Air Bah di Grobogan: Sungai Meluap, Jembatan Putus dan Ribuan Rumah Terendam

GROBOGAN, JAWA TENGAH – Dari kejauhan, hamparan sawah yang biasanya hijau kini berubah menjadi cermin raksasa yang memantulkan langit kelabu. Sungai Lusi, Glugu, dan Tuntang yang selama ini menghidupi tanah Grobogan, kini berbalik murka. Air yang meluap sejak Sabtu (8/3) merendam enam kecamatan, menenggelamkan ribuan rumah, merusak tanggul, dan memutus akses jalan.
“Ini bukan sekadar banjir biasa,” ujar Abdul Muhari, Ph.D., Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB. “Saat tiga sungai besar meluap sekaligus, daya rusaknya bisa lebih luas dari yang kita perkirakan.”
Hingga Minggu (9/3) pukul 14.00 WIB, data sementara mencatat 2.815 kepala keluarga terdampak, dengan 150 warga terpaksa mengungsi ke Gereja Desa Ringinkidul. Rumah mereka kini lebih menyerupai pulau kecil di tengah genangan yang keruh. Sementara itu, tanggul di Desa Sukorejo dan Baturagung mengalami kerusakan, memicu air bah yang makin tak terkendali.
Banjir ini bukan hanya melumpuhkan pemukiman, tapi juga melumpuhkan ekonomi warga. Ladang pertanian yang luasnya tak terhitung kini terendam, mengancam panen yang seharusnya menjadi sumber penghidupan utama. Bahkan satu jembatan rel kereta api di Desa Papanrejo turut terdampak, memperparah keterisolasian wilayah.
Di tengah kesulitan, harapan masih menyala. Tim gabungan dari BPBD Grobogan, TNI, Polri, dan relawan bergerak cepat. Mereka menyalurkan 3.000 karung pasir untuk memperkuat tanggul, menerjunkan perahu karet, serta mengerahkan alat berat berupa tiga unit ekskavator dan satu unit dozer guna membuka akses yang terputus.
Meski beberapa titik sudah mulai surut, ancaman belum benar-benar berlalu. Prakiraan cuaca dalam tiga hari ke depan (10-12/3) masih menunjukkan potensi hujan lebat dengan petir. BNPB mengimbau pemerintah daerah untuk tetap waspada dan bersiaga.
“Air bisa surut, tapi ancaman bisa datang kembali,” lanjut Abdul Muhari. “Kita harus belajar dari setiap bencana, bukan hanya untuk bertahan, tapi juga untuk bersiap lebih baik di masa depan.”ujarnya.
Banjir di Grobogan kali ini bukan hanya kisah tentang air yang datang dan pergi. Ini adalah cerita tentang manusia dan alam yang terus bersilang jalan—kadang berdampingan, kadang berseberangan. Dan di antara semua itu, perjuangan untuk bertahan selalu menjadi bagian yang paling nyata (Wan).