JAKARTA – Perusahaan Anak Usaha Sinar Mas terseret dalam Kasus pembakaran lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Berdasarkan data pihak Kepolisian yang dilansir Bisnis.com, sebanyak 27 tersangka korporasi sedang menjalani penyidikan oleh pihak Kepolisian.
Jumlah tersangka korporasi yang ditersangkakan pada tahun ini lebih banyak dibandingkan pada 2013 dan 2014 yang masing-masing hanya 4 korporasi dan 1 korporasi.
Data tersebut mengungkapkan empat perusahaan di Sumatra Selatan yang masuk tahap penyidikan di Mabes Polri, yakni PT Bumi Mekar Hijau, PT Waimusi Agro Indah, PT Tempirai Palm Resources, dan PT Rembang Agro Jaya. PT Bumi Mekar Hijau merupakan anak usaha Sinar Mas Group yang berafiliasi dengan Asia Pulp and Paper (APP).
Selain empat perusahaan tersebut, masih ada 14 perusahaan lain di Sumsel yang tengah diselidiki oleh Mabes Polri.
Sementara itu, tiga korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka pembakaran lahan di Kalimantan Tengah, yakni PT Makmur Bersama Asia di Kapuas, PT Gobalindo Alam Perkasa di Sampit, dan PT Antang Sawit Perdana di Pulang Pisau.
Tersangka korporasi pembakaran lahan di Riau masih dalam tahap penyelidikan Mabes Polri. Oleh karena itu, hanya inisial yang dicantumkan dalam data, yakni PT HSL, PT MWR, dan PT RAPP.
“Instruksi presiden jelas, penegakan hukum harus tegas,” kata Kapolri Badrodin Haiti kepada wartawan di Jakarta hari Rabu kemarin seperti dikutip dari Dw.com. Ratusan polisi dan penyidik dikerahkan ke kawan kebakaran hutan untuk memburu para tersangka, tambah Kapolri.
Perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan dan kehutanan itu akan dijerat oleh tiga undang-undang, yakni UU No.41/1999 tentang Kehutanan, UU No.18/2004 tentang Perkebunan, dan UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal yang terkait dengan aktivitas pembakaran lahan dan hutan, yakni Pasal 78 ayat 3 UU No. 41/1999 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar, serta Pasal 48 ayat 1 UU No.18/2004 dan Pasal 108 UU No.32/2009 dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda Rp10 miliar. (Bisnis.com/DW)