Ilustrasi biopori. Foto : Ist.
YOGYAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Di tengah gempuran isu lingkungan global, Yogyakarta menunjukkan langkah konkret dengan meluncurkan Gerakan Menuju Sejuta Biopori, sebuah inisiatif kolaboratif yang tak hanya mengusung semangat pelestarian, tapi juga edukasi dan kebersamaan lintas generasi serta lintas komunitas.
Bertempat di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tanggal 15 Juni 2025, sebanyak 100 peserta dari berbagai kalangan berkumpul dalam semangat yang sama: menjaga bumi dari lubang kecil bernama biopori.
Acara yang dihadiri langsung oleh Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, dan inovator teknologi biopori, Prof. Kamir R. Brata, menjadi simbol dimulainya upaya berkelanjutan untuk mengelola air hujan dan sampah organik secara lebih bijak.
Gerakan ini merupakan hasil sinergi antara Pemerintah Kota Yogyakarta, Paguyuban Bank Sampah DIY, Lokalab, Perisai Bumi, CSCS UGM, P3Nusantara, PERSADA LANGGENG MAKMUR, dan Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Jawa. Hadir pula para pengurus Bank Sampah dari empat wilayah—Yogyakarta, Sleman, Bantul, dan Gunungkidul—serta generasi muda dari GKJ dan OMK, membuktikan bahwa kepedulian lingkungan kini jadi urusan bersama.
Kembali ke Akar Biopori
Dalam pemaparannya, Dr. Kamir, penemu lubang resapan biopori dari IPB, menyoroti banyaknya penyimpangan dalam praktik pembuatan biopori. Salah satunya, penggunaan pipa paralon yang mahal dan tidak ramah tanah. “Kita harus kembali pada prinsip dasar biopori: murah, sederhana, dan memulihkan keanekaragaman hayati tanah,” tegasnya.
Gerakan ini akan terus bergulir hingga puncaknya pada 28 Oktober 2025, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, di mana sejuta lubang biopori ditargetkan dapat dibuat serentak sebagai wujud cinta lingkungan dari masyarakat Indonesia.
Tak hanya edukatif, acara ini juga inspiratif. Pertunjukan wayang kristal oleh Ki Sardiman Beib, yang terbuat dari botol plastik daur ulang, menyuguhkan narasi kuat tentang krisis plastik dan ancaman mikroplastik bagi tubuh manusia. “Dulu, hanya ada bahan organik. Sekarang, mikroplastik ikut masuk ke tubuh kita. Ini bahaya besar,” ujar Beib penuh keprihatinan.
Tiga Bulan Menjabat, Sampah Jadi Tantangan Pertama
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, mengakui pengelolaan sampah menjadi pekerjaan rumah terberat dalam masa jabatannya yang baru tiga bulan. “Sampah langsung menyambut saya sejak hari pertama,” ucapnya disambut tawa dan tepuk tangan. Ia menekankan pentingnya mengaitkan isu sampah dengan kesehatan masyarakat, serta perlunya pendekatan sistematis dan partisipatif.
Acara ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama dari seluruh peserta, menandai awal baru perjuangan bersama untuk bumi. Harapannya, gerakan ini mampu membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah sederhana—seperti membuat satu lubang biopori.
Karena sejatinya, menjaga lingkungan bukan sekadar tugas pemerintah atau aktivis, tapi kewajiban moral setiap warga yang menginginkan masa depan yang bersih, sehat, dan lestari. Yogyakarta telah memulainya. Siapkah kota lain menyusul? (Yustinus/Wan)