahan rujukan.
Kegiatan ini nantinya akan melibatkan peneliti-peneliti muda dari berbagai latar belakang ilmu pengetahuan, ada yang berlatar belakang sejarah, geologi, antropologi, serta filologi, yang dapat membaca dan mengintepretasikan informasi yang tersaji dalam naskah kuno. Ekspedisi akan berjalan selama satu bulan, dimulai dari tanggal 14 November 2022.
“Hasil dari temuan nantinya akan didokumentasikan dalam bentuk buku, film dokumentasi yang dapat dijadikan bahan literasi kebenanaan, dan juga menjadi bahan untuk kampanye pengurangan risiko bencana, berbasis lokal, termasuk pengetahuan lokalnya,”ujar Rini yang juga kini aktif di Greenpress (Wan)