![]() |
Photo: Mark Rackley/Discovery Channel. |
SORONG, BL- Upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia untuk melindungi jenis ikan terancam punah dan menjaga keseimbangan ekosistem perairan laut mendapat respon positif dari Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat.
Ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) No. 9/2012 tentang Larangan Penangkapan Ikan Hiu, Pari Manta dan Jenis-Jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Kabupaten Raja Ampat.
Perda tersebut diharapkan mampu memproteksi jenis ikan rawan terancam punah yang berada di wilayah perairan Raja Ampat.
“Hari ini, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat melakukan terobosan baru dengan menjadi kabupaten pertama di Indonesia yang mengeluarkan peraturan daerah untuk melindungi beberapa biota laut yang sudah semakin terancam populasinya di alam. Saya berharap Perda ini memicu pemerintah daerah lain serta pemerintah pusat untuk mengembangkan peraturan sejenis,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, ketika membuka Simposium Nasional Perlindungan Hiu di Indonesia, di Jakarta (19/03).
Menurut Sharif, akhir-akhir ini aktivitas penangkapan hiu, terutama perdagangan sirip hiu banyak mendapat sorotan dunia internasional. Penangkapan yang tidak terkendali dapat menyebabkan ancaman kepunahan ikan hiu dunia.
The Conference of the Parties to the Convention on International Trade in Endangered Species (COP CITES) pada bulan Maret tahun 2013 memasukkan 4 spesies hiu ke dalam daftar Appendik II CITES. Ini berarti Indonesia harus melakukan langkah-langkah pengelolaan yang lebih baik terhadap sumberdaya ikan hiu di Indonesia.
“Dengan masuknya beberapa spesies hiu ke dalam Daftar Appendik II CITES, ini berarti bahwa kegiatan penangkapan ikan hiu masih tetap diperbolehkantapidengan pengaturan yang ketat,” jelasnya.
Sharif menegaskan, banyak kalangan, termasuk KKP, menilai masalah perburuan hiu sangat kompleks karena melibatkan berbagai dimensi, baik itu dimensi ekonomi, sosial, budaya hingga perlindungan atau konservasi. Upaya menghentikannya pun, bukan perkara mudah. Selama masih ada pembeli yang mau menerima sirip-sirip hiu, maka pasar akan selalu terbuka, dan perburuan masih akan terus terjadi.
Mengatasinya, butuh sebuah pendekatan yang holistik secara ekonomi – politik. Tidak cukup hanya menangkap pelaku perburuan saja tetapi termasuk juga memperkuat regulasi dan penegakan hukum di lapangan terhadap negara penerimanya.
Populasi hiu mengalami penurunan yang cepat dan drastis di seluruh dunia akibat tekanan perburuan. Permintaan sirip hiu yang terus meningkat dipasar internasional disinyalir menjadi pemicunya. Sedikitnya 73 juta ekor hiu dibunuh setiap tahunnya yang sebagian besar hanya diambil siripnya saja, sebagai bahan sup.
Akibatnya, banyak spesies hiu telah mengalami penurunan lebih dari 75%, bahkan pada beberapa spesies tertentu hingga 90% atau lebih. Hiu menjadi sasaran langsung maupun tidak langsung sebagai tangkapan sampingan dalam industri perikanan pelagis. Bahkan saat ini, Indonesia menduduki peringkat tertinggi sebagai eksportir hiu dan pari manta terbesar di dunia.
Sebagai bentuk komitmen pemerintah, Menteri Kelautan dan perikanan telah menetapkan kepulauan Raja ampat sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional melalui Keputusan Menteri KP No. 64/Men/2009 tentang penetapan kawasan konservasi perairan nasional kepulauan Raja Ampat dan laut di sekitarnya di provinsi Papua Barat serta Keputusan Menteri KP No. 65/Men/2009 tentang penetapan kawasan konservasi nasional kepulauan Waigeo sebelah barat dan laut di sekitarnya di provinsi Papua Barat. (PATRIX B. TANDIRERUNG).