Ilustrasi patroli gajah di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Foto : Wikipedia.
RIAU, BERITALINGKUNGAN.COM — Di balik lebatnya hutan tropis Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), terkuak kejahatan yang tak hanya merusak alam, tapi juga mencederai kepercayaan adat.
Seorang tokoh adat atau Batin berinisial JS ditangkap Polda Riau karena diduga menjual lahan konservasi seluas 113 ribu hektare dengan mengklaim sebagai tanah ulayat.
Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, menegaskan bahwa penegakan hukum ini merupakan langkah penting dalam menjaga keberlangsungan kawasan konservasi. “TNTN bukan sekadar lahan kosong. Ia adalah rumah bagi gajah, harimau, dan kekayaan ekosistem yang tak ternilai,” tegas Herry.
JS disebut memperjualbelikan lahan kepada lebih dari 100 orang, dengan memanfaatkan posisinya sebagai tokoh adat untuk mengklaim kawasan konservasi sebagai tanah warisan adat. Modus ini dinilai bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap alam dan generasi mendatang.
“Pelaku menjual tanah konservasi dengan klaim sebagai tanah ulayat. Ini bukan sekadar konflik lahan, ini adalah kejahatan lingkungan,” ujar Herry seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman Metro TV (25/06/2025).
Kasus ini terungkap dari pengembangan penyelidikan terhadap tersangka berinisial DY, yang ditangkap pada Februari lalu setelah membeli 20 hektare lahan di kawasan TNTN dari JS.
Polisi kemudian menelusuri transaksi-transaksi mencurigakan lainnya, hingga terungkap skema penjualan lahan dalam skala masif ini.
Tesso Nilo, Surga Terancam di Jantung Riau
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan saat konferensi pers kasus di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Taman Nasional Tesso Nilo dikenal sebagai salah satu benteng terakhir keanekaragaman hayati di Pulau Sumatera. Wilayah ini menjadi habitat penting bagi gajah Sumatera dan harimau Sumatera, dua spesies kunci yang terancam punah.
Namun, tekanan deforestasi, perambahan ilegal, dan konflik lahan terus menghantui kelestariannya. Penjualan ilegal lahan konservasi dengan dalih adat menjadi tantangan serius dalam menjaga integritas kawasan konservasi.
Meski tanah ulayat diakui dalam sistem hukum Indonesia, pengakuan tersebut tidak boleh dimanfaatkan untuk mengkomersialisasi wilayah yang secara hukum telah ditetapkan sebagai kawasan lindung.
Perlindungan TNTN Tak Bisa Ditawar
Polda Riau menyatakan akan terus mengembangkan kasus ini dan memburu pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk pembeli lahan yang ikut merusak fungsi konservasi. Langkah ini juga menjadi sinyal tegas bahwa tidak ada ruang kompromi bagi pelaku kejahatan lingkungan, bahkan jika mereka berlindung di balik simbol adat.
Penangkapan JS diharapkan menjadi titik balik dalam upaya pemulihan dan perlindungan Tesso Nilo. Karena hutan bukan hanya warisan budaya, tapi juga sumber kehidupan dan pelindung bumi dari krisis iklim yang kian mengancam.
“Kita tidak bisa menyelamatkan masa depan jika membiarkan hutan dijual seolah tanah pribadi. Konservasi adalah tanggung jawab bersama,” pungkas Herry (MT/BL/Wan)