BANYUWANGI, BERITALINGKUNGAN.COM — Forum Nelayan Tangkap Jawa Timur menolak syarat 5 gram untuk lalu lintas benih lobster antar wilayah budidaya dalam negeri, sebagaimana Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 tahun 2021 tentang pengelolaan lobster di Indonesia.
Perwakilan Forum Nelayan Jawa Timur Rahman menilai kebijakan itu telah menyengsarakan hidup nelayan tangkap. Aturan itu mempersulit nelayan untuk menjual hasil tangkapan BBL (Benih Bening Lobster).
“Kondisi kami sudah susah, tolong jangan dipersulit lagi. Ini masa pandemi, kami nelayan sudah susah cari makan sehari-sehari, kok jual benih di dalam negeri aja dipersulit. Kami kan sudah mendukung ekspor benur ditutup, jadi mau apalagi?” ujar Rahman, Senin (26/7).
Rahman menambahkan, “Satu-satunya pembeli kami sekarang pembudidaya itu, tapi sekarang mau jual ke pembudidaya dalam negeri aja susah”.
Karena sehari-hari berporfesi sebagai nelayan tangkap, mereka kesulitan memahami teknik budidaya lobster yang benar. Jika ingin melakukan budidaya, dibutuhkan modal yang cukup besar.
“Kami nelayan tangkap tidak ngerti budidaya, kok disuruh jadi pembudidaya, modal dari mana? Kami tidak bisa. Di wilayah kami hanya sedikit pembudidaya, kemana kami mau jual semua benih yang kami tangkap?” tanya Rahman.
Karena itu, Rahman berharap Presiden Jokowi memperhatikan nasib mereka, sembari berharap syarat 5 gram dalam perdagangan benih lobster segera dicabut. Jika ternyata keluhan dan aspirasi mereka tidak ditanggapi, setelah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Rahman dan teman-temannya akan mendatangi kantor presiden di Jakarta.
“Pak Menteri hanya janji palsu mau mensejahterakan nelayan. Apabila aturan 5 gram tidak direvisi, setelah PPKM kami akan datang ke Jakarta mengadu kepada Pak Jokowi,” ungkap Rahman.
Sementara itu, di tempat terpisah, anggota Komisi IV DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan I Made Urip menginginkan agar polemik Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) 17/2021 jangan sampai merugikan nelayan.
“Jadi kan, mungkin apa alasan dari temen-temen di kementerian, kita harus benar-benar dengarkan. Jangan sampai merugikan para nelayan kita,” ujar Made Urip, Minggu (25/07/2021)
Politisi asal Bali itu juga menjelaskan, meskipun Permen KP 17/2021 sepenuhnya merupakan kewenangan pihak kementerian, namun ketika merugikan nelayan, maka aturan itu terbuka untuk direvisi.
“Beda dengan UU, harus kita bahas bersama antara kementerian dengan DPR. Jadi kalau Permen ya kewenangan dia (KKP-red). Cuma kalau itu merugikan nelayan kita, karena menghantam dari ekonominya, kurang menguntungkan dan merugikan, kan harus diperhatikan,” tegasnya.
Made Urip memastikan, Komisi IV DPR RI akan mendengarkan aspirasi nelayan, termasuk mencari alternatif solusi terbaik. “Kita akan akomodasi pendapat dari daerah, terutama daerah-daerah yang menjadi basis para nelayan yang dirugikan oleh Permen KP. Kan, harus kita bicarakan, baik dengan Dirjen dan saudara menterinya,” katanya.
Selanjutnya, Made Urip menambahkan, “ketika ada rapat kerja dengan menteri, atau rapat dengar pendapat dengan dirjen yang menangani itu, kita akan sampaikan. Karena kondisi daerah kan beda-beda”.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) TB Haeru Rahayu yang dihubungi secara terpisah, mengaku belum bisa memberi keterangan. Mereka masih mendiskusikan hal itu.
“Maaf, kami harus satu pintu, untuk publikasi ada di humas, saya hanya suplai data saja,” pungkasnya. (Jekson Simanjuntak)