Banjir Besar Landa Berau, Ratusan Jiwa Terdampak dan Fasilitas Umum Alami Kerusakan

Bencana Berita Lingkungan Terkini

Banjir melanda Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (27/5/2025). Foto: BPBD Kabupaten Berau

BERAU, BERITALINGKUNGAN.COM — Di tengah bentang hutan hujan tropis Kalimantan yang rimbun dan deras, alam kembali menunjukkan kekuatannya. Banjir setinggi lima meter menyapu Kampung Long La’ai dan Long Ayap, dua permukiman kecil di Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, pada Selasa, 27 Mei 2025.

Air tidak hanya menggenangi tanah, tetapi juga menyapu harapan, meruntuhkan tempat ibadah, sekolah, dan bahkan akses jalan yang menjadi nadi kehidupan masyarakat pedalaman.

“Kondisi ini menyebabkan kerusakan parah pada fasilitas umum dan rumah warga serta menghambat akses transportasi darat akibat derasnya arus sungai dan banyaknya batang kayu yang terbawa,” kata Abdul Muhari, Ph.D., Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dalam keterangan persnya di Jakarta (28/05/2025).

Dalam banjir tersebut ungkap Muhari, 640 jiwa di Kampung Long La’ai, dan 237 jiwa di Long Ayap, kehilangan banyak hal—rumah, fasilitas umum, dan rasa aman. Kampung Long Ayan, yang tak luput dari terjangan, mencatat lebih dari 260 jiwa terdampak dan puluhan rumah terendam.

Air deras mengalir seperti sungai tak bertuan, menyeret batang kayu dan memutus akses darat, menjadikan upaya evakuasi seperti perlombaan melawan waktu dan arus.

Di lokasi, BPBD Kabupaten Berau bergerak cepat. Tim tanggap darurat melakukan assessment dan evakuasi sejak hari pertama. Namun, medan yang sulit dan jarak tempuh ke lokasi terdampak yang hanya bisa dilalui melalui sungai atau jalur udara menjadi tantangan tersendiri.

Sebagai tindak lanjut dan upaya mitigasi, Muhari menghimbau masyarakat untuk tetap waspada dan mengutamakan keselamatan diri. Masyarakat diimbau untuk segera mengikuti arahan evakuasi dari petugas dan menghindari aktivitas di kawasan terdampak banjir yang berpotensi membahayakan.

Sistem Mitigasi Berbasis Ekosistem

Sementara itu, Trinimala Ningrum dari Greenpress Indonesia dalam merespon berbagai bencana banjir di Indonesia termasuk di Kabupaten Berau, menekankan pentingnya edukasi dan sistem peringatan dini berbasis komunitas untuk wilayah rawan banjir, terutama yang berada di daerah aliran sungai hulu seperti Segah.

Bagi Rini panggilan Trinimala Nigrum,  berbagai kejadian bencana banjir termasuk yang terbaru banjir besar melanda Berau ini menegaskan bahwa adaptasi terhadap risiko iklim bukan lagi pilihan melainkan kebutuhan mendesak.

“Kita tidak bisa menahan hujan turun, tetapi kita bisa mengelola dampaknya. Daerah-daerah seperti Berau  perlu mengembangkan sistem mitigasi berbasis ekosistem, seperti perlindungan kawasan riparian dan pemantauan DAS yang aktif,” tuturnya.

Misalnya lanjut Rini, hutan lindung di hulu sungai yang utuh dapat mengurangi volume dan kecepatan air hujan yang mengalir ke hilir. Demikian juga dengan mangrove yang mampu meredam gelombang dan mencegah abrasi di pesisir.

“Kita sudah terlalu lama mengandalkan solusi rekayasa teknis. Padahal alam memiliki sistem pertahanan yang luar biasa jika tidak dirusak. Mitigasi berbasis ekosistem itu artinya melestarikan hutan, memulihkan DAS (daerah aliran sungai), melindungi rawa, dan menata ruang secara ekologis.”tuturnya.

Ia menambahkan langit Kalimantan bisa jadi akan cerah esok hari. Namun selama akar persoalan belum disentuh—dari deforestasi hulu hingga minimnya infrastruktur tahan bencana banjir seperti ini akan terus mengulang kisahnya (Marwan Aziz).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *