JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), organisasi nirlaba yang merupakan bagian dari GoTo Group meluncurkan Catalyst Changemakers Lab (CCL) pada 5 November 2021.
CCL merupakan sebuah program bagi para changemakers (agen perubahan) untuk berkolaborasi untuk mengatasi permasalahan akses air minum dan ketahanan menghadapi bencana hidrometeorologi.
Chairwoman Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) Monica Oudang mengatakan, “Kita semua menyadari bahwa air merupakan penopang kehidupan manusia. Namun kami melihat ada dua isu yang membutuhkan kita untuk bergerak bersama.”
Pertama, air minum layak harus dapat diakses oleh setiap individu. Kedua, bencana terkait air semestinya tidak memberikan kerugian sosial ekonomi yang berat terhadap masyarakat.
“Dengan prinsip gotong royong, YABB berkomitmen untuk mendorong perubahan yang mengakar dan berkesinambungan,” katanya.
Karena itu, YABB berharap CCL mampu melakukan langkah perubahan pada sistem dengan memanfaatkan kolaborasi, inovasi dan teknologi. “Hal ini kami lakukan dalam mendukung pemerintah demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang dapat menikmati air minum layak dan lebih tahan terhadap bencana terkait air,” kata Monica.
Selanjutnya, YABB melalui pilar Thrive Greener diharapkan mampu menyediakan solusi untuk masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Monica berharap CCL menjadi cara baru dalam menghadapi tantangan yang ada.
“Sehingga dapat mempercepat proses intervensi terhadap masalah air saat ini. Kedepannya, ketahanan bencana terkait air pun akan kami tidak hanya oleh Indonesia, tapi juga Filipina dan Vietnam,” ujarnya.
Direktur Perumahan dan Permukiman Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Tri Dewi Virgiyanti mengapresiasi upaya YABB dengan membentuk kolaborasi para changemakers mulai dari perusahaan rintisan (start up), organisasi masyarakat sipil (CSO) serta komunitas untuk membantu percepatan akses terhadap air minum layak dan aman.
Hal ini sesuai dengan target pemerintah, dimana seluruh masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap air minum layak di tahun 2024. “Termasuk 30% akses air minum perpipaan, dan 15% akses air minum yang aman” ungkapnya.
Saat ini, bukan hanya permasalahan air minum layak yang menjadi pekerjaan bersama. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa 98% bencana yang terjadi di Indonesia sejak Januari sampai Agustus 2021 ternyata terkait dengan bencana hidrometeorologi basah.
Bencana terkait air tidak hanya menelan ratusan korban jiwa, namun menimbulkan kerugian sosial ekonomi yang berat bagi masyarakat yang tinggal di area rentan bencana.
Sementara itu, Co-Founder and Managing Partner Social Innovation Accelerator Program (SIAP) William Hendradjaja mengatakan, ia bangga menjadi bagian dari Catalyst Changemakers Lab (CCL) yang mengkombinasikan penggunaan teknologi yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di berbagai daerah.
“CCL akan melanjutkan rangkaian program dengan aktivasi untuk menyatukan para pemangku kepentingan dalam membahas isu air di Semarang, Makassar, dan Bandar Lampung. Karena itu kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terlibat,” tutupnya. (Jekson Simanjuntak)