JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM— Suasana pagi di Balai Kota Jakarta kemarin sedikit berbeda. Perwakilan masyarakat sipil dari berbagai organisasi, seperti Greenpeace Indonesia, Urban Poor Consortium (UPC), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), datang membawa satu pesan: kinerja 100 hari Pramono “Pram” Anung dan Abdul “Doel” Muhaimin belum menyentuh akar persoalan kota.
Dalam aksi damai yang digelar Senin pagi, mereka menyerahkan “rapor rakyat” sebagai bentuk evaluasi terhadap pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Isi rapor itu tak main-main: delapan catatan kritis disampaikan lengkap dengan rekomendasi kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada warga.
“Kami melihat masih banyak masalah mendasar yang diabaikan dalam program quick wins 100 hari Pram-Doel. Warga butuh lebih dari sekadar simbolisme,” ujar Jeanny Sirait, Juru Kampanye Keadilan Iklim Greenpeace Indonesia.
Delapan Catatan Kritis
Delapan isu utama yang jadi sorotan antara lain:
-
Pengelolaan sampah yang dinilai keliru karena mengandalkan teknologi RDF (Refuse Derived Fuel) yang mahal dan berdampak pada kesehatan warga.
-
Tingginya angka pengangguran, yang tak tertolong oleh bursa kerja tanpa pelatihan yang relevan.
-
Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang minim terobosan.
-
Pelayanan publik yang lambat dan tidak ramah warga.
-
Penataan kampung kota yang stagnan.
-
Penggusuran yang terus menghantui warga miskin kota.
-
Kepastian hunian Kampung Bayam yang masih mengambang.
-
Reforma agraria perkotaan yang mandek di atas meja birokrasi.
Warga Masih Jadi Penonton
Menurut Alif Fauzi Nurwidiastomo, Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta, birokrasi Jakarta masih pilih kasih dan menyulitkan partisipasi warga.
“Ini melanggar prinsip pelayanan publik. Bukan cuma soal pelayanan lambat, tapi juga ketidakadilan dalam mengakses hak dasar warga Jakarta,” tegasnya.
Ia juga menyoroti belum disahkannya Rancangan Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum, yang padahal sangat dibutuhkan warga tidak mampu.
Kampung Bayam Masih Tanpa Kepastian
Warga Kampung Bayam di Jakarta Utara juga kembali bersuara. Setelah menanti hunian yang dijanjikan, mereka masih belum mendapat kepastian hukum maupun fisik.
Penataan kampung kota, yang semestinya jadi bagian dari agenda reformasi agraria perkotaan, hingga kini belum menunjukkan kemajuan berarti.
Aksi Ini Bukan Sekadar Kritik
Jeanny menegaskan, aksi hari ini bukan untuk menjatuhkan pemerintah, tapi justru bentuk nyata partisipasi warga.
“Kami tidak datang hanya untuk mengkritik, tapi juga membawa rekomendasi agar Jakarta bisa dibangun bersama, jadi kota global yang inklusif dan berkelanjutan,” tuturnya.
Hingga berita ini ditulis, Pemprov Jakarta belum memberikan tanggapan resmi atas rapor tersebut. Namun para aktivis dan warga yang hadir berharap Pram-Doel benar-benar mendengarkan suara rakyat dalam membentuk arah pembangunan ke depan (Wan).