Ilustrasi kerusakan hutan di Indonesia.
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– Dalam menanggapi pidato kenegaraan terakhir Presiden Joko Widodo pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Jumat, 16 Agustus 2024, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memberikan kritik tajam terkait klaim keberhasilan pembangunan yang disampaikan oleh Presiden.
Fanny Tri Jambore, Kepala Divisi Kampanye WALHI, menyatakan bahwa pembangunan yang dilakukan selama satu dekade terakhir justru memperlihatkan watak kolonial yang lebih menekankan pada kepentingan korporasi dan elit daripada rakyat.
Fanny menyoroti bahwa pembangunan yang disebut ‘indonesiasentris’ oleh Presiden Jokowi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Pembangunan yang seharusnya adil dan merata justru terpusat pada kepentingan segelintir elit melalui ratusan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merusak lingkungan dan memicu konflik agraria di berbagai wilayah,” ujarnya. Fanny mencontohkan beberapa proyek seperti Rempang Eco-City di Kepulauan Riau, pertambangan di Halmahera, Maluku Utara, dan proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang dianggap membebani anggaran negara dan menambah utang.
WALHI juga menyoroti pertumbuhan ekonomi yang diklaim oleh pemerintah, yang dinilai tidak dirasakan oleh rakyat biasa dan dibayar mahal dengan kerusakan lingkungan. “Pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara, misalnya, mencapai 20 persen, namun dibayar dengan deforestasi dan kerusakan ekosistem akibat pertambangan nikel,” kata Fanny. Selain itu, ia juga mengkritik kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan perubahan iklim yang dinilai gagal melindungi rakyat dan lingkungan.
Lebih lanjut, Fanny menyoroti transisi energi yang dijalankan pemerintah, yang dinilai masih didominasi oleh energi fosil dan belum memanfaatkan potensi energi terbarukan dengan serius. “Potensi energi terbarukan sebesar 3.600 GW belum dimaksimalkan, sementara produksi batubara justru terus meningkat,” tambahnya.
Fanny Tri Jambore menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang disusun di era pemerintahan Joko Widodo seperti UU Cipta Kerja, UU IKN, dan UU ITE justru menjadi sumber masalah lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. “UU Cipta Kerja, misalnya, tidak hanya melemahkan perlindungan lingkungan, tetapi juga memicu konflik agraria dan pelanggaran HAM,” tutupnya.
WALHI meminta agar pemerintah ke depannya lebih memperhatikan dampak lingkungan dan sosial dari setiap kebijakan yang diambil, serta memastikan partisipasi publik yang bermakna dalam setiap proses pengambilan keputusan.