JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Menteri Lingkungan Hidup (LH) dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan berbagai pemangku kepentingan dalam menuntaskan permasalahan sampah di Indonesia.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah 2024 yang digelar di Jakarta, Kamis (12/12/2024), Menteri Hanif mengajak seluruh gubernur, bupati, wali kota, serta pihak terkait untuk bergerak bersama melalui aksi nyata.
Mengusung tema “Aksi Kolaborasi Nasional Penuntasan Pengelolaan Sampah”, Rakornas ini dihadiri para kepala daerah, perwakilan kementerian, produsen, asosiasi, hingga organisasi lingkungan. Menteri Hanif menekankan bahwa pendekatan berbasis aksi lebih relevan dibandingkan sekadar deklarasi komitmen.
“Rencana aksi kolaborasi ini harus diwujudkan agar masalah pengelolaan sampah nasional selesai paling lambat tahun 2025-2026,” ujar Menteri Hanif dalam pidatonya.
Dampak Sampah terhadap Lingkungan
Permasalahan sampah tidak hanya menjadi isu nasional, tetapi juga tantangan global. Berdasarkan data Global Waste Management Outlook 2024, sekitar 38% sampah global masih tidak terkelola dengan baik, yang berkontribusi pada Triple Planetary Crisis berupa polusi, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Menteri Hanif juga menyoroti ancaman gas metana dari TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) yang tidak dikelola dengan baik. Gas ini memiliki daya rusak atmosfer 28 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida.
“Kita harus mengurangi sampah yang berakhir di TPA dengan pendekatan dari hulu ke hilir. Jika ini diabaikan, masalah seperti di TPA Leuwi Gajah bisa terulang,” tegasnya.
Tanggung Jawab Bersama
Merujuk pada UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Menteri Hanif menekankan tiga lapisan tanggung jawab pengelolaan sampah: pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pemerintah wajib menyediakan anggaran melalui APBN dan APBD untuk mendukung upaya pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Menteri Hanif menyebut alokasi minimal 3% dari APBD diperlukan untuk memastikan keberlangsungan sistem pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan di sumber hingga pengolahan di TPA.
Dalam arahannya, Menteri Hanif menyampaikan bahwa 21,85% sampah nasional masih dikelola dengan sistem open dumping yang tidak ramah lingkungan. Sistem ini berisiko menciptakan “bom waktu” bencana lingkungan.
“Tanpa menyelesaikan masalah sampah di hulu, sulit bagi kita untuk menangani masalah di hilir. Semua pihak harus terlibat, termasuk swasta dan masyarakat,” tambahnya.
Rencana Tindak Lanjut
Rakornas ini juga menjadi ajang penyusunan langkah-langkah operasional untuk mengatasi permasalahan sampah. Menteri Hanif berharap, aksi kolaborasi ini dapat menciptakan perubahan nyata di lapangan dan berkontribusi pada pembangunan peradaban bangsa.
“Harapan kita, pada tahun 2026, masalah sampah bisa diurai mulai dari rumah tangga. Gerakan masif dan berkelanjutan ini adalah kunci keberhasilan,” pungkasnya.
Rakornas ditutup dengan penyampaian rencana aksi oleh kepala daerah dan kesepakatan bersama untuk mempercepat solusi pengelolaan sampah nasional. Semangat kolaborasi ini diharapkan menjadi momentum menuju Indonesia yang lebih bersih dan berkelanjutan (Marwan Aziz).