Ilustrasi BKSDA Jatim gagalkan penyelundupan burung. Foto : Foto: Suparno/dok detik.com |
SURABAYA, BERITALINGKUNGAN.COM- Organisasi Non Pemerintah Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group menyesalkan matinya ribuan burung hasil sitaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur.
Dari 2.730 ekor burung yang disita BBKSDA Jatim di Pelabuhan Tanjung Perak pada 2 Desember 2015, tinggal 308 ekor burung yang dikirim kembali ke hutan Kalimantan Timur (Kaltim) pada hari ini (Sabtu, 9 Januari 2016). Ribuan burung burung yang disita terdiri dari Beo, Murai Batu, Branjangan Jawa, Cililin, Kacer, Merbah Mata Merah, dan Cucak Ijo.
Investigator senior Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group Marison Guciano mengatakan, selain karena pengangkutan yang tidak memenuhi asas animal welfare dimana burung ditempatkan dalam kardus kecil dan sempit, terlalu lamanya di kurung di dalam kandang karantina disertai buruknya penanganan menjadi penyebab matinya ribuan burung sitaan tersebut.
“Saat diselundupkan, ribuan burung itu ditempatkan dalam kardus kardus kecil dan sempit akibatnya banyak burung mati karena stres berlebihan (over stress) dan kepanasan,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com.
Selain itu, tambahnya, terlalu lama ditempatkan di kandang karantina akan meningkatkan resiko kematian burung karena rentan tertular penyakit.
“Lama di dalam kandang karantina juga membuat burung semakin kehilangan sifat liarnya. Ini tentu rentan saat burung burung itu dikembalikan ke habitatnya di alam liar,” jelas Marison.
Ribuan burung hasil sitaan BBKSDA Jatim sendiri dititipkan di kandang karantina milik Taman Safari Prigen, Pasuruan.
Scorpion sendiri lanjut Marison, telah mendatangi Taman Safari Prigen dan melakukan permintaan untuk mengunjungi burung burung sitaan tersebut di kandang karantina Taman Safari Prigen, Pasuruan. Namun, pihak Taman Safari menolak kunjungan Scorpion.
Menurut marison, seharusnya Kementerian LHK segera menyusun Standard Operating Procedures (SOP) penanganan satwa liar hasil sitaan. “Kementerian LHK belum mempunyai SOP penanganan satwa liar hasil sitaan sehingga banyak satwa hasil sitaan mati dan tak terurus,” tuturnya. (Wan)
–>