Burung Maleo merupakan salah satwa yang menghuni Suaka Margasatwa Bakiriang Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah yang kini terancam punah. |
Alifungsi hutan SM Bakiriang ini dilakukan dengan cara ilegal. Saat ini kondisi hutan seluas 12.500 hektar itu rusak parah. Informasi yang dihimpun di Kantor Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah, Rabu (28/8) menyebutkan perambahan hutan SM Bakiriang dilakukan masyarakat dan diduga kuat melibatkan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS), salah satu perusahaan pekebunan sawit di Kabupaten Banggai, Sulteng.
Informasi ini dikuatkan oleh surat Koordinator BKSDA Luwuk-Bangkep, Mashidin Laumarang, Nomor 96/BKSDA-ST-2/SKW III/KL/2006, tertanggal 9 Januari 2006. Dalam surat ini Mashidin menjelaskan bahwa, dirinya sebagai Koordinator BKSDA Luwuk-Bangkep mengalami kesulitan mengatasi masalah di hutan SM Bakiriang yang makin kompleks. Secara garis besar kata Mashidin dalam suratnya itu, persoalan hutan SM Bakiriang terdiri dari tiga kategori, yakni perambahan kawasan yang dilakukan masyarakat di sekitar hutan, kontroversial mengenai kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi serta kontroversial mengenai perkebunan kelapa sawit PT KLS.
Dalam surat itu Mashidin juga menjelaskan, bahwa hasil pemantauan lapangan yang dilakukan Januari 2006, dirinya menemukan penambahan perkebunan kelapa sawit yang melewati batas kawasan SM Bakiriang, tepatnya berada di lokasi sekitar jalan poros Luwuk-Toili dan di kompleks kawasan hutan Kaung-kaung (Tumpu). “Kerusakan hutan makin meluas, tidak terkendali, karena itu, dimohon bantuan dan dukungan berbagai pihak dalam rangka menuntaskan persoalan tersebut,” ungkap Mashidin sebagaimana dikutip dari suratnya yang dikirimkan kepada BKSDA Sulteng.
Berkenaan dengan masalah tersebut, Kepala BKSDA Sulteng melalui Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Torang LBN Tobing yang dihubungi di kantornya, Rabu (26/8) membenarkan masalah tersebut. Dia menjelaskan, warga di sekitar kawasan yang melakukan perambahan SM Bakiriang pernah direlokasi.
Saat itu kata Tobing, Departemen Kehutanan (Dephut) RI mengucurkan anggaran untuk membiayai program relokasi warga di sekitar kawasan tersebut. Namun, beberapa tahun setelah direlokasi, warga tersebut kembali melakukan aktivitas di dalam kawasan SM Bakiriang.
Menyinggung soal perkebunan sawit, Tobing membenarkan bahwa saat ini kawasan SM Bakiriang sudah ada yang digunakan untuk perkebunan sawit. Awalnya kata Tobing kebun sawit itu milik masyarakat, kemudian dijual warga dengan PT KLS. BKSDA sendiri lanjut Tobing sudah beberapa kali menyurati PT KLS agar menghentikan kegiatan perkebunan sawit di dalam kawasan. Tetapi hingga saat ini perkebunan sawit di dalam kawasan SM Bakiriang tetap berlanjut.
Tobing mengaku kesulitan menyelesaikan masalah yang terjadi di SM Bakiriang. “Masalahnya sangat kompleks pak,” ungkapnya. Tobing menambahkan, penyelesaian masalah SM Bakiriang pernah mereka bawa ke DPRD Sulteng, tetapi hasilnya juga tidak maksimal.
Senada dengan Tobing, salah seorang staf BKSDA menceritakan, sekitar 2006 silam pihaknya pernah ke SM Bakiriang dengan tujuan untuk mengumpulkan bahan keterangan (pul baket). Namun, belum sempat masuk di kawasan yang ditanami sawit, dirinya telah dihadang warga.
Dengan kondisi yang tidak menguntungkan itu, terpaksa dirinya tidak jadi masuk dalam kawasan SM Bakiriang. Setelah itu, kata staf BKSDA tersebut, personel Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng bersama Kepolisian Resort (Polres) Banggai dan BKSDA berkunjung ke SM Bakiriang, saat itu katanya mereka tetap dihadang warga. Kini kondisi SM Bakiriang makin parah, yang ditandai dengan adanya kegiatan pembukaan lahan baru di kawasan tersebut.
Sekadar diketahui, Bakiriang ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI melalui Surat Keputusan Menhutbun No.398/Kpts-II/1998, tanggal 21 April 1998.
Dalam surat tersebut ditetapan bahwa luas kawasan SM Bakiriang adalah 12.500 hektar. Kini hutan yang dihuni burung Maleo tersebut dalam kondisi kritis. Dibutuhkan langkah tegas pihak yang bewenang untuk memberikan tindakan tegas kepada oknum yang terlibat dalam kasus perambahan hutan tersebut.(Habil Masri)