Ingatanku menerawang di awal Agustus 2011, ketika saya bersama kawan Bibin, dan sejumlah jurnalis dari berbagai daerah menikmati udara malam sembari menyeruput secangkir kopi di angkringan sudut jalan Kota Solo, setelah seharian mengikuti workshop kehutanan.
Malam itu Bibin memesan secangkir kopi, sebagian kawan lain ada memesan kopi, ada juga memesan teh jahe. Bibin terlihat menikmati menu khas angkringan Solo. Sembari menikmati menu angkringan, kami pun terlibat dalam obrolan santai khas warung kopi. Saat itu Bibin masih terlihat sehat bugar.
Beberapa bulan lalu Bibin masih sempat mengubungi saya via BBM, mengabari rencana kegiatan SIEJ Jatim sembari meminta agar akun twitternya agar difollow. Selain itu Bibin menanyakan no pin BB beberapa kawan di SIEJ.
Namun siapa sangka, kawan murah senyum dan senang berbagi pengalaman ini, begitu cepat berpulang, menghadap Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Inna lillahi wa inna ilaihi rodjiun, dunia jurnalis lingkungan Indonesia kembali berduka.”Telah berpulang ke Pencipta, sahabat Bibin Bintariadi, wartawan Tempo di Malang/Member SIEJ pada 25 Feb 2012 pukul 01.40 wib,”begitulah kabar duka itu saya terima tadi malam via BBM.
Keluarga besar SIEJ dan Beritalingkungan.com, merasa sangat kehilangan. Kami turut berduka sedalam-dalamnya, Cak Bibin adalah sosok jurnalis yang idealis, organisatoris, murah senyum dan banyak melibatkan diri dalam mendorong pelestarian lingkungan hidup di Indonesia baik melalui tulisannya di Tempo, maupun keterlibatan langsung dalam berbagai kegiatan lingkungan baik di The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dan Profauna, organisasi nirlaba yang bergerak pada pelestarian satwa liar di Indonesia. Sejak awal Bibin ikut terlibat dalam proses pendirian SIEJ di Taman Nasional Gunung Leuser, 2006 lalu. Bibin juga banyak membantu SIEJ dalam menjalin kemitraan dengan pihak lainnya.
Dalam perjalanan karir jurnalistiknya, Bibin beberapa kali memperoleh penghargaan diantaranya fellowship peliputan perubahan iklim dari SIEJ, tulisan Bibin dan kawan-kawan pemenang fellowship SIEJ dibukukan berjudul : Laporan Dari Lapangan, Jurnalis dan Perubahan Iklim. Terakhir Bibin mengharumkan nama Tempo.co terpilih sebagai jawara penulisan media online terbaik dalam ajang penghargaan Jurnalistik yang digelar oleh PT Pertamina, 25 November 2011 lalu.
Sayang di malam penganugerahan Bibin tidak dapat hadir, karena Ia sedang menjalani rawat inap di Rumah Sakit di Jawa Timur. Menurut informasi yang dihimpun dari kawan-kawan seperti yang ditulis Rusdi Mathari di blognya, Bibin diduga tak berdaya karena glukoma. Glukoma [glaucoma] adalah penyakit progresif yang mengikuti perkembangan usia dan kesehatan. Ia merupakan sejenis kerusakan mata dan sering disebut sebagai pencuri penglihatan yang diam-diam tapi tidak ada gejala khusus untuk mendeteksi apakah seseorang terserang glukoma, atau tidak. Pada beberapa kasus malah tanpa gejala sama sekali.
Di seluruh dunia termasuk di Indonesia, glukoma menjadi penyebab kebutaan nomor dua selain katarak. Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar 45 juta penderita kebutaan 16 persen di antaranya disebabkan oleh glukoma tapi setelah 10 tahun survei WHO itu tentu bisa berubah. “Satu hal yang paling jelas, glukoma biasa menyerang mereka yang berusia lanjut tapi Bibin baru berusia 42-an tahun,”tulis mantan Jurnalis Beritasatu.com itu.
Hingga akhir hayatnya pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang itu masih dipercaya menjadi koordinator simpul SIEJ Jawa Timur. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikanmu dan memberikan tempat yg terbaik. Amin. Bibin, terima kasih sudah memberi kami inspirasi dan menjadi sahabat menyenangkan selama ini.
Meski kini kau telah berada di alam lain, kenanganmu akan selalu kami ingat, sekental kopi hitam yang kita nikmati malam itu. Tenanglah Cak di alam sana, kami akan meneruskan perjuanganmu. Selamat jalan kawan, doa kami menyertaimu. (Marwan Azis)