Unjuk rasa menuntut PT Freeport ditutup. Foto : Okezone.com |
MIMIKA, BERITALINGKUNGAN.COM- Salah satu Anggota Komisi IX DPR-RI yang membidangi masalah kesehatan dan ketenagakerjaan, Roberth Rouw mengatakan, sudah seharusnya PT. Freeport Indonesia (Freeport) yang melakukan operasionalnya di Kabupatden Mimika, Papua, dipimpin oleh orang asli Papua.
Menurut Roberth, penentuan direktur Freeport dari orang asli Papua ini harus dimuat dalam pembuatan kontrak karya yang baru nanti, jika kontrak Freeport dengan pemerintah akan diperpanjang. “Jika ini dilakukan, maka tergambar di situ kami dihargai. Ini harta kami dikelola pemerintah pusat sebagai negara,” katanya seperti dilansir Papuakita.com (Sindikasi Beritalingkungan.com).
Selain itu, kata legislator Partai Gerindra yang daerah pemilihan Papua ini, pemerintah pusat harus mengikuti undang-undang yang berlaku ketika melakukan pembahasan kontrak karya Freeport sesuai aturan dilakukan pada 2019.
“Amanat Undang-Undang Otonomi Khusus jelas, bahwa tiap investor ke Papua harus duduk bersama dengan pemerintah daerah dan masyarakat pemilik hak ulayat. Pemerintah berbicara dengan Freeport, tapi tak melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat adat, ini kan tak adil,” jelas Roberth.
Roberth berusaha agar proses pembahasan kontrak karya Freeport dapat dilakukan saat kontrak yang lama telah berakhir. “Selaku anggota dewan, saya akan mendorong supaya tak ada pembahasan kontrak Freeport sampai habis, biarkan 2021 selesai baru kami bicara ulang. Jangan belum habis sudah bicara,” katanya.
Soal proses investasi saham Freeport, Roberth mengatakan, seharusnya pemerintah setempat dapat bagian yang pantas sebagai pemilik wilayah administrasi pemerintahan atas kekayaannya yang telah dikeruk hingga puluhan tahun lalu.
“Kalau mau lagi, libatkan semua. Kalau tidak mau buka secara umum, tenderkan. Harus ada perwakilan dari Papua di dalam perusahaan dalam bentuk saham, minimal 10 persen,” jelas Roberth. (Mahendra Malik/Papuakita.com)