Jelajah di Kesepuhan Ciptagelar. Foto : Marwan Azis/Beritalingkungan.com
LEBAK, BL- Menyongsong 70 Tahun Kemerdekaan RI, masyarakat Kasepuhan mengesahkan Peta Kasepuhan Pasir Eurih dan Sindang Agung kabupaten Lebak. Peta hasil kerja pemetaan wilayah adat masyarakat Kasepuhan tersebut telah disahkan pada 12 Agustus 2015.
Sahnya peta kasepuhan yang terletak di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten ini menambah jumlah peta partisipatif yang telah disetujui oleh para pihak di wilayah masing-masing. Sebelumnya, peta partisipatif Kasepuhan Karang, Cirompang, Cibedug, Citorek, Cisitu dan Ciptagelar telah dulu disepakati dan disahkan. Dengan disahkannya peta Kasepuhan Pasir Eurih dan Sindang Agung, berarti wewengkon Kasepuhan yang telah diketahui dengan pasti adalah seluas 21.052,75 hektar, di luar wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar.
Menurut Rojak Nurhawan, Manajer Pemberdayaan Masyarakat Rimbawan Muda Indonesia (RMI), acara pengesahan peta tersebut disaksikan oleh berbagai pihak, seperti pemerintah desa, para sesepuh dari beberapa kasepuhan, perwakilan perempuan kasepuhan, perwakilan kepolisian, TNI, dan badan legislatif Kabupaten Lebak di Imah Gede Kasepuhan Pasir Eurih. Imah Gede adalah rumah adat yang ditempati oleh tetua adat Kasepuhan.
“Peta Kasepuhan ini diperlukan untuk berbagai tujuan, salah satunya untuk membuktikan keberadaan wilayah adat sebagai salah satu syarat pengakuan pemerintah untuk pemenuhan unsur Masyarakat Hukum Adat sesuai di UU 41/1999 tentang Kehutanan,”ujarnya.
Sementara itu lanjut Rojak, di internal kasepuhan peta berfungsi untuk membangun ruang kesepakatan batas dengan kasepuhan tetangga dan desa tetangga sehingga akan menghindarkan dari konflik batas di masa yang akan datang. Peta ini juga dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian konflik dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
“Terdapat 11 kasepuhan dari 58 di Kabupaten Lebak yang wilayah adatnya diklaim masuk ke dalam wilayah kelola TNGHS. Dari pemetaan partisipatif ini, diketahui 14.138,05 hektar area wewengkon Kasepuhan tumpang tindih dengan TNGHS (hutan negara),” tambah Rojak.
Artinya, 67% dari data wilayah Kasepuhan yang sudah terpetakan, di luar Kasepuhan Ciptagelar, tumpang tindih dengan klaim wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Angka ini akan berubah apabila jumlah kawasan yang dipetakan bertambah.
Peta-peta partisipatif ini akan menjadi alat bantu bagi pemerintah khususnya KLHK, dalam upaya pemantapan kawasan hutan dan peruntukan bagi skema perhutanan sosial sekaligus harmonisasi pengelolaan kawasan hutan.
“Peta partisipatif bisa dijadikan sebagai alat verifikasi dalam upaya resolusi konflik dan penyelesaian tumpang tindih hak dan pengelolaan lahan. Integrasi peta partisipatif ke dalam peta kawasan hutan juga merupakan cermin partisipasi aktif masyarakat dalam menyumbang kepada target 12,7 juta hektar lahan hutan yang diperuntukkan bagi rakyat sesuai dengan RPJMN 2015-2019,” ujar Imam Hanafi, Kepala Divisi Advokasi Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
“Proses penyusunan peta-peta ini, termasuk Peta Kasepuhan Pasir Eurih dan Sindang Agung dikerjakan oleh masyarakat yang bertugas untuk mendata tata batas wilayah yang akan dipetakan, dilanjutkan dengan proses penyusunan peta hingga menghasilkan data visual yang menggambarkan peta wilayah. Data ini kemudian diverifikasi kepada seluruh pihak yang berkepentingan, seperti wilayah-wilayah yang berbatasan dengan teritori ini, serta kepala desa dan perangkat pemerintah lainnya,” tutur Yadi, Carik Desa Sindanglaya yang juga merupakan salah satu anggota tim pemetaan partisipatif wilayah Kasepuhan Pasir Eurih.
Peta Kasepuhan saat ini tengah diselesaikan oleh masyarakat Kasepuhan dan didukung oleh berbagai organisasi seperti RMI, JKPP, AMAN dan BRWA. Peta-peta ini akan menjadi dasar yang kuat bagi pengakuan dari Pemerintah akan keberadaan masyarakat Kasepuhan, yang Peraturan Daerahnya sedang diinisiasi oleh DPRD Lebak didukung oleh 4 lembaga di atas serta Epistema Institute dan HuMa. (Marwan Azis)