Tarsius Tangkasi, Foto : Taman Nasional Bunaken.
Tarsius tangkasi, yang lebih dikenal dengan berbagai nama lokal seperti krabuku Sulawesi, Singapuar, Tangkasi, hingga Podi, adalah primata kecil yang memiliki banyak keunikan.
Spesies ini memiliki tubuh berwarna cokelat kemerahan dengan warna kulit kelabu, mata besar yang cemerlang, dan telinga yang lebar serta menghadap ke depan.
Karakteristik Fisik dan Kemampuan Adaptasi
Salah satu ciri khas tarsius tangkasi adalah tulang tarsalnya yang memanjang, memberikan kelebihan dalam melompat sejauh hampir 10 kaki antar pohon. Ekor panjang yang mereka miliki tidak berbulu kecuali di ujungnya, memberi keseimbangan saat melompat.
Selain itu, jari-jari mereka yang panjang dan ramping dilengkapi kuku, kecuali pada jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar untuk membantu perawatan diri.
Mata tarsius tangkasi adalah aset utama dalam kehidupan nokturnal mereka. Mata ini lebih besar dari otaknya sendiri, memberikan keunggulan dalam melihat di malam hari meskipun mereka nyaris buta di siang hari.
Leher yang fleksibel memungkinkan kepala mereka berputar hampir 180 derajat, memperluas pandangan mereka dalam mencari mangsa atau menghindari predator.
Habitat dan Perilaku
Tarsius tangkasi adalah penghuni hutan hujan primer dan sekunder di Sulawesi, sering kali lebih memilih hutan pertumbuhan sekunder karena kelimpahan mangsa seperti serangga dan kadang-kadang reptil kecil serta burung.
Mereka adalah makhluk arboreal yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon, menggunakan pepohonan untuk berpindah, tidur, dan bahkan melahirkan.
Kebiasaan nokturnal memungkinkan mereka untuk berburu di malam hari. Tarsius tangkasi memiliki teknik berburu yang efisien; mereka mengintai mangsa mereka dengan sabar sebelum menerkam dengan cepat menggunakan kedua tangan dan kaki untuk memegang dan menguasai mangsa.
Reproduksi dan Sosial
Dalam hal reproduksi, tarsius tangkasi umumnya monogami, meskipun ada bukti poligini di beberapa kelompok. Mereka berkembang biak dua kali setahun dengan masa kehamilan sekitar 6 bulan.
Bayi yang dilahirkan sudah matang secara fisik dengan mata terbuka dan bulu yang lengkap, siap memanjat dan dalam beberapa hari sudah bisa mencari makan sendiri.
Konservasi dan Perlindungan
Meski adaptif, tarsius tangkasi menghadapi ancaman dari hilangnya habitat dan potensi perburuan. Pengetahuan tentang perilaku dan habitatnya sangat penting dalam upaya konservasi untuk memastikan kelangsungan hidup spesies yang menarik ini.
Tarsius Tangkasi termasuk dalam daftar nama satwa mamalia dilindungi Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Keunikan biologis dan perilaku sosialnya membuat tarsius tangkasi menjadi subjek yang penting dalam studi primatologi dan konservasi alam.
Dengan kehidupan yang begitu terkait dengan habitat alaminya dan perilaku sosial yang kompleks, tarsius tangkasi tidak hanya menambah kekayaan biodiversitas tetapi juga mengajarkan kita tentang pentingnya pelestarian ekosistem dan spesies.
Setiap upaya konservasi yang berhasil tidak hanya menjaga keberlanjutan spesies ini tetapi juga ekosistem tempat mereka berinteraksi.***