Oleh : Jekson Simanjuntak.
Untung Suripto, warga RT 01/RW 05 Desa Sugihwaras, Kelurahan Randuacir, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Jawa Tengah, masih ingat betul seperti apa dampak kekeringan yang melanda kampungnya. Ia juga harus rela mengantre dan menempuh jarak cukup jauh hanya untuk bisa mengambil air.
“Antreannya panjang udah kayak antri BBM. Semua kebagian, asal tidak ada warga yang bawa mobil untuk mengambil air” ujar Untung.
Pihak desa sengaja memesan air menggunakan mobil tanki demi mencukupi kebutuhan warganya, saat itu. Bagi Untung, air yang dibawanya digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti memasak, mencuci hingga kebutuhan ternak. Saking banyaknya kebutuhan air, di beberapa kesempatan, pembagiannya dilakukan hingga malam hari.
“Antrean selang air bisa mengalir sehari semalam. Biasanya dibagi untuk tiga Kelurahan”, kata Untung.
Di musim kemarau, Untung membutuhkan sedikitnya 30 liter air per hari. Karena itu, ia terbiasa bolak balik mengambil air menggunakan sepeda motor miliknya.
“Sebelumnya, warga yang mau ambil air harus daftar. Nanti dianggil sesuai urutannya”, katanya.
Hal yang sama juga dialami Solikin, Ketua RT 01/ RW 05, Kelurahan Randuacir, Argomulyo, Salatiga. Di musim kemarau, ia mengambil air sebanyak 8 jerikan yang dilakukan pada pagi dan sore hari.
“Kalau pagi saya mengambil air 4 jeriken, lalu 4 lagi sore harinya. Saya butuh banyak, karena untuk sapi juga. Jika kurang, besoknya, ya, ambil lagi”, kata Solikin.
Solikin bahkan masih ingat, ketika semua sumur kering, ia terpaksa gerilya ke beberapa pabrik, hanya untuk mendapatkan air. Sayangnya, semua sumber air telah kering.
“Saking nyari air di awal-awal, saya sampai lari ke pabrik SBS, karena di sini kering. Pabrik itu jaraknya satu setengah kilo dari sini.”, ujar Solikin.
Peristiwa kekeringan juga tak pernah lepas dari ingatan Lurah Randuacir Ponco Margono Hasan. Untuk memenuhi kebutuhan warganya, Ponco terpaksa meminta bantuan sejumlah pihak, seperti; LSM, perusahaan, media hingga pemerintah kota.
“Itu karena kekeringannya cukup parah dan kita meminta bantuan droping air”, ujar Ponco Margono.
Di musim kemarau yang terbilang panjang itu, hampir semua sumur warga kering, bahkan PDAM juga sempat kewalahan. Karena itu, Ponco mulai menggalakkan pembuatan sumur resapan, sebagai upaya menabung air.
Sumur Resapan
Di Dusun Sugihwaras telah dibangun beberapa sumur resapan. Warga berharap cerita tentang kekurangan air tidak terjadi lagi. Disain sumur resapan sengaja dihubungkan dengan saluran khusus untuk menampung limpahan air dengan kedalaman 2 meter.
“Yang tahun kemarin memang sangat parah. Mudah-mudahan dengan sumur resapan, di musim kemarau nanti, semoga ada perbedaan”, ujar Solikin. Ketua RT 01 Dusun Sugihwaras.
Secara topografi, Desa Sugihwaras berada di tempat yang lebih tinggi. Karena itu Solikin berharap pada bulan November, Desember tahun ini, hingga Januari – Februari tahun depan, menjadi waktu yang tepat untuk menabung air melalui sumur resapan.
“Semua air sudah kita arahkan ke sumur resapan dan jika berlebih otomatis akan mengalir ke selokan”, ujar Solikin.
Sementara bagi Untung Suripto yang lahannya dipakai untuk sumur resapan, menilai kehadiran sumur resapan sebagai solusi, namun tidak dalam waktu singkat. Menurut Untung, dibutuhkan waktu agar cadangan air terisi kembali.
“Alasannya, sumur resapan benar-benar terasa manfaatnya jika sudah berjalan minimal dua tahun”, kata Untung.
Meskipun memiliki harapan baru, masyarakat tetap bergantung pada sumur galian yang dibangun di belakang rumah mereka. Sayangnya, ketika musim kemarau tiba, airnya langsung habis.
“Ini kan baru saja hujan, jadi kami masih punya banyak persediaan air. Lagian, sumur resapan ini baru dibangun pada bulan 10 atau 11 tahun lalu’, papar Untung.
Untung juga menjelaskan, jika kedalaman sumur galiannya 14.5 meter. Sementara untuk sumur resapan, kedalamannya hanya 2 meter. Dasarnya diberi ijuk dan pasir sebagai saringan. Jika dihitung-hitung biaya membuat sumur resapan lebih irit, hanya Rp. 2.5 juta.
“Sebelum ada sumur resapan, kedalaman rata rata sumur antara 15-16 meter. Bahkan di beberapa lokasi ada yang mencapai 20 meter” ujarnya.
Untung juga menyebut, selama sumur resapan belum menunjukkan hasil, maka mereka tetap bergantung pada sumur galian.
Sementara terkait kemungkinan korelasi antara air di sumur galian dengan sumur resapan, Untung tidak bisa memastikanya. Ia hanya berharap, air di sumurnya tetap terjaga.
“Jadi apa risiko bagi sumur yang di belakang, selama ini sih tidak ada apa-apanya. Kan tahun depan ada kemarau, jadi harus persiapan dari sekarang”, ujar Untung.
Khusus di RT 01, Desa Sugihwaras, sebanyak 2 unit sumur resapan telah dibangun. Dan sejak dibangun, menurut Untung, sumur resapan itu selalu dirawat. Jika salurannya terganggu, segera dibersihkan.
Untung juga tidak keberatan sumur resapan dibangun diatas tanahnya. Ia jadi mengerti seperti apa menjaga sumur resapan, termasuk memberi penjelasan kepada warga, jika ingin membangun sumur resapan.
“Karena tidak semua tempat bisa dibangun sumur resapan, mungkin untuk 5 RT hanya ada di 10 titik”, pungkas Untung.
Sementara itu, Ketua RT Solikin memastikan sumur resapan dibangun terpisah dari sumur galian warga. Jika sumur galian berada di belakang, maka sumur resapan dibangun di depan, sekaligus untuk memastikan limpasannya mengarah ke selokan, jika airnya meluap.
“Kalau menurut saya, sumur resapan bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Mudah-mudahan membawa hikmah. Karena itu, kami berterimakasih ke pemerintah kota, Dinas Lingkungan Hidup yang sudah membangun sumur resapan disini”, ujar Solikin.
50 Sumur Resapan Masih Kurang
Ponco Margono Hasan, Lurah Randuacir memastikan telah membangun 50 sumur resapan dalam beberapa tahun terakhir. Sumur resapan tersebut tersebar di lima RW, yakni di RW 01, RW 02, RW 03, RW 05 Dan RW 07.
“Masing masing RW mendapat jatah 10 titik sumur resapan”, ujar Ponco
Sebelumnya, pendanaan sumur resapan berasal dari beberapa sumber, seperti dari pemerintah pusat hingga bantuan swasta. Namun sejak tahun kemarin, pendanaannya berasal dari Dana Kelurahan.
“Tahun 2019, kita bekerjasama dengan IUWASH PLUS dan pemerintah Kota Salatiga untuk membangun beberapa sumur resapan sebagai percontohan”, katanya.
Meskipun belum menunjukkan hasil, Ponco Margono meyakini sumur resapan memberi banyak manfaat. Salah satunya, meningkatkan debit air tanah.
“Jika sebelumnya sedikit, apalagi ditambah musim hujan seperti sekarang, sumur resapan akan menampung air yang banyak”, papar Ponco.
Lebih jauh, Ponco menjelaskan pembuatan sumur resapan tidak serumit sumur galian. Dengan sumur resapan, semua air, baik air hujan ataupun air limpasan akan ditampung.
“Sumur resapan akan mengurangi debit air permukaan, sehingga air yang melimpah tidak menggenangi jalanan, namun masuk ke tanah”, ujarnya.
Tak hanya itu, air di sumur resapan, menurut Ponco turut menjaga kelembaban tanah, membuat tanah lebih subur. Karena itu, masyarakat Randuacir mulai terbiasa dengan pembangunan sumur resapan.
Khusus di tahun ini, Kelurahan Randuacir akan membangun 20 sumur resapan yang tersebar di beberapa wilayah. Lalu, setiap tahunnya, jumlah ini akan terus bertambah.
“Di tahun 2021, Kelurahan Randuacir akan membuat 60 sumur resapan menggunakan dana kelurahan ditambah donasi dari pihak lain”, kata Ponco.
Ini merupakan bentuk tanggungjawab terhadap warga. Pasalnya di Musrenbang (Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan), warga meminta dibuatkan sumur resapan agar tidak mengalami kekurangan air.
Sementara itu, Camat Argo Mulyo Agus Dwi Budiono menyebut sumur resapan merupakan perjuangan panjang yang mulai membuahkan hasil. Kekeringan yang dialami warga di saat musim kemarau menadi pelajaran, bahwa air harus dikelola dengan baik.
“Karena itu, kami selalu mensosialisasikan ke masyarakat tentang pentingnya sumur resapan”, ujar Argo Mulyo.
Kajian Kerentanan Mata Air (KKMA)
Sejak 2019, USAID IUWASH PLUS (Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat) membantu tim Kajian Kerentanan Mata Air (KKMA) Kota Salatiga untuk mengukur kerentanan mata air Kalitaman.
Tim mencoba menganalisis kualitas dan kuantitas mata air Kalitaman, serta memberikan rekomendasi perbaikan. Tim KKMA tersebut beranggotakan perwakilan organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait dan PDAM Salatiga.
“Tim ini merekomendasikan pembangunan 300 sumur resapan per tahun, di daerah mata air Kalitaman untuk meningkatkan debitnya sehingga mencapai 150 liter per detik”, ujar Asep Mulyana, Senior Raw Water Specialist USAID IUWASH PLUS, saat ditemui di Kantor Kelurahan Randuacir.
Asep Mulyana menyebut, sebagai tindak lanjut rekomendasi KKMA, Pemerintah Kota Salatiga membangun 50 sumur resapan di Kelurahan Randuacir menggunakan APBD 2019. Selain Pemerintah Kota, PDAM Salatiga juga membangun 10 sumur resapan di wilayah imbuhan mata air Kalitaman.
“Proses pembangunan sumur resapan berlangsung September hingga Desember 2019 dengan melibatkan masyarakat”, ujarnya
Untuk memperluas konservasi sumber daya air mata air Kalitaman, Pemerintah Kota Salatiga bersama USAID IUWASH PLUS menjajaki peluang kemitraan dengan sektor swasta untuk membiayai pembangunan lebih banyak sumur resapan.
“Kami berharap pihak swasta juga ikut terlibat di sumur resapan”, pungkas Asep.
Sementara itu, Kabag Teknik PDAM Kota Salatiga, Ilham Sulistiyana, menyebut kehadiran USAID IUWASH PLUS dalam melakukan kajian kerentanan mata air patut diapresiasi. Berkat kajian tersebut, sumber air baku PDAM yang 40 persennya berasal dari Kalitaman, kini lebih diperhatikan.
“Kondisinya sempat mengkhawatirkan, karena dari hasil kajian disebutkan dalam waktu 9 tahun penurunannya itu 60 liter/ detik. Itu menjadi tantangan bagi kami, namun sejak marak sumur resapan, debitnya berangsur membaik”, ungkap Ilham.
Selama ini, PDAM Kota Salatiga melayani 23 kelurahan di Salatiga dan beberapa kelurahan di Kabupaten Semarang. Dari jumlah itu, terdapat 3 kelurahan yang menurut Ilham masuk kategori zona merah, karena kekeringan.
“Kelurahan itu adalah Randuacir, Kumbulrejo, dan Noborejo. Tiga kelurahan ini kami baru merintis untuk menyalurkan air PDAM”, katanya.
Pasca keluarnya kajian tersebut, PDAM terus berupaya menggandeng semua pihak untuk terlibat menjaga kelestarian mata air. PDAM secara bersama-sama ingin mengembalikan mata air tersebut seperti dahulu.
Selamatkan Kalitaman
Randuacir, salah satu kelurahan di Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah kerap mengalami kekeringan. Dengan total populasi 6.403 orang (setara 2.018 kepala keluarga) yang terdiri atas 3.192 laki-laki dan 3.211 perempuan, menjadikan air sebagai barang langka ketika musim kemarau tiba.
Padahal secara geografis, Randuacir termasuk dalam kawasan resapan air. Terbukti dari lokasinya yang tidak jauh dari mata air Kalitaman, yang merupakan salah satu sumber air baku PDAM Kota Salatiga.
“Mata air itu berdekatan dengan Randuacir yang merupakan wilayah resapan (recharge area) membentang ke arah lereng barat daya Gunung Merbabu’, ujar Ilham Sulistiyana, Kabag Teknik PDAM Kota Salatiga.
Secara administratif, mata air Kalitaman mencakup Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Di Kota Salatiga, wilayah resapannya berada di Kelurahan Tingkir, Sidorejo Kidul, Gendongan, Tingkir Tengah di Kecamatan Tingkir, Kelurahan Mangunsari, Kalicacing, Dukuh, Kecandran di Kecamatan Sidomukti, Kelurahan Ledok, Kumpulrejo, Tegalrejo dan Randuacir di Kecamatan Argomulyo.
Sedangkan di Kabupaten Semarang, wilayah resapannya mencakup Desa Polobogo, Sumogawe, Samirono, Jetak, Tajuk, dan Batur di Kecamatan Getasan.
Agus Dwi Budiono, Camat Argo Mulyo menilai Kelurahan Randuacir perlu kerja cepat untuk mengatasi kekurangan air, sebagaimana desakan Pemerintah Kota Salatiga, dinas terkait yang difasilitasi USAID IUWASH PLUS melalui kajian kerentanan mata air.
“Ketika kajian merekomendasikan dibangun sumur resapan di Randuacir, untuk mendukung mata air Kalitaman, sebenarnya tak lain dari upaya melestarikan sumber air untuk kehidupan”, ujar Agus Dwi.
Untuk memenuhi permintaan Camat Agus Dwi tentang upaya menabung air, Lurah Randuacir Ponco Margono menyebutnya sebagai kerja keras yang seharusnya didukung oleh pemerintah pusat.
“Bantuan pendanaan ini penting, karena dengan sumur resapan bisa menambah cadangan air bagi Randuacir dan mata air Kalitaman.”, pungkas Ponco.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga mencatat debit Kalitaman pada 2010 sebesar 150 liter per detik. Namun, pengukuran yang dilakukan PDAM Kota Salatiga pada 2019 menunjukkan debit Kalitaman hanya 88.19 liter per detik.
Penurunan debit mata air Kalitaman sangat signifikan. Jika tidak diantisipasi maka tidak mustahil akan kering, sehingga menganggu proses produksi air PDAM Salatiga.
Belum lagi, air Kalitaman juga digunakan untuk mengisi kolam pemandian Kalitaman, yang setiap minggunya membutuhkan sedikitnya 2.000 meter kubik air. Kondisi itu juga diperburuk dengan maraknya limbah rumah tangga ke drainase yang mengalir ke mata air Kalitaman. Karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah nyata.***
–>