Ilustrasi peneliti iklim di perkotaan. Dok : Beritalingkungan.com.
CAMBRIDGE, BERITALINGKUNGAN.COM – Di bawah langit musim semi, daun-daun merah pohon oak mulai merekah di kota. Di sepanjang trotoar Cambridge, pepohonan tampak tumbuh seperti biasa, seolah tak terganggu oleh udara yang kian panas.
Namun bagi para ilmuwan, keheningan ini menyimpan sebuah misteri: Mengapa pohon-pohon kota tampak lebih tahan terhadap panas dibanding saudaranya di hutan alami?
Pertanyaan itu membawa sekelompok peneliti dari MIT dan Harvard melakukan pengamatan selama tiga tahun. Dan temuan mereka, yang dimuat dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) — mengejutkan: pohon kota bukan cerminan akurat dari dampak pemanasan global.
Kota Bukan Laboratorium Iklim yang Netral
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan menggunakan konsep “pulau panas perkotaan” (urban heat islands) — di mana suhu kota beberapa derajat lebih tinggi dibanding daerah sekitarnya, untuk mensimulasikan efek pemanasan global terhadap tumbuhan.
Tapi studi terbaru ini menemukan bahwa asumsi tersebut terlalu menyederhanakan kenyataan. Faktanya, pohon-pohon kota memiliki keragaman genetik yang jauh lebih rendah karena telah diseleksi secara buatan untuk bertahan hidup di lingkungan keras: polusi, tanah padat, drainase buruk, dan panas ekstrem.
“Pohon kota mungkin terlihat sama dengan yang tumbuh di hutan, tapi secara genetik mereka berbeda,” kata David Des Marais, profesor teknik lingkungan di MIT seperti dikutip Beritalingkungan.com dari laman MIT.edu (15/07/2025).
Penelitian Selama Pandemi yang Berbuah Wawasan
Proyek ini bermula saat Meghan Blumstein, saat itu masih mahasiswa pascasarjana, mendapatkan dana untuk memetakan genotipe pohon oak merah (red oak) di seluruh New England. Namun pandemi memaksanya untuk tetap berada di Cambridge. Ia pun mengalihkan perhatiannya ke pohon-pohon oak yang bisa dijangkau di taman dan pinggir jalan kota.
Sementara itu, ia berkolaborasi dengan tim di Harvard Forest, hutan riset di pedalaman Massachusetts, untuk membandingkan data suhu, waktu pertumbuhan daun, dan profil genetik pohon-pohon yang sama. Hasilnya mencengangkan: pohon di hutan ternyata jauh lebih sensitif terhadap kenaikan suhu dibanding pohon kota.
“Kami mengira sedang membandingkan satu variabel: suhu,” ujar Des Marais. “Tapi ternyata ada variabel tersembunyi: keragaman genetik.”
Genetika yang Mempengaruhi Ketahanan Pohon
Dengan bantuan data genom — yang kini semakin mudah dan murah diakses — tim peneliti menemukan bahwa pohon kota telah diseleksi selama bertahun-tahun untuk bertahan di lingkungan ekstrem. Ini membuat mereka lebih tahan panas, tapi juga kurang representatif jika dijadikan patokan untuk memahami dampak perubahan iklim global terhadap ekosistem alami.
“Kalau kita hanya melihat pohon kota, kita mungkin meremehkan dampak pemanasan global yang sebenarnya,” kata Blumstein.
Dampaknya Bisa Besar
Temuan ini punya implikasi besar, bahkan untuk lembaga sekelas Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Selama ini, IPCC menggunakan data dari perbandingan urban-rural sebagai salah satu alat untuk memproyeksikan respons tumbuhan terhadap kenaikan suhu.
Namun, jika pohon kota memang kurang sensitif terhadap suhu, maka banyak proyeksi bisa jadi terlalu optimistis. Ini berarti tanaman di alam liar — hutan, ladang, sabana — mungkin akan lebih terpukul oleh pemanasan global dibanding yang selama ini diperkirakan.
Solusi: Jangan Abaikan Genetika
Kabar baiknya? Solusi dari masalah ini sudah ada: tambahkan data genetik dalam setiap studi perbandingan kota-desa. “Tak sulit,” ujar Des Marais. “Genom kini bisa disekuensing dengan cepat dan murah.”
“Kini kita tahu: kota bukan hanya lebih panas, tapi juga lebih seragam secara genetik. Dan itu membuat mereka ‘berbeda’ dari hutan alami.”
Masa Depan Penelitian Iklim yang Lebih Akurat
Penelitian ini mengingatkan kita bahwa perubahan iklim tidak terjadi di ruang hampa. Ia menyusup ke akar, daun, dan bahkan DNA tumbuhan. Jika kita ingin benar-benar memahami dampaknya — dan menyiapkan strategi bertahan yang efektif — kita perlu melihat lebih dalam, hingga ke genetik makhluk hidup itu sendiri.
Di era ketika suhu terus meningkat dan hutan-hutan alami menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya, ilmu seperti inilah yang bisa membimbing kebijakan konservasi dan adaptasi yang lebih cermat.
Karena sesungguhnya, di balik daun yang berguguran dan bunga yang merekah, tersimpan cerita tentang bagaimana kehidupan bertahan atau punah dalam dunia yang semakin panas (Marwan Aziz).