Ilustrasi pertanian organik
JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM- Ketergantungan Indonesia pada impor pangan menjadi perhatian utama karena semakin menunjukkan ketergantungan yang besar pada pangan luar negeri.
Biaya pertanian yang tinggi juga turut menambah tantangan, dengan biaya produksi serta distribusi pangan yang mahal akhirnya meningkatkan harga kebutuhan pokok dan berdampak pada ketahanan pangan.
Tantangan ini membuat praktik pertanian berkelanjutan semakin menjadi kebutuhan mendesak. Hal ini menjadi topik diskusi pada webinar Gugutalk 1.0: Petani Berdaya, Alam Terjaga “Intervensi Menginspirasi: Membangun Petani Organik yang Cekatan” yang mempertemukan para akademisi, praktisi, dan pegiat petani organik untuk membahas berbagai tantangan serta peluang dalam pertanian organik di Indonesia (22/08/2024)
Pertanian organik menjadi salah satu pendekatan pertanian berkelanjutan yang tidak hanya berkontribusi pada pelestarian ekosistem dan ketahanan pangan, tetapi juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Hadir sebagai narasumber, Dr. Ernoiz Antriyandarti, Ekonom Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), menyampaikan bahwa dalam mengimplementasikan pertanian organik masih ditemukan berbagai kendala dan tantangan. S
eperti para petani yang masih menganggap bahwa pertanian organik dinilai lebih rumit daripada pertanian konvensional. “Memang menjalankan pertanian itu sudah turun menurun, namun dalam praktik pertanian organik sendiri nyatanya masih sulit. Para petani masih terkendala dalam beradaptasi dengan teknologi baru dan pertanian organik dinilai lebih ribet. Selain itu, masih adanya pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa produk pertanian organik yang mahal,” ungkap Dr. Ernoiz.
Dr. Ernoiz menyoroti bahwa sektor pertanian organik memerlukan dukungan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan sektor swasta, untuk menciptakan ekosistem yang mendukung petani agar lebih mandiri dan produktif. “Penguatan ekonomi berbasis pertanian organik adalah kunci menuju ketahanan pangan yang lebih baik. Kolaborasi antar sektor menjadi elemen vital untuk mendorong petani organik menjadi lebih mandiri dan produktif,” tegas Dr. Ernoiz.
Hal senada juga disampaikan oleh Joko Puspito, Pegiat Pertanian Organik dan Owner Berkah Dua Agri. Dari sisi petani, Joko mengungkapkan bahwa terdapat tiga tantangan dalam menerapkan pertanian organik di desa; 1) Perubahan iklim yang menghambat masa tanam; 2) Kelembagaan petani, terkait mempengaruhi para petani untuk beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik dan; 3) Budidaya/teknis yang berkaitan dengan sertifikasi produk pertanian organik yang mahal.
Joko menekankan bahwa pertanian organik bukan sekadar tren melainkan sebuah kebutuhan mendesak untuk masa depan. Menurutnya, inovasi berkelanjutan diperlukan untuk memastikan petani di Indonesia siap menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim dan ketergantungan pada bahan kimia pertanian.
Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus berinovasi agar pertanian organik dapat menjadi arus utama yang lebih diterima oleh masyarakat luas.
Untuk menjawab berbagai tantangan dalam mengimplementasikan pertanian organik, Dr. Rissalwan Habdy Lubis, Principal Consultant dari Nice Indonesia, membahas pentingnya intervensi yang tepat dalam membangun ekosistem pertanian organik yang tangguh.
Ia menyoroti bahwa dukungan teknologi dan pendidikan bagi petani organik akan menjadi pengubah permainan dalam menciptakan pertanian yang lebih efisien dan berdaya saing. Menurutnya, inovasi yang dikombinasikan dengan pelatihan yang intensif dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian organik secara signifikan.
Gugula sebagai produk gula aren dan organisasi berdampak membagikan praktik baik dalam bentuk intervensi pertanian organik di Desa Ciherang, Kabupaten Lebak. Johan Maputra, Co-Founder Gugula, menjelaskan bahwa para petani di Desa tersebut mengalami kendala dalam mengakses pupuk bersubsidi dan memiliki keterbatasan akses pengetahuan pertanian.
“Petani di Desa Ciherang merupakan mitra (produsen gula aren) kami. Kami melihat terdapat potensi yang dimiliki oleh para petani di desa ini, salah satunya pengembangan pertanian organik. Kami melakukan intervensi untuk mendampingi dan mengedukasi petani agar piawai dalam bertani organik,” papar Johan.
Disebutkan oleh Johan, kunci dalam keberhasilan intervensi tersebut adalah dengan merubah perilaku masyarakat melalui sosok local champion yang dapat menjadi contoh para petani lainnya.
Gugula melakukan study visit dan praktik pembuatan pupuk organik dengan kelompok tani Taruna Tani Desa Gentungan, Mojogedang, Karanganyar. “Kami mengawal local champion untuk beralih dan mahir dalam menerapkan pertanian organik, mulai dari study visit hingga memfasilitasi benih padi varietas Sintanur. Keberhasilan dari local champion kemudian diikuti oleh petani lainnya,” tambah Johan.
Pertanian organik yang berkelanjutan diharapkan dapat menjadi pondasi utama dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia di masa depan. Keberhasilan para petani organik dalam mengadopsi praktik-praktik baru tidak hanya akan meningkatkan kualitas hasil pertanian, tetapi juga akan mengangkat kesejahteraan mereka dan menjaga kelestarian lingkungan.
Petani organik yang cekatan akan menjadi garda terdepan dalam upaya ini. Mereka bukan hanya pelaku, tetapi juga agen perubahan yang akan membawa Indonesia menuju masa depan pertanian yang lebih baik, berdaya saing, dan berkelanjutan (Marwan Aziz)