Di tengah sejuknya kabut pagi yang menyelimuti Parabus Camp, Malino—sebuah kawasan pegunungan di Kabupaten Gowa yang dikenal akan hamparan pinus dan udara segar khas pegunungan Sulawesi Selatan—sekelompok mahasiswa tampak larut dalam aktivitas yang tidak biasa.
Mereka tidak hanya berkumpul untuk merayakan ulang tahun, tetapi untuk menyatu dengan alam, merenung, dan menyusun arah gerak baru dalam dinamika organisasi.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Komisariat Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Cabang Kota Makassar, memilih cara yang unik dalam memperingati 1 dekade perjalanan mereka. Bukan di aula, bukan dalam seminar formal, tapi di alam terbuka di bawah langit terbentang, di antara bisikan angin dan nyanyian alam.
Dengan tema reflektif “Kilas Balik Perjalanan 10 Tahun Rayon FEBI: 1 Dekade, Sejuta Cerita – 2014 Sampai Bumi Berhenti Berputar”, kegiatan yang berlangsung pada 18 hingga 20 Juli 2025 ini bukan sekadar perayaan. Ini adalah perjalanan spiritual, sosial, dan intelektual yang mereka sebut Tadabbur Alam.
“Kami ingin konsolidasi internal dilakukan di alam terbuka supaya pikiran lebih terbuka, sehingga mampu melahirkan ide yang visioner,” ujar Rahmat, Koordinator Steering Committee, saat ditemui di sela kegiatan.
Alam sebagai Cermin Diri dan Kompas Gerakan
Mengambil inspirasi dari filosofi tadabbur, yaitu merenungi ciptaan Tuhan sebagai jalan menemukan arah hidup, para peserta melakukan berbagai kegiatan mulai dari Malino Bersholawat, Yasinan, Barzanji, hingga Outbound dan Refleksi Gerakan.
Bagi mereka, alam bukan sekadar latar, tetapi subjek utama yang memberi pelajaran tanpa suara.
Dalam Sharing Session bersama alumni dan pembina, ide dan cerita berseliweran bebas, menyatu dengan gemuruh sungai dan desir angin. Tidak sedikit yang mengaku tersentuh, bukan hanya oleh cerita masa lalu, tetapi oleh rasa kebersamaan yang tumbuh dari bumi yang sama mereka pijak.
“Tadabbur ini juga bertujuan untuk meningkatkan hubungan emosional antara anggota, pengurus, dan senior,” tambah Rahmat.
“Di sinilah nilai-nilai tradisi yang kami warisi dari kultur Nahdlatul Ulama kami rawat, dengan bersholawat dan mengaji bersama.”ujarnya.
Lebih dari Sekadar Nostalgia
Ketua Rayon, Abid, menyampaikan harapan agar kegiatan ini bukan sekadar momen mengenang masa lalu, tetapi menjadi titik tolak bagi gerakan yang lebih sistematis dan berdampak. Hal senada diungkapkan Elya, sang Ketua Panitia, yang berharap ada “langkah konkret” dari hasil perenungan bersama tersebut.
Bagi peserta seperti Husnul, kegiatan ini menjadi ruang untuk menenangkan hati dan memperluas wawasan. “Apalagi saat Malino Bersholawat, perasaan jadi tenang dan sejuk. Saya bersyukur bisa hadir, banyak pengalaman hidup dari senior-senior yang bisa dipelajari,” ucapnya sambil tersenyum.
Ketika Tradisi Bertemu Visi
Kegiatan ini menandai bahwa di era digital yang serba cepat, masih ada ruang bagi generasi muda untuk melambat, merenung, dan kembali ke akar.
PMII Rayon FEBI menunjukkan bahwa organisasi tidak hanya dibangun oleh program kerja, tetapi juga oleh nilai, sejarah, dan keterhubungan yang mendalam—dengan sesama dan dengan semesta.
Menjelang senja di hari terakhir, semua peserta berkumpul untuk doa dan foto bersama. Di latar, matahari mulai tenggelam di balik rimbun Malino, seolah merestui langkah mereka yang kembali ke titik awal—Sekretariat Rayon di Samata, Gowa—dengan semangat baru dan tekad yang lebih utuh (Hilal/Marwan Aziz).