JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Permohonan Judicial Review (JR) UU Minerba memasuki sidang kedua dengan agenda perbaikan, sebagaimana disarankan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sebelumnya. Sidang yang berlangsung kurang dari 30 menit itu dihadiri oleh hakim Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Juru bicara penasihat hukum pemohon Muhammad Isnur, di dalam persidangan menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan perbaikan sebagaimana yang dianjurkan oleh hakim MK di sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin, 9 Agustus 2021.
Isnur juga mengatakan bahwa sidang permohonan JR UU Minerba ini sangat menentukan nasib bangsa, karena terkait dengan penguasaan sumber daya alam dan pembangunan yang berkelanjutan, sebagaimana dijamin dalam pasal 33 ayat 3 dan 4 UUD 1945.
“Dengan kehadiran UU Minerba ini, kedaulatan negara mengelola sumber daya alamnya dirampas dan diserahkan kepada entitas bisnis bidang pertambangan batubara dan mineral,” ungkapnya.
Negara melalui UU Minerba, menurut Isnur telah memberikan karpet merah kepada para pelaku usaha bahwa pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Mereka diberikan jaminan perpanjangan menjadi Izin Usaha IUPK. “Ini sangat berbahaya bagi keselamatan rakyat dan lingkungan,” terangnya.
Lebih lanjut, Isnur menjelaskan bahwa keberadaan UU minerba sangat tidak pro pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan, karena keberadaannya memberikan kekuasaan yang besar kepada sektor swasta untuk mengelola bahkan mengeksploitasi sumber daya alam.
“Faktanya watak khusus industri pertambangan merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis, kompleks, dan berisiko terhadap lingkungan, seperti mengubah bentang alam, mencemari dan merusak lingkungan hidup,” papar Isnur.
Lasma Natalia yang juga kuasa hukum pemohon menyebut bahwa dalam perbaikan permohonan JR, tim kuasa hukum telah memasukkan UU Cipta Kerja. Penambahan itu dalam konteks pasal 162 UU Minerba yang telah diubah dalam pasal 39 UU Cipta Kerja.
“Kami berharap permohonan JR UU Minerba harus masuk dalam pemeriksaan selanjutnya untuk mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR sebagai pihak pembentuk UU, dan mendengar keterangan pihak-pihak terkait,” kata Lasma Natalia, kuasa hukum pemohon.
Menurut Lasma, juga sangat penting untuk mendengar keterangan saksi dan ahli. Hal itu seharusnya dipenuhi hakim MK dalam proses sidang permohonan Uji Materi UU Minerba. “Karena ini menyangkut nasib rakyat, bukan saja warga di sekitar lokasi tambang tapi juga di sektor hilir industri ini,” paparnya.
Dalam penutupan sidang, hakim menyebut bahwa permohonan Uji Materi akan ditentukan melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK, sebelum akhirnya informasi kelanjutan sidang akan diumumkan oleh panitera.
Selama ini, sidang kelengkapan permohonan menjadi momen krusial, karena hakim akan memutuskan, apakah melanjutkan atau menghentikan sidang, melalui pembacaan putusan tanpa melakukan sidang selanjutnya, pasca perbaikan.
“Majelis hakim akan menentukan bagaimana nasib hak-hak warga bisa dihadirkan dengan meninjau ulang UU Minerba ini. Pada waktu bersamaan, warga yang kini terhimpit pandemi berharap keadilan bisa diwujudkan di uji terakhir,” terang Lasma.
Lasma juga berharap, “Putusan hakim usai sidang kedua akan menjawab bagaimana hukum bisa membawa rakyat menuju keadilan dan kesejahteraan, bukan kesengsaraan dan hilangnya hak-hak konstitusi”.
Anggota tim kuasa hukum pemohon lainnya Judianto Simanjuntak berharap agar majelis hakim menilai permohonan ini dalam konteks kedaulatan Indonesia, untuk menyelamatkan pengelolaan sumber daya alam kepada negara yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat mandat pasal 33 UUD 1945.
Menurut Judianto, permohonan uji materi merupakan langkah terakhir yang bisa dilakukan rakyat, karena sebelumnya suara dan aspirasi penolakan UU minerba tidak pernah direspons oleh Pemerintah dan DPR.
“Kini, nasib UU minerba ada di majelis hakim MK. Seharusnya majelis hakim membuka hati nuraninya bahwa ada suara yang disampaikan rakyat untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran,” pungkasnya. (Jekson Simanjuntak)