JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM — Setiap tanggal 30 Januari, masyarakat peduli lingkungan memperingati Hari Primata Indonesia. Semodel dengan kebanyakan hari peringatan spesies dan lingkungan lainnya, peringatan Hari Primata Indonesia dilatarbelakangi dengan keprihatinan terhadap kondisi primata di Indonesia.
Hari Primata Indonesia terecetus atas keprihatinan maraknya perdagangan illegal primata Indonesia. Catatan ProFauna menyebutkan bahwa perdagangan primata di Indonesia cukup tinggi. Lebih dari 95% primata yang diperdagangkan di Indonesia adalah hasil tangkapan dari alam.
Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI Rika Anggraini mengatakan, fakta tersebut jelas mengkhawatirkan keberlangsungan hidup primata di Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa menurunnya populasi primata di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor.
Selain perdagangan ilegal, penyebab lain, yaitu rusaknya habitat akibat bencana alam, alih fungsi lahan, perburuan liar, dan lain-lain. Belum lagi contoh fakta bahwa 78% sebaran populasi orang-utan berada di luar wilayah konservasi.
“Selain perlindungan terhadap individu dan spesies, edukasi untuk menumbuhkan kepedulian terhadap primata harus terus dibangun, terutama kepada masyarakat yang tinggal di dekat habitat mereka,” kata Rika.
Masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa banyak keuntungan yang didapat, jika hidup selaras dengan hutan dan satwa yang tinggal didalamnya. “Termasuk primata,” ujarnya.
Rika menambahkan bahwa istilah tak kenal maka tak sayang juga berlaku pada pelestarian satwa di Indonesia. Banyak primata yang merupakan satwa endemik alias hanya terdapat di Indonesia. Saat ini diketahui 59 spesies dari 11 genus satwa primata mendiami berbagai tipe habitat alaminya (Roos et al. 2014).
Jumlah tersebut termasuk jenis primata yang dilindungi dan endemik. Indonesia memiliki 12% dari total satwa di dunia, dimana jumlah spesies primata di Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Madagaskar.
Fakta Primata Indonesia
Menurut Rika, ada beberapa fakta terkait primata Indonesia yang perlu diketahui. Jenis primata yang tertinggi di Indonesia berasal dari genus Presbytis (Surili) sebanyak 15 spesies, disusul Macaca (Makaka) 10 spesies, Tarsius (Tarsius) 9 spesies, Hylobates (Owa) 8 spesies dan genus Nycticebus (Kukang) 6 spesies (Roos et al. 2014; b. IUCN, 2018).
Surili di Indonesia tersebar di Pulau Sumatra dimana di setiap wilayah hanya ditemukan satu spesies saja. Berbeda dengan Pulau Kalimantan, Surili ditemukan hidup tumpang tindih dengan Presbytis yang lain.
“Perbedaan ini kemungkinan karena di Sumatra komponen penyusun habitat terutama pohon pakan lebih beragam dibandingkan di Pulau Kalimantan,” paparnya.
Saat ini, primata di Indonesia tersebar di 4 pulau besar, yaitu Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi, dengan jumlah spesies masing – masing, yaitu Sumatra 24 spesies, termasuk satwa primata Kepulauan Mentawai (4 spesies satwa primata yang endemik).
Kalimantan 14 spesies, Sulawesi 16 spesies, sedangkan Jawa dan Bali hanya 5 spesies (Ross et al. 2014). Di Pulau Papua dan Kepulauan Maluku tidak ditemukan jenis satwa primata.
“Terisolasinya pulau-pulau di nusantara menyebabkan banyak jenis satwa primata Indonesia menjadi satwa primata endemik,” terangnya. Satwa primata yang ada saat ini diyakini sebagai hasil evolusi dari satwa primata zaman dahulu, yang berasal dari satu benua yang dikenal dengan Pangea (http://people. wku.edu/charles.smith/wallace/S494.htm).
Selain itu, Indonesia memiliki satwa 59 spesies primata, namun keberadaan mereka sangat mengkhawatirkan. Sebagian besar spesies satwa primata Indonesia oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) berstatus kritis, terancam dan rentan.
Sementara CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) menetapkan status primata Indonesia Apendix I dan Apendix II. Indonesia belum memperlakukan primata sebagai sumber daya alam untuk kepentingan pembangunan nasional (https://primata.ipb.ac.id)
Ketika kebanyakan primata adalah pemakan buah dan daun, hal itu membuat primata sebagai penyebar benih yang sangat aktif. Hutan dan primata memberikan dampak ekologis satu sama lainnya.
“Kelestarian hutan membuat supply makanan primata terjaga. Dan sebaliknya, aktivitas menyebar benih primata membuat hutan tetap lestari,” ungkapnya.
Tak hanya itu, primata juga berfungsi sebagai pengontrol hama dan penjaga keseimbangan ekosistem. Primata merupakan pengendali hama yang baik. Tak seperti kebanyakan dengan primata yang lain, tarsius dan kukang merupakan pemakan serangga.
Di sisi lain, beberapa primata seperti surili merupakan mangsa dari macan tutul. Kelimpahan primata di hutan, menghindari macan tutul dan spesies kucing besar lain untuk memangsa ternak warga.
Terakhir menurut Rika, primata dapat menjadi daya tarik wisata minat khusus baik bagi turis domestik maupun manca negara. Sebaran primata yang berada di 4 pulau besar seperti Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi membuat potensi wisata minat khusus primata di Indonesia begitu besar.
“Belum lagi spesiesnya yang beragam, dipadu dengan kondisi alam yang indah dan budaya lokal yang khas,” ujarnya
Selain dapat menambah penghasilan masyarakat lokal, wisata minat khusus dapat mendorong target penerimaan pendapatan daerah dan nasional dengan bertambahnya pengeluaran dan lama tinggal turis di Indonesia. (Jekson Simanjuntak)