CIREBON, BERITALINGKUNGAN.COM- Dua belas aktivis lingkungan yang melakukan aksi damai menghentikan bongkar muat batu bara di Cirebon PLTU telah dibubarkan.
Protes tersebut merupakan bagian dari gelombang global ‘Break Free’ yang berlangsung dari 4-15 Mei, menuntut pemerintah untuk berhenti mengeksploitasi batu bara, minyak dan gas di tanah.
Evakuasi para aktivis dari crane bongkar muat masih berlangsung, tanpa insiden kekerasan. Para aktivis selanjutnya dibawa ke Kantor Polisi Cirebon untuk proses pemeriksaan.
Setelah mendudui pelabuhan bongkar muat batura sejak pagi, para aktivis dari koalisi Break Free (Greenpeace, WALHI dan JATAM) ini membentangkan spanduk bertuliskan ‘Quit Coal’ dan ‘Clean Energy, Clean Air’ dari kedua crane memasok batubara dan mendesak pemerintah untuk segera transisi menuju energi terbarukan. Masyarakat yang tinggal di sekita PLTU batu bara tersebut telah memprotes rencana perluasan sejak tahun lalu.
“Akhir aksi 12 jam ini akan menandai akhir dari era batubara di Indonesia. Batubara memiliki sejarah kotor di Indonesia mulai dari perampasan tanah, kekerasan terhadap masyarakat setempat, korupsi, polusi udara dan mengekspor perubahan iklim ke seluruh dunia, “kata Arif Fiyanto Iklim dan Kampanye Energi Greenpeace Indonesia.
Menurut Arif, waktunya masyarakat Indonesia untuk menunjukkan kepada pemerintah dan investor asing untuk menyudahi industri batu bara kotor kita yang sudah lebih dari cukup merugikan lingkungan dan masyarakat.
Polusi udara dari batubara di Indonesia telah memiliki dampak buruk terhadap kesehatan negara itu. Menurut sebuah studi Greenpeace Indonesia dirilis dengan peneliti Harvard University tahun lalu, tanaman batubara di Indonesia yang ada sudah menyebabkan sekitar 7.100 kematian dini per tahun.
Jika semua pembangkit listrik baru yang diusulkan dibangun, studi ini menemukan bahwa mereka dapat menyebabkan kematian lebih lanjut 21.200 orang, karena peningkatan risiko stroke, kanker paru-paru, penyakit jantung dan penyakit pernapasan kronis, serta kematian anak-anak akibat peningkatan risiko infeksi saluran pernafasan akut.
Jawa Barat Cirebon Coal Power Plant akan diperluas sebagai bagian dari 35.000 MW pembangkit listrik proyek penambahan kapasitas nasional. Di bawah rencana ini, lebih dari 60% dari tambahan 35.000 MW akan datang dari pembangkit listrik batu bara, sementara hanya 20% akan berasal dari energi terbarukan.
Unit pertama di Cirebon Coal Power Plant, beroperasi sejak Juli 2012, pernah meledak di September 2014 menyebabkan cedera pada beberapa pekerja. Rencana ekspansi akan didanai oleh JBIC (Bank Jepang untuk Kerjasama Internasional), bank yang sama di belakang pembangkit listrik lain yang kontroversial batubara di Batang.
“Presiden Jokowi memiliki pilihan: tetap dengan pendekatan-as-usual untuk menghasilkan listrik dan melihat kehidupan ribuan orang Indonesia dipotong pendek, atau memimpin transisi cepat untuk energi yang aman, bersih, terbarukan,” kata Arif.
“Hal ini tak terpikirkan bagi pemerintah untuk memperluas proyek bahan bakar fosil mengikuti kesepakatan Paris. Jika kita untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global untuk di bawah dua derajat, kita harus segera mengakhiri subsidi untuk bahan bakar fosil dan transisi ke 100% energi terbarukan. ” tambahnya.
Aksi tersebut merupakan rangkaian aksi setelah pada pawai 11 Mei lalu lebih dari 3.500 orang di Jakarta, dilakukan oleh komunitas dan warga terdampak PLTU di Jawa dan tambang batubara di luar Jawa. Greenpeace bergabung LSM lain dan masyarakat yang terkena dampak di Afrika Selatan, Filipina, Amerika Serikat, Kanada, Spanyol, dan negara-negara yang terkena dampak batubara lainnya sebagai bagian dari gerakan Break Free. (BL)
–>