Petani berdaulat, pangan kuat. Foto : BL/Marwan Azis |
Tak ada yang memungkiri peran dan posisi penting petani kecil dalam rantai penyediaan pangan. Sejarah mencatat, para petanilah yang memberi makan republik ini dengan segala sumber daya yang dimilikinya.
Hingga saat ini, di Indonesia ada lebih dari 28 juta rumah tangga petani yang setiap hari bergelut memproduksi pangan. Dengan penguasaan lahan yang hanya 0,36 hektar tiap keluarga petani, mereka berhasil mencapai dirata-rata produktivitas lahan sawah tahunan mencapai 9,03 ton gabah per hektar (Ha) setiap tahun.
Hasil tersebut lebih lebih tinggi dibanding China, Jepang, Korea bahkan Amerika Serikat atau jagung yang mencapai 4,45 ton per Ha (untuk Jawa mencapai 4,66 ton per Ha) lebih tinggi dibanding Vietnam (4,32 ton per Ha), Thailand (4,15 ton per Ha), dan Filipina yang hanya 2,73 ton per Ha.
Dalam hal benih, hingga saat ini banyak petani Indonesia berjasa luar biasa. Hampir 95 persen, telah memuliakan tanaman dan sejak tahun 1960-an, petani kecil telah menghasilkan 1,9 juta varietas tanaman.
Sayangnya pejuang pangan ini selalu menjadi pihak yg termarjinalkan dalam kebijakan pemerintah. Namun tak menyurutkan semangat mereka untuk terus menanam dan menanam. Bahkan sejumlah kelompok petani di berbagai daerah berhasil melakukan pemuliaan benih secara mandiri.
Di Indramayu, Wonogiri, Purbalingga dan beberapa daerah lainnya, para petani telah berhasil menghasilkan benih padi yang unggul atau di Kediri petani berhasil membuat benih jagung yang mampu menyaingi hibrida buatan pabrik. Sayangnya, kekayaan dan potensi yang dimiliki para petani terkait hal ini masih terpisah-pisah dan belum menjadi kekuatan.
Fenomena itulah yang mendorong digelarnya Sarasehan Petani pada 11 hingga 13 Juli 2012 di Joglo-ICBB, Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Cilubang Nagrak No. 62 Kelurahan Situgede, Bogor, Jawa Barat yang dihadiri lebih dari 50 orang perwakilan Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.
Sarasehan Petani ini digagas Jaringan Non Government Organization (NGO) dan petani peduli benih lokal untuk mendorong berhimpunnya petani pemulia benih dilakukan. Menurut Said Abdullah dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), kegiatan ini penting dilakukan untuk memperkuat posisi petani yang selama ini selalu terpinggirkan bahkan dilupakan terutama para petani pemulia benih.
“Dengan kuatnya para petani ini maka upaya mewujudkan kedaulatan petani atas benih dan pangan dapat dicapai,” kata usai, Koordinator KRKP Said Abdullah.
Pimpinan KRKP yang akrab disapa Ayip ini menjelaskan bahwa sarasehan ini, menjadi titik pijak konsolidasi antara petani, lembaga penelitian dan akademisi dalam rangka mewujudkan kedaulatan petani, yang saling menguatkan dan semakin membesar di kemudian hari.
Maklum, saat ini posisi petani hanya menjadi korban dari sistem perbenihan yang ada. Lebih dari 90 persen peredaran benih dikuasai perusahaan besar (Transnasional Corporation, TNCs). Padahal petani lah pemilik sebenarnya benih-benih tersebut, terang Dwi Andreas Santosa dari ICBB.
Sementara Frandito Utomo dari Field Indonesia, menyampaikan bahwa melalui sarasehan ini diharapkan tersusun strategi gerakan petani untuk menghadapi persoalan-persoalan petani terkait kebijakan dan perundangan yang selama ini justru melemahkan posisi petani. Salah satunya terkait undang-undang UU Sistem Budidaya Tanaman No.12 tahun 1992 yang selama ini justru memasung para petani pemulia benih ini.
Dengan kuatnya posisi petani yang terkonsolidasi dengan berbagai pihak yang peduli maka kriminalisasi terhadap petani dapat dihindari. Sarasehan ini harus menjadi media perlawanan atas kesewenang-wenangan pemerintah dan perusahaan.
“Kasus penangkapan dan penahanan tiga petani jagung yang terjadi tahun 2009-2010 oleh aparat Kepolisian Resort Kediri dengan dakwaan menyimpan, mengedarkan dan memperjual belikan benih tanpa izin dan label, jangan sampai terulang,” ucap Fadil Kirom, perwakilan dari Aliansi Petani Indonesia (API) dalam sarasehan tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari Yayasan Kehati, Puji Sumedi menambahkan bahwa sarasehan ini akan didorong terbentuknya bank benih milik petani. Dengan demikian, sambungnya, bank benih ini maka kelestarian flasma nutfah maupun benih lokal dapat terjaga.
“Salah satu hal penting terkait petani pemulai benih adalah adanya bank benih petani. Dengan demikian petani menjadi penguasa yang nyata atas benih milik mereka sendiri,” tegasnya. (Herawatmo)