Aktivis Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group melakukan demonstrasi dan aksi teatrikal di depan kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta (30/11/2015). Foto : dok Scorpion |
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN .COM- Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group melakukan demonstrasi dan aksi teatrikal untuk meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menutup pasar pasar yang memperdagangkan satwa liar ilegal, seperti di pasar satwa Jatinegara Jakarta Timur.
Demonstrasi dan aksi teatrikal itu dilaksanakan di depan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Jalan Gatot Subroto Jakarta, Senin (30/11).
“Kami meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menutup pasar pasar yang memperdagangkan satwa liar secara ilegal,” kata Investigator Senior Scorpion, Marison Guciano melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Menurut Marison, bila terus dibiarkan, perdagangan satwa liar ilegal yang tidak terkontrol akan menyebabkan kepunahan mereka di alam liar.
“Kepunahan satu spesies akibat perburuan akan menyebabkan punahnya spesies lainnya karena mereka menjadi bagian dalam mata rantai ekosistem. Kepunahan satwa liar membuat menurunnya kekayaan keanekaragaman hayati kita,” jelas Marison.
Hasil pemantauan Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group di pasar-pasar satwa menunjukkan banyaknya satwa-satwa dilindungi yang dijual secara bebas dan terbuka di dalam kandang kandang berukuran kecil.
Ia menyebut satwa dilindungi yang dijual secara bebas antara lain, lutung, elang ular bido, elang tikus, berang berang, beo Nias, dan berbagai jenis satwa liar lainnya.
Marison menuturkan, pihaknya sudah berulangkali mengirimkan surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta agar mengambil tindakan untuk menghentikan perdagangan ilegal satwa liar di Pasar Jatinegara.
Namun, “hingga saat ini tampaknya belum ada tindakan apapun,” tutur Marison.
Marison menjelaskan, perdagangan satwa dilindungi ini merupakan pelanggaran atas Undang-Undang no. 5/1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7/1999. Para pelanggar undang-undang ini bisa dihukum penjara selama 5 tahun dengan denda mencapai Rp100,000,000.00. (Wan)
–>