JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – M. Reza Cordova, peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI menyebut sebanyak 76 juta plastik yang manusia gunakan, hanya 2 persen yang bisa didaur ulang. Sementara 32 persen sisanya masuk ke ekosistem.
Semua sampah plastik yang ada di ekosistem dipastikan berakhir di lautan dan pada gilirannya akan mengancam kehidupan biota laut.
Reza mencontohkan seekor penyu yang terbiasa memangsa ubur-ubur akan memakan plastik, karena terlihat seperti ubur-ubur.
“Ketika dimakan, plastik akan merusak dan merobek bagian dalam saluran pencernaan (hewan),” ungkap Reza dilansir dari laman http://www.oseanografi.lipi.go.id/
Plastik berukuran kecil tersebut dinamakan mikroplastik, karena ukurannya yang sangat kecil. Bahkan tak lebih dari beberapa mikron. Keberadaannya di perairan Indonesia telah mengancam kesehatan lingkungan serta biota laut.
Mikroplastik berasal dari polimer beserta varian turunannya seperti polystyrene. Selain polimer, zat ini ternyata juga berasal dari kantong plastik kresek yang biasa kita gunakan, yang secara perlahan-lahan hancur tapi tidak terurai.
Reza menyebut, plastik yang berubah menjadi mikroplastik itu akan dikonsumsi oleh biota lainnya seperti plankton. Plankton kemudian dimakan oleh ikan, dan ikan dikonsumsi oleh manusia.
“Hal ini membuat mikroplastik yang awalnya berada di plankton kini berpindah ke makhluk lain seperti ikan dan manusia”, ujar Reza.
Meski belum diketahui secara pasti dampaknya bagi kesehatan, namun riset yang dilakukan LIPI terhadap mikroplastik mencatat sejumlah temuan, yakni hewan yang mengkonsumsi mikroplastik akan mengalami tumor pada bagian saluran pencernaan.
“Hal ini menjadi indikasi bahwa plastik berdampak buruk pada biota”kata Reza.
Selain itu, menurut Reza, mikroplastik dapat membawa polusi ke dalam tubuh. “Plastik secara umum bisa menjadi tempat menempel bahan polusi lain. Akibatnya, bahan pencemar akan masuk ke tubuh,” jelasnya
Jumlahnya Sedikit
Meski Indonesia merupakan negara kedua penyumbang sampah plastik terbanyak ke lautan, ternyata jumlah mikroplastik di Indonesia masih sedikit.
“Mikroplastik di Indonesia jumlahnya sedikit, jika kita dibandingkan dengan Cina dan AS. Kita masih lebih rendah,” ungkap Reza.
Hasil riset LIPI menemukan kandungan mikroplastik di Indonesia kurang lebih sama dengan kandungan mikroplastik di Samudra Hindia.
Jumlahnya sekitar 30 – 960 partikel mikroplastik per liter air. Sementara di China telah mencapai 17 ribu partikel dalam tiap satu liter air.
Meski jumlah mikroplastik di Indonesia terbilang rendah, Reza dalam risetnya menyebut mikroplastik berpotensi sebagai ancaman bagi lingkungan dan biota laut.
“Dampak jangka pendeknya lebih rendah, dan dampak jangka panjang pada manusia belum diketahui. Tapi bukan berarti kita bisa mengabaikannya begitu saja,” pungkasnya. (Jekson Simanjuntak)
–>