Buku Ekpedisi Palu-Koro. Foto : Beritalingkungan.com/Marwan Azis. |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Perkumpulan Skala kemarin meluncurkan buku Ekspedisi Palu-Koro yang berisi rekaman jejak kegempaan di Sulawesi, khususnya di Sulawesi Tengah yang dikenal Sesar Palu Koro.
Peluncuran dilaksanakan di Ruang Serbaguna Lantai 4 Perpustakaan Nasional Medan Merdeka Selatan, Selasa (23/4/2019). Berbagai lapisan masyarakat turut hadir dalam peluncuran buku ini seperti Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB Lilik Kurniawan, wakil ketua IAGI Burhanudinnur, ACT Wahyu Novian, Humas IAGI Anif Purwanto, Seniman Palu Neni Muhidin,perwakilan Kedubes New Zealand Firlyana Purwanti dan masyarakat umum lainnya.
Dalam pengantar buku Ekspedisi Palu Koro, Ketua Tim Ekspedisi Palu-Koro, Trinimalaningrum menceritakan, Ekspedisi Palu-Koro, pertama kali digagas oleh dua sahabat saat bertemu dalam acara persiapan pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana (Forum PRB) tahun 2011 di Palu, Neni Muhidin, aktivis Palu dan Trinimalaningrum yang saat itu menjabat Sekjen Platform Nasional Untuk Pengurangan Resiko Bencana (Planas).
Dalam pertemuan tersebut, salah satu yang dibahas adalah soal Sesar Palu-Koro yang membentang mulai dari Teluk Palu sampai ke Teluk Bone. “Walaupun hanya disinggung sedikit, tetapi informasi tersebut membuat kami penasaran, maka bincang tentang Sesar Palu-Koro terus berlanjut di warung kopi,”
“Ketika saya kembali ke Jakarta, ketertarikan akan sesar Palu-Koro tidak berhenti, informasi dikumpulkan ternyata dokumen tentang sesar Palu-Kolo tidak cukup banyak, berbeda dengan sesar Smangko di Sumatera, yang hasil penelitiannya tersebar di berbagai lembaga,”tuturnya.
Ketua Tim Ekspedisi Palu-Koro, Trinimalaningrum. |
Rini mengaku terus menjalin komunikasi poros Jakarta-Palu dengan Neni dan rekan-rekan lainnya, rasa penasaran, keingin tahuan yang sangat kuat, akhirnya menelurkan ide untuk menyusuri sesar Palu-Koro.
“Mengapa kami tertarik untuk menyusuri sesar tersebut? Karena kami yakin ada banyak jejak sejarah bencana yang masih tersimpan dalam ingatan masyarakat dan itu perlu digali dan dituliskan, agar dapat menjadi bahan ajar untuk kita semua, bukannya untuk masyarakat Sulawesi Tengah,”jelasnya.
Tim Ekspedesi Sesar Palu-Koro yang terdiri atas Perkumpulan Skala, IAGI (Ikatan Ahli Geolog Indonesia), ACT, Universitas Tadulako, Forum PRB Sulteng dan Nemu Buku mulai melakukan perjalanan perdana menyusuri wilayah yang diperkirakan dilalui sesar Palu-Koro yaitu wilayah daratan tinggi, pegunungan, dan ke Taman Nasional Lore Lindu yang dilaksanakan antara bulan Akhir Mei sampai Juli 2017.
Kemudian perjalanan berikutnya dilanjutkan menyusuri wilayah pantai yang pernah mengalami gempa dan diikuti peristiwa tsunami di Pantai Mapage, Talise dan Wani, dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2018.
“Hasil temuan kami presentasikan ke berbagai pihak seperti Gubernur Sulteng dan aparat terkait di Palu pada tanggal 31 Juli 2018, termasuk BPBD, Dinas Pariwisata, Dinas PU. Kami juga membagi hasil temuan ke BNPB, KLHK, Kementerian Maritim, Pak Sudarto Mangkusubroto, Watimpres yang memberikan perhatian terhadap sesar aktif ini, bahkan Pak Darto-lah yang memfasilitasi tim untuk bertemu dengan Kementerian-Kementerian yang terkait bencana,”ungkapnya.
Founder DisasterChannel.co ini menambahkan, saat proses menulis laporan hasil ekspedisi, pihaknya banyak menemukan kejanggalan-kejanggalan, salah satunya, dokumen rencana kontijensi kota Palu untuk gempa dan tsunami, tidak ada di BPBD, padahal rencana kontijensi inilah yang akan memberika panduan ketika terjadi bencana.
Menurut sumber tim ekspedisi, dokumen renkon disiapkan tahun 2012, saat program SCDRR-UNDP dilaksanakan di Sulawesi Tengah. Saat itupun latihan simulasi mulai dilakukan, tetapi hanya ketika program dilaksanakan, setelah itu tidak ada lagi program simulasi.
“Dan kekuatiran kami, tim ekspedisi seperti nyata, gempa datang seperti tamu tidak diundang, belum selesai menuliskan laporan serta mengabarkannya ke berbagai pihak, gempa, tsunami dan likuifaksi terjadi, tepat pada tanggal 28 September 2018, ketika tim kami sedang menyiapkan laporan, penulisan buku, editing film. Kami memang terhenyak, terdiam dan rasa bersalah yang menjadi satu, saat itu yang terpikir oleh kami, mengapa saat kami bertemu Gubernur Sulteng tidak memaksa dengan berbagai cara agar Gubernur mau dengan sigap melakukan upaya kesiap-siaagan,”terangnya.
Kehadiran buku Ekspedisi Palu-Koro ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak.
“Selamat kepada tim ekspedisi Palu-Koro. Kita semua sepakat hasil dari ekspedisi ini bukan akhir dari satu ekspedisi yang kita harapkan. Masih banyak pr-pr kedepan yang saya yakin akan kita ungkap. Kita menganggap ini adalah salah satu literasi kebencanaan karena orang-orang bencana sangat banyak di Indonesia.”kata Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Lilik Kurniawan saat menyampaikan sambutan peluncuran buku Ekspedisi Palu-Koro.
Ia berharap semua aktifitas seperti Ekspedisi Palu-Koro akan didukung oleh negara Indonesia sehingga ilmu-ilmu kebencaan bisa didapatkan dengan mudah di negara ini.
Seperti yang diketahui, ekspedisi ini sudah dicanangkan bertahun-tahun sebelumnya. 3 tahun terakhir tim telah mengetuk berbagai pintu untuk mencari dukungan. Perjalanan ekspedisi pertama dilakukan pada tahun 2017 dan dilanjutkan pada tahun 2018. Namun sebulan kemudian pada 28 September 2018, gempa, tsunami dan likuifaksi menghantam Sulawesi Tengah.(Santi/Marwan)