JAKARTA, BL-Kondisi tingkat kemacetan di Jakarta sudah dalam taraf mengkhawatirkan. Pertumbuhan volume kendaraan yang tidak dibarengi dengan ketersediaan sarana transportasi massal menjadi salah satu penyebab.
Rencana pemerintah menaikkan harga BBM juga turut memperburuk keadaan. Setiap tahun kerugian yang di derita oleh warga ibukota diperkirakan mencapai 28 triliun rupiah.
Angka 28 triliun ini akan terus membengkak sesuai dengan tingkat kemacetan dan harga BBM yang juga mengalami peningkatan, akibat kenaikan harga minyak mentah global. Setidaknya ini yang dikatakan Firdaus Ali, seorang pakar lingkungan UI kepada beritalingkungan.com mengenai hasil penelitiannya.
“Saya melihat angka ini masih jauh lebih moderat dari hasil perkiraan Bappenas (2007) maupun SITRAM (Studi on Integrated Transportation Master Plan) tahun 2004 yang mencapai 43 Triliun/tahun”, ujar Firdaus Ali.
Dari hasil penelitian tersebut, Firdaus menemukan beberapa faktor penyebab kerugian, yakni:
1. pemborosan BBM yang terus meningkat per-jarak tempuh kendaraan sebesar Rp10,7 trilun per tahun. Kerugian bahan bakar dihitung dari banyaknya BBM yang terbuang karena kendaraan terjebak kemacetan.
2. Hilangnya waktu produktif pengguna jalan sebesar Rp9,7 triliun per tahun.
3. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit terkait dengan peningkatan emisi pencemar di udara Jakarta sebesar Rp5,8 triliun per tahun. Kerugian kesehatan antara lain karena stres atau faktor polutan asap yang keluar saat kemacetan dan terhirup oleh warga ibukota lainnya yang sedang melintas.
4. Kerugian hilangnya kesempatan mendapatkan pendapatan oleh pengusaha angkutan umum sebesar Rp1,9 triliun per tahun. Hal ini terjadi karena jarak tempuh mengecil per-liter bahan bakar yang dikonsumsi dengan ritasi yang berkurang drastis akibat kondisi jalan yang semakin macet
Selain itu, kemacetan juga bisa berimplikasi pada semakin cepat hausnya peralatan mekanik kendaraan per-jarak tempuh (km). Perilaku pengemudi yang kerap berlaku ugal-ugalan di jalan demi mengejar setoran juga turut menambah biaya yang diakibatkan oleh kemacetan. Sebuah ironi, mengingat angkutan umum merupakan salah satu faktor utama penyebab kemacetan di ibukota.
“Supir yang ugal-ugalan sangat potensial mendatangkan kecelakaan. Belum lagi jika dikaitkan dengan angkutan yang suka mengetem sembarangan membuat tersendatnya arus lalu lintas”, tambah Firdaus.
Semua komponen di atas merupakan hasil analisa lebih lanjut yang dilakukan dari pengembangan terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh Program Studi Teknik Lingkungan FTUI, Departemen Teknik Sipil FTUI, Bappenas, World Bank, dan SITRAM sejak 2004.
Solusi Kemacetan
Menyikapi besarnya kerugian yang dialami oleh warga ibukota akibat kemacetan, selaku pakar lingkungan, Firdaus Ali punya beberapa resep jitu. Menurutnya masih ada alternatif yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan membenahi secara total sistem transportasi sehingga ibukota memiliki angkutan masal cepat yang aman, nyaman, terjangkau, dan tepat waktu.
“Alternatif ini adalah pilihan yang tidak bisa ditunda lagi. Jika dibiarkan tentunya semakin parah”, ungkapnya.
Membatasi jumlah kendaraan pribadi, baik roda 4 dan khususnya roda 2 menjadi pilihan yang sangat mungkin dilakukan. Pasalnya data Polda Metro Jaya menyebutkan ada 12 juta kendaraan hilir mudik pada tahun 2011 di Jakarta, terdiri dari 8.244.346 unit kendaraan roda dua dan 3.118.050 unit kendaraan roda empat. Jika tidak dibatasi angka ini akan terus membludak.
“Dibutuhkan kerjasama dan koordinasi di antara pengambil kebijakan, perbankan atau lembaga pembiayaan, dan yang lebih penting lagi adalah produsen kendaraan bermotor tersebut”, ujar Firdaus.
Membuat Jakarta menjadi cyber city juga merupakan solusi teranyar yang patut di coba. Pasalnya, pergerakan orang dalam waktu bersamaan dan dalam jumlah besar mengakibatkan kemacetan. Jika saja pemerintah dan swasta mampu mengeluarkan kebijakan implementatif mengenai waktu bekerja di luar kantor, dalam hal ini di rumah, kemacetan pastinya turun cukup drastis.
“Bayangkan jika kantor-kantor pemerintah dan juga swasta mempunyai kebijakan dimana 1 -2 hari dalam seminggu, karyawannya boleh bekerja di rumah. Hal ini akan mengurangi volume lalu lintas harian ibu kota yang tentunya akan berdampak pada pengurangan kemacetan, konsumsi BBM, dan polusi udara”, paparnya.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per April 2012 nanti perlu dicermati dengan hati-hati. Jangan sampai kebijakan tersebut malah meningkatkan kebutuhan konsumsi BBM dari tahun sebelumnya yang tentu saja bisa berdampak kepada banyak hal. Kemacetan salah satunya.
“Jika harga pertamax menjadi sepuluh ribu, subsidi pemerintah yang awalnya Rp. 4.500 menjadi Rp. 6.000, dalam perkiraan saya angka ini akan naik. Ditambah jumlah kendaraan di jalan, dan jarak tempuh semakin pendek,menyebabkan emisi per-jarak tempuh bertambah. maka akan ada eskalasi yang lebih dari 28,1 triliun di 2012 ini”, pungkas Firdaus Ali. (Jekson Simanjuntak)