Nurul Fitri, penggagas petisi change.org/cukupsudah
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Nurul Fitria, seorang warga Riau yang terdampak asap kebakaran hutan tahun lalu, kemarin mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Tujuannya untuk beraudiensi dan menyerahkan 255 ribu dukungan warganet yang digalang melalui laman petisi Change.org. Petisi tersebut adalah bentuk dukungan pada KLHK untuk menghukum perusahaan pembakar hutan dan lahan, yang langsung diterima oleh Rasio Ridho Sani selaku Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Yazid Nurhuda selaku Direktur Penegakan Hukum Pidana, dan Sugeng Priyanto selaku Direktur Pengawasan dan Penerapan Sanksi Administratif.
Pada tahun 2015 Yaya, biasa Nurul Fitria disapa, kehilangan sepupunya yang berusia lima bulan karena Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA. Saat itu kondisi udara Riau dalam kategori “BERBAHAYA” sama seperti kondisi yang terjadi September 2019 lalu. Pengalaman pahit kehilangan orang yang dicintainya itu, mendorongnya untuk memulai petisi #CukupSudah meminta Gakkum KLHK dan Polda Riau untuk segera menghukum perusahaan pembakar hutan dan lahan penyebab asap.
Berikut kutipan petisinya di laman www.change.org/cukupsudah
“September 2019 lalu, kualitas udara di Pekanbaru sudah dalam kategori BERBAHAYA.
Saya jadi ingat dengan sepupu saya, Intan Syakila. Intan lahir Mei 2015, sangat mungil dan menggemaskan. Sayang hanya lima bulan kami bisa bersama, saya harus mengucapkan selamat tinggal padanya. Intan Syakila meninggal, setelah berjuang melawan asap kebakaran hutan” ucap Yaya
Dalam audiensi yang dilakukan di Kantor KemenLHK di Jakarta tersebut, Yaya yang juga pegiat lingkungan di Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) hadir bersama Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo.
Selama kebakaran hutan tahun lalu, kondisi udara Riau tidak layak untuk dihirup. Sampai-sampai banyak orang yang terkena ISPA. “Sepanjang 2019 ada lebih dari 300 ribu orang yang menderita ISPA akibat asap kebakaran hutan. Sedangkan ada 8.736 titik panas dan 4.105 titik diantaranya berpotensi menyebabkan kebakaran di Riau. Empat puluh persen titik panas tersebut berada di daerah perusahaan,” tambah Okto melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Gakkum KLHK telah menyegel 11 perusahaan yang areal konsesinya dibakar. Namun sampai saat ini masih belum ada tindak lanjutnya. Hukuman bagi perusahaan pelaku karhutla, khususnya korporasi haruslah diutamakan. Sebab hukuman bagi perusahaan adalah bentuk keadilan korban karhutla.
Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani atau yang biasa akrab dipanggil Roy, menerima baik dukungan masyarakat untuk petisi tersebut. “Kami berterima kasih kepada Jikalahari dan juga seluruh masyarakat yang telah memberikan energi besar kepada kami untuk melakukan upaya penegakkan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan. Bagi kami, petisi yang difasilitasi oleh Change.org ini merupakan sebuah energi besar bagi kami untuk bersama-sama menghentikan kejahatan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menyebabkan dampak yang sangat serius bagi masyarakat dan ekosistem kita, yang dampaknya tidak hanya untuk hari ini tapi juga untuk masa yang akan datang. Mari kita bersama sama menghentikan kejahatan kebakaran hutan dan lahan.” tutur Roy
Gakkum KLHK juga menyampaikan persiapan dalam mengantisipasi musim kemarau yang akan dimulai bulan Februari 2020. “Kita harus merubah perilaku masyarakat maupun perusahaan yang dapat menyebabkan kebakaran terjadi. Kita juga harus merestorasi lahan gambut yang sudah rusak agar kita bisa menurunkan resikonya. Penegakan hukum daerah dan KLHK, maupun pihak yang lain akan melakukan pengawasan lebih intensif,” tambah Roy.
Setelah beraudiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Yaya bersama Jikalahari dan masyarakat sipil di Pekanbaru akan menggelar teatrikal Syair Kera, sebuah aksi teatrikal untuk menyampaikan pesan-pesan ajakan persiapan menyambut musim kemarau dan datangnya karhutla dengan pendekatan budaya. Acara ini akan diadakan di halaman kantor Gubernur Riau pada 29 Januari 2020. (Wan)