Di Balik Laut Dalam, Si Kecil Zooplankton Menjaga Iklim Bumi

Berita Lingkungan Environmental News Laut Riset Terkini

Dua jalur penyimpanan karbon oleh zooplankton: secara pasif melalui limbah di musim panas, dan secara aktif melalui migrasi musim dingin ke laut dalam yang menyuntikkan karbon langsung ke kedalaman. Kredit: Yang, G. dkk.

ANTARTIKA, BERITALINGKUNGAN.COM– Tak terlihat oleh mata, tapi berperan besar dalam menyerap karbon dan memperlambat laju pemanasan global. Inilah kisah sunyi para penjaga samudra terdalam: zooplankton.

Di kedalaman gelap Samudra Selatan, ribuan kilometer dari garis pantai mana pun, berlangsung salah satu migrasi paling masif di planet ini—namun hampir tak terlihat oleh mata manusia. Pelakunya bukan paus atau burung laut, melainkan makhluk kecil bernama zooplankton: krill, salp, dan terutama copepod.

Kini, sebuah studi internasional yang dipublikasikan dalam jurnal Limnology and Oceanography mengungkap bahwa migrasi musiman para zooplankton ini memainkan peran penting dalam menyimpan karbon di laut dalam.

Sekitar 65 juta ton karbon setiap tahun dikirimkan ke kedalaman lebih dari 500 meter—semata-mata lewat napas dan kematian para penghuni mikroskopik laut ini.

Pompa Migrasi Musiman: Mekanisme yang Terlupakan

Selama ini, para ilmuwan berasumsi bahwa penyimpanan karbon laut di Samudra Selatan didominasi oleh proses alami berupa tenggelamnya sisa-sisa organisme (detritus).

Namun, studi ini memperkenalkan istilah baru yang disebut “pompa migran musiman”—proses saat zooplankton melakukan migrasi vertikal dari permukaan ke laut dalam setiap musim dingin.

Saat mereka berada di bawah—di kedalaman lebih dari 500 meter—mereka bernapas dan melepaskan karbon ke lingkungan sekitarnya. Saat mereka mati, tubuh mereka ikut membawa karbon ke dasar laut. Sebuah proses alami yang ternyata sangat efisien dalam mengunci karbon dari atmosfer.

“Zooplankton adalah pahlawan tak dikenal dalam penyerapan karbon,” kata Dr. Katrin Schmidt, peneliti ekologi laut dari University of Plymouth seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman resmi University Of Plymouth (03/07/2025).

Copepod: Sang Juara Penjaga Iklim

Copepod (Calanoides acutus) dikumpulkan selama pelayaran BIOPOLE ke Laut Scotia Selatan. Foto : Jennifer Freer/BAS. 

Dari seluruh jenis zooplankton, makhluk kecil bernama copepod mencatat kontribusi terbesar—sekitar 80% dari total karbon yang tersimpan lewat migrasi ini. Sementara krill menyumbang 14%, dan salp sekitar 6%.

“Krill memang terkenal dalam rantai makanan Antartika. Tapi kami menemukan bahwa copepod justru mendominasi penyimpanan karbon di laut dalam,” ujar Prof. Angus Atkinson, ahli ekologi laut senior dari Plymouth Marine Laboratory.

Ancaman di Tengah Harapan

Sayangnya, perubahan iklim dan penangkapan ikan industri di wilayah kutub mulai mengganggu keseimbangan ekosistem ini. Populasi krill yang menjadi makanan utama banyak spesies, dari ikan hingga paus, mengalami tekanan.

Di sisi lain, peningkatan suhu laut juga mulai menggeser distribusi copepod, yang bisa mengubah dinamika penyimpanan karbon itu sendiri.

“Model iklim saat ini belum sepenuhnya memasukkan peran zooplankton dalam siklus karbon. Ini adalah celah besar yang harus segera ditutup,” tegas Dr. Jen Freer dari British Antarctic Survey.

Dari Mikroorganisme ke Mitigasi Global

Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Tiongkok, Inggris, dan Kanada, yang memanfaatkan data lapangan selama hampir satu abad—mulai dari tahun 1920-an hingga kini.

Ribuan data jaring plankton dari seluruh Samudra Selatan dikompilasi dan dianalisis secara sistematis untuk mengungkap pola migrasi dan dampaknya terhadap siklus karbon global.

Tak hanya menambah wawasan ilmiah, temuan ini menyuarakan pesan penting: melindungi ekosistem laut dalam bukan hanya soal konservasi spesies, tapi juga perlindungan iklim global.

Ketika Dunia Diselamatkan oleh Makhluk-Makhluk Tak Terlihat

Di dunia yang semakin panas, harapan kadang datang dari arah yang tak terduga—dari makhluk yang bahkan lebih kecil dari ujung jarum.

Melindungi copepod dan teman-temannya bukan hanya soal menjaga kehidupan laut, tapi juga menjaga keseimbangan bumi yang kita huni bersama (Marwan Aziz).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *