Menanam pohon di Kota Sorong. Foto : Ola/Beritalingkungan.com.
SORONG, PAPUA BARAT DAYA —Di jantung Kota Sorong, 150 pohon ditanam bukan hanya untuk menghijaukan jalanan, tetapi untuk menanam masa depan. Inilah langkah awal menuju mimpi besar: menjadikan Sorong sebagai Forest City pertama di Papua.
Pagi di Jalan Ahmad Yani, Sorong, terasa berbeda pada Jumat, 11 Juli 2025. Udara masih lembap ketika sekop-sekop kecil mulai menembus permukaan tanah di median jalan. Suara kendaraan yang lalu lalang seakan memberi irama bagi tangan-tangan yang menanam harapan, menjadikan Sorong sebagai Forest City, kota yang tumbuh seiring hijaunya pepohonan.
Di tengah pesatnya urbanisasi dan pembangunan kota, langkah ini menjadi penanda: bahwa Sorong tidak ingin sekadar menjadi kota besar, tetapi ingin menjadi kota yang hidup, bernapas, dan memeluk warganya dengan kesejukan.
“Tanah Papua ini bukan sekadar wilayah. Ini anugerah dari Tuhan. Kita dititipkan untuk menjaga, merawat, dan melestarikannya,” ujar Wali Kota Sorong, Septinus Lobat, yang turun langsung menanam pohon bersama Wakil Wali Kota Anshar Karim dan para pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Di sela laju kendaraan, anakan pohon Ketapang Kencana, Mahoni, dan Trembesi berdiri tegak, kecil tapi menjanjikan. Belum rindang, belum meneduhkan—tapi mengandung satu kekuatan yang tak bisa diukur dengan meteran: harapan.
Menghijaukan Identitas Kota
Program bertema “Wujudkan Kota Sorong Sejuk dengan Menanam Pohon” ini bukan sekadar menunaikan janji kampanye, melainkan bentuk nyata dari visi ekologis kota. Sorong tak hanya membangun gedung—ia menanam karakter. Ia sedang menyulam identitas sebagai kota yang berpihak pada lingkungan.
“Bayangkan kalau kota kita penuh pohon rindang. Hati kita ikut adem. Lingkungan yang sejuk bikin kita lebih tenang, tidak cepat marah,” kata Wali Kota Lobat, suaranya mengalun seperti doa, dengan mata yang menatap jauh melampaui deretan pohon mungil di hadapannya.
Pohon bukan sekadar estetika. Ia adalah pendingin alami, penyaring udara, peneduh jalan, bahkan menjadi simbol perlindungan dan kebijaksanaan dalam banyak budaya. Dan Sorong—melalui pohon-pohonnya—sedang menulis ulang narasi kotanya.
Kota Hutan Bukan Slogan
Pelaksana Tugas Kepala DLH Sorong, Ahmad Yani, menegaskan bahwa ini baru awal. Dari Tembok Berlin—kawasan ikonik Sorong—hingga Km 12, penghijauan akan menjalar perlahan ke setiap sudut kota.
“Wali Kota ingin Sorong jadi kota hutan. Bukan sekadar slogan, tapi bentuk komitmen nyata,” ujarnya.
DLH tengah mempersiapkan nursery atau pusat pembibitan di belakang kantor mereka—sebuah jantung baru yang akan memompa kehidupan hijau ke seluruh kota. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pohon, tapi juga memastikan keberlangsungan gerakan ini dalam jangka panjang.
Pohon untuk Semua, Tanggung Jawab Bersama
Di balik semangat pemerintah, ada ajakan yang lebih dalam: gotong-royong. Program ini hanya akan berhasil jika seluruh elemen masyarakat ikut serta—dari sekolah, rumah ibadah, komunitas hingga pemilik toko.
“Saya bermimpi, suatu hari nanti, setiap rumah di Sorong punya satu pohon. Itu sudah cukup untuk menjadikan kota kita sejuk dan menyenangkan,” kata Wali Kota dengan wajah berbinar.
Ahmad Yani melengkapi: “Pemerintah tidak bisa sendiri. Ini soal kesadaran bersama.”
Masa Depan yang Rindang
Sorong sedang menanam sesuatu yang lebih dari batang dan daun. Ia menanam kemungkinan. Di masa depan, anak-anak mungkin akan berlari di bawah naungan Ketapang Kencana yang sekarang masih setinggi dada. Mereka akan tumbuh bersama pepohonan yang ditanam hari ini—belajar bahwa kota bukan hanya tentang beton dan aspal, tapi juga tentang pohon, tanah, dan langit yang teduh.
Forest City bukan tentang jumlah pohon. Ia adalah filosofi. Tentang bagaimana manusia hidup berdampingan dengan alam. Tentang cinta pada tanah sendiri. Tentang masa depan yang lebih hijau, lebih sehat, dan lebih manusiawi.
Di tengah panasnya dunia yang terus memanas, Sorong memilih meneduhkan diri. Menanam tak hanya untuk lingkungan—tapi untuk jiwa. Dan mungkin, suatu hari nanti, kota-kota lain akan belajar dari Sorong: bahwa langkah kecil bisa mengakar besar, ketika ditanam dengan cinta dan dijaga bersama (Ola/Wan).