Anyin mendapatkan perawatan intensif. Foto: Leavy
KETAPANG, BL-Satu lagi bayi orangutan korban perdagangan ilegal bernama Ayin yang ditemukan dalam kondisi kritis.
Anyin baru saja dibawa oleh tim rescue ke Pusat Rehabilitasi Orangutan IAR Ketapang. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat me-rescue Anyin dari pemiliknya. Saat ini Anyin sedang dalam perawatan intensif di klinik Pusat Rehabilitasi IAR Ketapang.
“Setelah dipelihara selama lebih dari 1,5 tahun, pemilik Anyin memutuskan untuk menyerahkannya ke BKSDA karena dia sangat sakit dan kemungkinan bisa mati jika dibiarkan terus.” Tutur drh. Adi Irawan, manajer Pusat Rehabilitasi Orangutan IAR Ketapang.
Pemiliknya membeli bayi orangutan hanya seharga Rp. 1.150.000 atau setara dengan 140 USD. “Cukup murah untuk satwa yang terancam punah..” Ujar drh. Karmele Liano Sanchez, Direktur Eksekutif Yayasan IAR Indonesia.
Seorang pemburu telah membunuh induknya untuk menangkap Sang bayi lalu dijual ke pasar illegal. “Orangutan ini berasal dari Kabupaten Sambas” Lanjut drh. Karmele Sanchez “Daerah ini adalah rumah bagi subspecies Orangutan Kalimantan yang paling terancam punah Pongo pygmaeus pygmaeus.” Baru-baru ini subspecies pygmaeus termasuk ke dalam 25 primata paling terancam punah di dunia versi IUCN Redlist. Subspecies ini hidup dalam populasi yang kecil di bagian Utara Provinsi Kalimantan Barat dan di Sarawak Malaysia.
Bayi orangutan yang kehidupannya harus terrenggut dari hutan tempat asalnya memiliki masa depan yang suram. Tidak hanya induknya dibunuh oleh pemburu, namun bayi yang dipelihara seringkali mati.
Menurut drh Karmele Sanchez, tingkat kematian yang tinggi disebabkan oleh penyakit menular yang berasal dari manusia. “Penyakit zoonosis yang kadang akan lebih parah jika terjangkit pada orangutan dibandingkan manusia karena sistem imun mereka tidak dapat mengatasinya.”tambahnya.
Bayi orangutan yang dipaksa untuk berpisah dari induknya adalah bayi yang masih kecil dan masih bergantung kepada air susu ibu. Mereka masih memiliki sistem imun yang lemah sehingga rentan terkena penyakit. “Orangutan yang dipelihara ini” kata drh Adi Irawan.
“Tidak tinggal pada kondisi yang baik, mereka seringkali di rantai atau dikurung di kandang yang sempit, tidak mendapat makanan yang bernutrisi sehingga banyak yang memiliki masalah nutrisi dan tidak pernah mendapatkan penanganan medis yang sesuai-pada daerah terpencil di Kalimantan tidak ada klinik dokter hewan dengan fasilitas yang memadai.
Menurut Adi Irawan, sangat sulit untuk menentukan berapa banyak orangutan yang terbunuh setiap tahun. Namun melihat jumlah orangutan di pusat rehabilitasi atau penyelamatan satwa di seluruh Indonesia yang berjumlah lebih dari 1000, jumlah yang sebenarnya pasti sangat tinggi.
Faktanya adalah orangutan yang sampai ke pusat penyelamatan atau rehabilitasi di Indonesia mungkin hanya sebagian kecil dari seluruh orangutan yang terbunuh atau diambil dari habitat aslinya.
“Anyin, adalah salah satu yang cukup beruntung karena tiba di IAR tepat waktu meskipun kondisinya saat ini masih sangat kritis dan sedang berjuang untuk hidup.” kata tim dokter hewan dari IAR yang terus mengawasi Anyin 24 jam. Anyin dinyatakan memiliki demam typhoid, penyakit yang dimiliki oleh manusia dan cukup fatal jika terjangkit pada orangutan.
Anyin adalah satu contoh akibat dari penggundulan hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar pada orangutan. Seringkali di Kalimantan dan daerah lain di Indonesia masyarakat memelihara orangutan secara illegal. Namun, banyak yang tidak sadar bahwa orangutan bukanlah satwa peliharaan dan seharusnya berada di alam. (Marwan Azis). |