JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mempercepat operasional pusat koordinasi ASEAN dalam pengendalian kabut asap lintas batas.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan kesiapan Indonesia untuk memimpin inisiatif ini melalui dukungan terhadap ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACCTHPC).
“Indonesia berkomitmen untuk tidak hanya menyelesaikan persoalan kabut asap di dalam negeri, tetapi juga memimpin kolaborasi regional. ACCTHPC akan menjadi langkah strategis ASEAN untuk menangani isu kabut asap secara kolektif,” ujar Hanif usai rapat koordinasi hasil 19th Meeting of the Conference of the Parties to the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (COP19 AATHP) di Jakarta, Senin.
Namun, Hanif mengakui bahwa pembentukan penuh pusat koordinasi tersebut masih terkendala. Tiga negara, yakni Thailand, Vietnam, dan Filipina, belum menandatangani Establishment Agreement. Untuk itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia telah diminta mempercepat proses penandatanganan melalui koordinasi dengan Sekretariat ASEAN.
Langkah Strategis 2025
Hanif menjelaskan bahwa setelah Establishment Agreement selesai, proses ratifikasi oleh enam negara anggota ASEAN menjadi langkah selanjutnya. Selain itu, pada tahun 2025, Indonesia akan bekerja sama dengan Sekretariat ASEAN dan kementerian/lembaga terkait untuk membentuk Komite ACCTHPC.
“Efisiensi dan efektivitas juga menjadi prioritas. Pertemuan-pertemuan terkait kabut asap di ASEAN perlu disederhanakan agar langkah-langkah yang diambil lebih terukur,” kata Hanif seperti dikutip Beritalingkungan.com dari Antara (24/12/2024).
Indonesia telah menunjukkan kesiapan melalui kolaborasi lintas lembaga seperti BMKG, BNPB, TNI/Polri, dan Kementerian Kehutanan dalam penanganan kebakaran hutan dan kabut asap. Dukungan ini diapresiasi oleh negara-negara anggota ASEAN dalam pertemuan COP19 AATHP pekan lalu.
Pusat Koordinasi untuk ASEAN dan Dunia
ACCTHPC diharapkan menjadi pusat data dan strategi yang mampu menyamakan metodologi penanganan kabut asap di wilayah ASEAN. Hanif juga menekankan pentingnya koordinasi politik dan pendanaan internasional untuk mendukung operasional pusat tersebut.
“Jika ACCTHPC sudah beroperasi penuh, kita tidak hanya berbicara tentang solusi bagi ASEAN, tetapi juga mempermudah diplomasi politik dengan negara-negara lain di luar ASEAN. Ini termasuk peluang pendanaan untuk mendukung langkah-langkah konkret di lapangan,” jelas Hanif.
Pertemuan COP ke-20 rencananya akan diadakan di Langkawi, Malaysia, pada 2025, bersamaan dengan 18th ASEAN Ministerial Meeting on Environment (18th AMME). Pertemuan ini diharapkan mempercepat implementasi inisiatif yang telah dirumuskan.
Melalui langkah ini, Indonesia membuktikan peran strategisnya dalam menangani isu kabut asap lintas batas sekaligus memimpin kolaborasi lingkungan hidup di tingkat ASEAN (Ant/BL).