![]() |
Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Lilik Kurniawan (tengah) saat konferensi pers seputar ekspedisi destana di kantor BNPB Jakarta. Foto : Beritalingkungan.com/Marwan Azis. |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menggandeng berbagai pihak mulai besok 12 Juli 2019, akan mulai melakukan Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) yang akan menyusuri Selatan Jawa yang berpotensi tsunami.
Perjalanan awal akan dimulai dari Banyuwangi, Jawa Timur, menyusuri pantai selatan Jawa, menuju Jawa Tengah, Yogyakarta, kemudian ke Jawa Barat, Pengandaran, Garut dan nantinya akan berakhir di Banten pada 16 Agustus 2019.
Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Lilik Kurniawan mengatakan, ekspedisi Destana akan dilepas oleh Kepala BNPB bersama perwakilan kementerian dan lembaga negara lainnya di Banyuwangi.
Adapun tujuan ekspedisi tersebut lanjut Lilik, untuk memotret kesiap siagaan desa terhadap ancaman tsunami. Karena, berdasarkan kajian risiko bencana Indonesia, ada 5.744 desa atau kelurahan yang berada di daerah rawan tsunami. Selain itu, untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat dan juga aparat Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam mengupayakan kesiapsiagaan.
“Desa-desa tersebut tersebar di antaranya 584 desa atau kelurahan ada di selatan Jawa rawan tsunami, kami kuatir akan banyak korban ketika terjadi tsunami. BNPB merespon dengan cepat, salah satunya dengan Ekspedisi Destana ini,” tuturnya saat dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Rabu (10/7/2019).
“Kita tangguhkan masyarakat desa, kita ingin mengetahui apakah sudah tanda peringatan dini yang sudah terpasang, areal berlari ketika terjadi bencana” tambahnya.
Ekspedisi ini akan melibatkan berbagai pihak secara nasional, selain BNPB, juga didukung oleh Kementerian Desa, PUPR, BMKG, Kemensos, Kemendagri, di daerah akan melibatkan Bappeda, BPBD, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial. Ekspedisi ini diikuti oleh LSM, relawan, forum lembaga usaha, akademisi, peneliti, pakar hingga media.
Dijelaskan, ekspedisi ini akan melibatkan lebih dari 200 orang peserta. Peserta nantinya akan menyebar ke desa-desa untuk memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah. Kemudian singgah dan tinggal beberapa hari di desa-desa untuk membangun kesiap siagaan di daerah tersebut, dengan berbagai kegiatan kreatif yang akan di gelar di tiap desa.
Sehingga ekspedisi ini akan mempertemukan berbagai latar belakang ilmu dalam satu kegiatan. “Tujuannya satu, yaitu memperkuat kemampuan masyarakat dalam kesiap siagaan menghadapi ancaman tsunami,” tuturnya.
Akhir ekspedisi ini direncanakan akan menghasilkan buku bunga rampai proses perjalanan, film dan dokumentasi serta foto-foto, yang nantinya akan diluncurkan pada bulan Oktober, bertepatan acara Bulan Pengurangan Resiko Bencana 2019 yang akan digelar di Belitung.
“Indonesia ada 295 sesar aktif, tapi literasi kita tentang kebencanaan masih sedikit, sehingga perlu menggali kembali catatan-catatan lama, riset LIPI, pengetahuan lokal masyarakat, kembali dituliskan secara ilmiah populer,” kata Trinimalaningrum dari Perkumpulan Skala yang ditunjuk menjadi Koordinator Penulisan Buku Ekspedisi Destana 2019.
Seraya menambahkan, ada 12 penulis dan dokumentari yang terlibat dalam penulisan buku bunga rampai eskpedisi destana 2019.” Ini bisa jadi bahan rujukan untuk pengambil kebijakan kedepan, apa harus dilakukan dalam pengurangan resiko bencana,” tandas mantan Koorditor Ekspedisi Sesar Palu Koro ini. (Marwan)