MATARAM, BL – Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zainul Majdi di Mataram merisaukan ancaman krisis air di Pulau Lombok. Kerusakan lahan dan gundulnya hutan di kawasan lereng Gunung Rinjani menjadi pemicu kekhawatiran itu.
“Ketika Gunung Rinjani yang menyuplai air dalam jumlah besar dan menjadi gantungan kehidupan masyarakat Lombok mengalami degradasi mata air yang luar biasa, maka dapat dipastikan daerah ini akan gersang, kering dan kekurangan sumberdaya air,” tandas Zainul.
Sejumlah peritiwa dalam beberapa waktu terakhir ini semakin menunjukkan bahwa menjaga ekosistem, kelestarian hutan dan daya dukung lingkungan sangat penting dan keniscayaan bagi kemakmuran warga NTB. Bencana alam, lanjut Zainul, seharusnya memberi kesadaran agar pelaksanaan program pembangunan memperhatikan kesinambungan ekosistem.
World Wild Fund (WWF) Indonesia mengungkapkan, krisis air mengancam masyarakat yang bermukim di Pulau Lombok sebagai dampak hilangnya sejumlah titik mata air. WWF mencatat, setidaknya 502 titik telah lenyap dan hanya sekitar 200 titik mata air saja yang tersisa.
Project Leader WWF Indonesia di NTB, Ridha Hakim menyatakan, jika tak ada tindakan nyata dan konkrit, maka kebutuhan air tak akan bisa terpenuhi. Padahal, masyarakat membutuhkan sedikitnya 1,3 miliar meter kubik (m3) air setiap tahunnya, termasuk untuk konsumsi dan pertanian. Pembukaan lahan hutan untuk pemukiman, pembalakan liar dan pemberian hak guna lahan (HGL) secara serampangan diduga menjadi penyebab menyusut drastisnya titik mata air tersebut.
Dinas Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pun tak menampik sinyalemen itu. Kepala Bidang Planologi dan Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan NTB Andi Pramari bahkan memprediksi, dalam kurun lima tahun mendatang, masyarakat akan sulit memperoleh air. “Tentunya ini jika kita tak melakukan upaya apapun,” tegasnya.
Andi juga membeberkan bahwa sekitar setengah juta hektare lahan di daerah ini tergolong sebagai lahan kritis. Di dalam kawasan hutan, sekitar 237.592 hektare atau hampir seperempat juta hektare lahan masuk kategori kritis. Sementara lahan kritis di luar kawasan hutan mencapai 271.632,81 hektare.
Saat ini, lanjut Andi Pramari, empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Lombok, bahkan telah mengalami defisit air. Keempat DAS tersebut adalah DAS Dodokan yang memanjang dari Kota Mataram hingga Lombok Timur, DAS Jelateng di Sekotong Lombok Barat, DAS Kokok Putek di Lombok Utara dan DAS Menanga di Lombok Timur.
Untuk mencegah terjadinya krisis air yang parah di Pulau Lombok tersebut, baik Andi Pramari maupun Ridha Hakim sepakat harus dilakukan upaya penyelamatan hutan. Menurut perkiraan WWF, dibutuhkan penanaman kembali sekitar 200 juta pohon, untuk memulihkan kondisi hutan di Pulau Lombok. Namun ini tentunya tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. penegakan hukum maupun pencegahan pembalakan liar dan perusakan lahan juga harus dilakukan,
Sebagai upaya jangka pendek, WWF pun menawarkan pembangunan 400 dam penampung air di sekitar mata air yang ada. “Masalah ini harus menjadi perhatian kita bersama terutama bagi pemerintah NTB, karena jangan sampai nantinya masyarakat Lombok mengalamni krisis air,” ungkap Ridha
Gubernur NTB, Zainul Majdi, tentu saja menyambut baik upaya WWF ini. Menurutnya, memang harus ada upaya yang sungguh-sungguh dan luar biasa dengan melibatkan masyarakat terutama yang ada di sekitar Taman Nasional Guunung Rinjani.
“Penyelamatan bumi dan alam Indonesia termasuk NTB tidak bisa tawar-tawar lagi. Kita jangan menunggu kondisinya semakin parah dan kian banyak korban yang jatuh akibat bencana alam yang disebabkan kerusakan hutan,” kata Gubernur NTB, Zainul Majdi.
Pemprov NTB juga telah mencanangkan program Gerakan NTB Hijau. Suatu upaya terpadu untuk menyelamatkan hutan melalui penanaman secara masal dengan jumlah bibit yang disalurkan sebanyak 10,3 juta pohon.
Gerakan NTB Hijau juga didukung oleh Gerakan Perempuan Tanam Tebar dan Pelihara pohon untuk ketahanan pangan dan Gerakan Sabuk Hijau dengan penanaman 10.000 pohon di sekitar dam, embung dan sepanjang jalan provinsi dan kabupaten se-NTB.
Sebelumnya, pada 2007, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat juga telah menyepakati sebuah peraturan daerah (perda) yang mengatur bahwa sebagian biaya yang dibayarkan pengguna jasa air minum PDAM Lombok Barat, dialokasikan untuk masyarakat di Gunung Rinjani. Ini sebagai balas jasa upaya mereka menjaga kawasan penyangga sistem kehidupan di pulau Lombok itu. Secara internasional, upaya ini dikenal sebagai Payment for Environmental Services atau pembayaran atas jasa lingkungan. (Khaerul Fahmi)