Suasana lalu lintas Jakarta. Foto : Ist. |
JAKARTA, BL- Sektor transportasi merupakan kontributor terbesar pencemar udara dan Gas Rumah Kaca (GRK) di perkotaan.
Berdasarkan hasil inventarisasi emisi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup di kota Palembang dan Surakarta, dengan menggunakan basis data tahun 2010, menunjukkan kontribusi emisi partikel halus dari sektor transportasi (sumber bergerak) menyumbang sebesar 50%-70% dari total emisi partikel halus dan sekitar 75% dari total emisi gas-gas berbahaya terhadap kesehatan.
Sumber emisi pencemar partikel halus lainnya adalah industri, rumah tangga, komersial, dan lain-lain. Sedangkan emisi GRK dari sektor transportasi di perkotaan adalah sekitar 23% dari total emisi GRK dari seluruh sumber.
Pada tahun 2050, diperkirakan jumlah kendaraan akan berjumlah 2 kali lipatnya dari kondisi saat ini. “Kondisi ini harus menjadi perhatian yang sangat serius bagi kita. Penurunan emisi pencemaran udara dari sektor transportasi harus menjadi prioritas bagi pemerintah kota,”kata MR Karliansyah, Deputi II Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan KLH pada pembukaan Lokakarya Nasional, Penyusunan Rencana Udara Bersih Kota dan Public Expose Inventarisasi Emisi 6 Kota di Jakarta hari ini (11/6).
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama-sama dengan beberapa pemerintah kota di Indonesia menginisiasi kegiatan inventarisasi emisi (emission inventory) beban pencemaran udara di beberapa kota di Indonesia. Kota-kota tersebut diantaranya adalah Palembang, Surakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, Jogjakarta, Batam, dan Banjarmasin.
Kegiatan ini didukung oleh GIZ Jerman melalui kegiatan Clean Air for Smaller Cities Project-GIZ. Kota Palembang dan Surakarta adalah merupakan pilot project dari kegiatan tersebut.
Ia menjelaskan, tujuan akhir dari kegiatan inventarisasi emisi beban pencemaran udara adalah agar Pemerintah Kota di Indonesia dapat menjadikan hasil inventarisasi emisi tersebut sebagai dasar (baseline) untuk pengambilan kebijakan dan strategi pengendalian pencemaran udara perkotaan
Seraya menambahkan, dengan menurunkan pencemaran udara dari transportasi berarti menurunkan pula emisi GRK. Artinya, manfaat yang diperoleh melalui pengelolaan transportasi yang baik antara lain menurunkan kepadatan atau kemacetan lalu lintas, meningkatkan pelayanan transportasi umum bagi masyarakat, mengurangi pencemaran udara dan menurunkan emisi GRK atau mengurangi dampak perubahan iklim.
“Pendekatan Environmental Sustainable Transportation mutlak harus kita implementasikan saat ini dan ke depan”,jelasnya.
Untuk mengantisipasi persoalan-persoalan pencemaran udara perkotaan di Indonesia, KLH mendorong kebijakan agar semua kota-kota di Indonesia memiliki baseline beban pencemaran udara, yang dihasilkan melalui kegiatan inventarisasi emisi. “Kondisi ini tentu tidak bisa serta merta dapat dilakukan di seluruh Indonesia, sehingga harus ada tahapan-tahapan yang terencana dengan baik, mengingat total jumlah kota di Indonesia mencapai hampir 100 kota, belum ditambah dengan kota kota ibu kota kabupaten,”tandasnya. (Marwan Azis).