JAKARTA, BL-Secara general, antisipasi pasca bencana gempa di Sumatera Barat menunjukkan peningkatan. Sejumlah pelatihan tentang gempa yang dilakukan LIPI di Sumatera Barat menunjukkan kontribusi positif dalam manajemen resiko pasca gempa.
“Saya kira sudah lebih bagus. Masyarakat belajar dari pengalaman gempa-gempa terdahulu, baik di Aceh, Yogyakarta, dan Tasikmalaya,” ujar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Ir Hery Harjono, di Gedung LIPI, Jakarta.
Saat ini, dengan adanya early warning system yang dimiliki, dalam tempo 5 menit, lokasi dan potensi kemungkinan tsunami bisa diketahui dengan pasti. Waktu yang singkat tersebut menjadi pedoman bagi pihak-pihak terkait untuk segera menyebarluaskan informasi ini pada masyarakat. Pasalnya, gempa berpotensi tsunami, mempunyai rentang waktu 30 menit, sebelum gelombang besar itu menghantam daratan.
Meski gempa di Sumatera Barat tidak menghasilkan tsunami, namun bahaya yang ditimbulkannya cukup besar. Untungnya, kesadaran masyarakat akan bahaya, sepertinya sudah sangat baik. Ini terlihat dari pola penyelamatan yang mereka lakukan, yakni dengan menjauhi bangunan yang berpotensi rubuh.
“Kalau kita lihat, sebagian besar korban itu berada di gedung-gedung besar. Sementara masyarakat umum yang berada di rumah-rumah lebih gampang menyelamatkan diri”, tutur Hery.
Karena itu, perlunya pelatihan antisipasi gempa lebih difokuskan pada lokasi-lokasi di gedung-gedung tinggi. “Misalnya, di gedung dengan kapasitas besar, sebaiknya ditimbun bahan logistik berupa makanan yang tahan lama, genset, dan lainnya,” pungkasnya. (Jekson Simanjuntak )