JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Kasus penangkapan anggota DPRD Muhamad Sanusi dan pengusaha PT Agung Podomoro Land (APL), jadi momentum untuk pengentian secara total reklamasi Teluk Jakarta.
“WALHI Jakarta menilai, penangkapan ini harus jadi momentum penegakan hukum dan penghentian secara total reklamasi teluk jakarta,” kata Puput TD Putra, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta.
Menurut Puput, reklamasi Teluk Jakarta bukanlah kepentingan masyarakat Jakarta tetapi menjadi kepentingan sekelompok elite dengan kapitalis dengan mengorbankan kelestarian alam dan msyarakat nelayan tradisional.
Terlihat jelas bahwa reklamasi tidak lagi berpijak pada kepentingan lingkungan hidup jakarta.
Release dari ahli ITB yang menyatakan bahwa pada 2015 tanah Jakarta amblas 2-4 cm, dan terparah di Jakarta utara tidak dijadikan peringatan bahwa reklamasi pulau yang secara geografis bersambung dgn daratan jakarta akan menambah penurunan tanah semakin ekstrim.
Raperda zonasi Jakarta didorong oleh Pemprov sebagai upaya uuntuk mendapatkan dasar hukum proyek reklamasi ternyata berbau korupsi.
“Seperti kita tahu, dasar hukum yg ada telah batal sejak terbitnya Perpres 54/2008 tentang penataan ruang kawasan jakarta (Jabodetabek Puncur),”tuturnya.
Namun upaya tersebut sangat lambat lanjut Puput, mengingat 3 kali paripurna dewan tidak kunjung quorum. Hal ini tentu saja menimbulkan berbagai praduga tentang loby politik yang belum selesai.
Dalam konteks reklamasi, suara dewan cenderung setuju dengn Pemprov untuk mereklamasi Teluk Jakarta. Namun, peta politik yang panas dalam 2 minggu terakhir di Jakarta dan meruncing pada pemilihan gubernur, semakin menegaskan bahwa citra ahok semakin meningkat.
Bagi Walhi Jakarta, kasus penangkapan politisi Gerindra bersama pengusaha PT Agung Podomoro Land memiliki dampak serius kepercayaan masyarakat terhadap partai yang cenderung korup dan reklamasi menjadi ajang bancakan sumber dana partai ketika projek-proyek APBD menyusut.(MJ)
–>