Tugu Monumen Nasional Jakarta dan daerah sekitarnya berselimut asap dari emisi pembangkit listrik batu bara yang beroperasi 24/7 (foto: ANTARA)
Penulis: IGG Maha Adi (Bertha Challenge Fellow 2024 dan Editor Beritalingkungan.com)
Kelit kelindan pengusaha, pejabat pemerintah, dan para pelobi terus memantik bara-bara korupsi batu bara untuk listrik di Indonesia belum akan kunjung padam. Ikut mendorong disinformasi iklim.
Kisah dari Muara Tuhup
Hujan ternyata berhenti pagi itu, setelah beberapa hari terakhir mengguyur Desa Kohong. Darwis, sesuai jadwal kerjanya hari itu memasuki areal tambang batu bara yang disebut “konsesi hantu” itu jam 05.45. Konsesi dan kegiatan menambang memang tetap dilakukan tiap hari, tetapi ibarat hantu tidak jelas siapa yang mengelolanya. Pada Juli 2022 pemerintah melalui kementerian energi telah mencabut kontrak Asmin Koalindo Tuhup (AKT), perusahaan yang awalnya diberi hak untuk mengelola konsesi yang kaya batu bara ini. Artinya, operasi harus berhenti dan menunggu pengelola selanjutnya yang akan diputuskan oleh kementerian energi.
Hebatnya, belum pula diputuskan siapa yang akan diberikan konsesinya oleh pemerintah, tambang itu terus beroperasi saja tanpa jeda sampai hari ini tanpa diumumkan secara resmi siapa yang telah mendapatkan kontrak pengelolaannya. Kami tidak menemukan nama PT AKT dalam MODI (Minerba One Data Indonesia) di modi.edsm.go.id, satu-satunya situs resmi pemerintah Indonesia yang memuat semua perusahaan yang memegang kontrak pertambangan batu bara dan mineral di seluruh Indonesia.
Darwis maju perlahan, jalan makadam itu masih licin, batu batunya diselimuti air tipis dari hujan semalam. Dia kemudian menginjak gas menelusuri jalan lurus melewati permanent camp dan pusat perkantoran yang biasa mereka juluki gedung putih karena warnanya yang putih dan berdiri megah seperti kompleks Istana Kepresidenan Amerika Serikat di Washington, DC di tengah hutan Kalimantan. Mobilnya terus melaju melewati mess hall tempat karyawan makan siang dan terlibat penuh karena pas jam istirahat. Sebuah spanduk peringatan Hari Keselamatan Kerja masih terpasang di depan gedung putih, tapi kali ini tanpa logo perusahaan seperti biasanya.
Blok batu bara Kohong Kelakon adalah bekas hutan dengan luas 21.630 hektare, yang berlokasi di Desa Kohong, Kecamatan Barito Tuhup Raya di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, dengan potensi sumber daya batu bara sebesar 305,6 juta ton dan cadangan sebesar 155,6 juta ton.
Kepada beritalingkungan.com, Darwis menceritakan bahwa sebagian besar koleganya di sana masih memakai ID Card sebagai karyawan PT AKT, tetapi ketika mereka mengisi absensi secara online melalui aplikasi GreatDay HR, maka status yang muncul adalah karyawan PT Bagas Bumi Persada (BBP).
Kedua perusahaan ini dimiliki orang yang sama yaitu Samin Tan. Usaha kami menemukan nama PT Bagas Bumi Persada dalam daftar MODI sia-sia. Ketika kami mendapatkan alamat BPP dan mencoba mencocokkannya dengan data di dalam MODI, kami menemukan nama perusahaan baru yakni PT Bagas Bara Energi (BBE) yang memiliki alamat gedung, nomer lantai dan nomer suite yang sama dengan BBP. Namun tidak ada informasi apapun tentang izin IUPK, WIUPK, atau IUP yang diberikan pemerintah kepada BBE.
Samin Tan. Foto : Indrianto Eko Suwarso/ANTARA.
Areal tambang di Blok Kohong Kelakon itu mulanya dikelola AKT milik pengusaha Samin Tan sejak bulan Mei 1999 melalui kontrak PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) yang diberikan pemerintah melalui kementerian energi. Kementerian telah memutuskan mengakhiri kontrak itu, karena mereka menemukan pelanggaran pengalihan hak berupa penjaminan hutang AKT ke PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) yang oleh BLEM dijaminkan lagi ke Bank Standard Chartered Singapura. Entitas bisnis yang disebut BLEM adalah perusahaan yang mengakuisisi saham AKT dan keduanya dimiliki juga oleh Samin Tan. Penjaminan yang mereka lakukan merupakan pelanggaran dan dilarang dilakukan tanpa persetujuan dari menteri, sesuai bunyi dalam Pasal 30 dalam kontrak mereka.
Belakangan AKT mengajukan klaim bahwa BLEM dan Standard Chartered sepakat mencabut jaminan tersebut. Pada 31 Juli 2017, Kementerian mengeluarkan surat default ke AKT, namun tidak ada upaya dari perusahaan untuk memperbaiki, sehingga pada 19 Oktober 2017 kontrak mereka diterminasi pemerintah. Perusahaan tak terima atas terminasi itu dan mengajukan kasasi namun ditolak Mahkamah Agung. Berbekal putusan AM itu, Menteri ESDM kemudian menerbitkan surat keputusan terminasi tanggal 8 Juli 2022. Area bekas kontrak PKP2B perusahaan Samin Tan itu lalu ditawarkan secara prioritas ke badan usaha milik negara atau milik daerah dengan skema kontrak yang baru diterbitkan pemerintah yaitu Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Rupanya bersamaan dengan usaha perusahaan untuk membatalkan keputusan kementerian, mereka kasak-kasuk lewat jalur lain. Pada 2021 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Samin Tan, si pemilik AKT karena didakwa menyuap beberapa anggota DPR RI sebanyak Rp 5 miliar. Tujuannya agar mereka mendesak Menteri ESDM Ignatius Jonan agar membatalkan terminasi kontrak AKT. Para anggota DPR itu akhirnya berhasil dimasukkan ke penjara, namun sayangnya Samin Tan justru diloloskan oleh mahkamah agung karena dianggap tak terbukti menyuap, hanya karena ia tidak membalas satu pesan WhatsApp dari seorang anggota parlemen yang mengucapkan terima kasih atas pengiriman uang Samin kepadanya. Komisi anti korupsi menyatakan akan melakukan upaya hukum terakhir di Mahkamah Agung untuk meyeret Samin Tan ke penjara.
Selain soal penjaminan hutang dan suap, belakangan terungkap satu kasus lain yaitu pembelian bahan bakar minyak dari PT Pertamina yang belum mereka bayar untuk periode 2009-2013, sehingga merugikan negara sebesar Rp 452 miliar. Sampai hari ini tidak jelas benar bagaimana kelanjutan kedua kasus itu
“Di lapangan, secara terbuka tidak ada logo maupun surat-surat yang memakai nama Bagas Bumi Persada,”kata Darwis. Sosial media BBP memang hanya menyebut mereka adalah perusahaan kontraktor pertambangan dan mencantumkan Kalimantan Tengah adalah salah satu daerah operasinya. Mereka tak menyebut apa saja yang mereka kerjakan di sana, apakah hanya penyedia jasa absensi online atau lebih dari itu. ” Kami ini diklaim sebagai karyawan PT Bagas tetapi gaji kami biasanya ditransfer dari rekening AKT, dan baru empat bulan terakhir gaji kami berasal dari rekening Bagas. Ini cukup membingungkan,” kata Darwis melanjutkan.
Berapa kerugian negara? Memakai data produksi yang lebih konservatif dari dari tahun 2015 yakni sekitar 2 juta ton per tahun dan dengan nilai jual cooking coal per April 2024 yang sekitar $109 per ton, maka sumber daya milik negara yang hilang akibat operasi ilegal itu sebesar $218 juta atau Rp 3,5 triliun/tahun.
Sayang sekali upaya beritalingkungan.com untuk melakukan klarifikasi baik kepada AKT dan BBP melalui kunjungan ke kantor mereka di Lantai 29 sebuah kompleks perkantoran di Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat tidak membuahkan hasil. Kantornya tertutup, sedangkan alamat e-mail, telepon, dan kontak lain yang dirujuk ke perusahaan induk mereka yaitu PT Borneo Lumbung Energi dan Metal malah dihapus secara sengaja dari situs perusahaan.
Informan beritalingkungan itu juga memastikan bahwa tambang bekas AKT itu memang sudah beroperasi secara penuh, sama seperti sebelum dicabut izin konsesinya oleh pemerintah. Pergantian pekerja sudah kembali dua kali siang dan malam, dan pengapalan batu bara ke tongkang berlangsung 24 jam. “Kami hanya istirahat satu jam tiap shift, dan kapal tongkang datang terus,” katanya. Ia menyebut tingkat produksi tambang itu sudah mencapai 5.000 ton/hari dengan jenis produksi cooking coal yaitu batu bara berkalori tinggi dengan nilai di atas 5000 kcal/kg. “Produksi kami diekspor ke Cina, katanya dibutuhkan oleh pabrik senjata dan tank di sana karena pembakaran cooking coal ini sangat baik,”ungkapnya.
Pada satu hari di bulan Mei 2022, empat orang polisi dari markas besar di Jakarta mendatangi area pertambangan karena adanya laporan bahwa perusahaa milik Samin Tan itu kembali beroperasi tanpa kontrak dengan pemerintah. Darwis menjelaskan bahwa keempat polisi itu melihat dengan jelas seluruh operasi tambang karena mereka dibawa berkeliling dengan mobil perusahaan. ” Mereka tahu tambang ini beroperasi tanpa izin, tetapi tak mengatakan apa-apa saat pemeriksaan itu hanya berkeliling, memotret dan sesekali bertanya kepada site manager,” katanya.
Seminggu kemudian, pada hari Kamis sebuah helikopter polisi mendarat di lapangan terbang dekat camp dengan penumpang Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Kalimantan Tengah yang ingin memastikan bahwa AKT mematuhi ketentuan dari pemerintah. “Kapolda hanya berada di sini sekitar dua jam lalu terbang kembali,” ujar Darwis. Walaupun sudah didatangani polisi dan markas besar dan Kapolda, tak ada satupun yang berubah dalam operasi pertambangan itu. ” Kami hanya disuruh berhenti bekerja dua hari, yaitu menjelang Kapolda datang dan selama dia berada di sini. Semua alat dan kendaraan diparkir dengan rapi, dibersihkan, dan seluruh karyawan harus tinggal dalam camp seolah-olah tidak ada operasi,” katanya menggambarkan situasi saat itu. Tak lama berselang setelah helikopter Kapolda terbang kembali ke Palangkaraya, besok jam enam pagi, operasi tambang kembali normal.
Rupanya sekembalinya ke Jakarta, salah satu dari empat polisi itu menelepon Ketua Umum Kaharingan Institute Wancino dan mengatakan bahwa mereka tidak bisa berbuat lebih jauh karena ada perintah dari seorang bintang tiga untuk menghentikan menyelidikan. Wancino bersama Kaharingan memang dikenal aktif melakukan investigasi dan melaporkan aktvitas pertambangan liar terutama yang berdampak pada deforestasi dan degradasi hutan di seluruh Kalimantan Tengah kepada para penegak hukum.
Frustasi dengan polisi, akhir April lalu ia menyurati Kejaksaan Agung untuk melaporkan hasil temuan lapangan atas tambang AKT itu dan meminta mereka untuk melakukan pemeriksaan. Ketika awal Juni beritalingkungan.com menanyakan nasib surat tersebut, katanya Jaksa Agung belum merespon. “Tampaknya kali ini beking mereka sangat kuat,” ujar Wancino dengan nada khawatir.
Caption: Operasi pertambangan batu bara di Blok Kohong Kelakon berjalan normal sampai investigasi kami bulan Mei 2024. Setelah kontraknya diterminasi pemerintah pada Juli 2022, tidak diketahui siapa yang secara resmi mengelolanya.
Tiga ratus lima puluh kilometer di selatan Barito Tuhup Raya, di pengadilan korupsi kota Palangkaraya, Aziz Muslim sudah hadir di ruang sidang sejak sore pukul lima, berpakaian batik bercorak parang kusumo kombinasi putih-coklat,. Aziz adalah Vice President Pengadaan Batubara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang didakwa melakukan korupsi bersama lima terdakwa lainnya sehingga merugikan negara sekitar Rp4,9 miliar. Pelimpahan kasus ini dari Kejaksaan Agung ke Pengadilan Tipikor Kalimantan Tengah menyebabkan Aziz harus ditahan di Palangkaraya selama mengikuti persidangan.
Ia berbincang serius dengan pengacaranya sembari menunggu kehadiran tiga hakim yang akan memutuskan nasibnya. Dengan jabatan yang mentereng sebagai wakip presiden perusahaan, Aziz didakwa bersalah oleh jaksa karena tidak menjalankan tugasnya untuk memeriksa spesifikasi batu bara yang diterimanya dan menyetujui pembayaran, sehingga perusahaan listrik itu menerima yang nilai kalorinya jauh lebih rendah daripada yang disyaratkan dan negara dirugikan.
Waktu merangkak ke pukul enam sore, ketika matahari sudah turun sempurna dari langit Palangkaraya delapan lampu LED ruang sidang membuat malam itu memutih. Pengunjung sidang di sore akhir bulan Mei itu tak sampai 15 orang, hampir semua dari tim pengacara kempat terdakwa. Tiga terdakwa lainnya duduk tak jauh dari Aziz, sedangkan dua lainnnya tidak hadir dan memilih menyusun duplik karena tidak puas dengan tuntutan jaksa. Saat dicegat sesudah putusan, Aziz hanya berucap singkat bahwa apa yang dilakukannya terjadi agar listrik di Jawa dan Bali tidak padam. “Situasi saat itu darurat batu bara yang sangat dibutuhkan PLN,” katanya sambil bergegas masuk ke dalam mobil tahanan.
Kepada beritalingkungan.com, Rezky Rumbogo Heryanto salah satu terdakwa yang tak hadir hari itu membantah tuntutan jaksa. “Tuntutan itu sangat merugikan saya, karena batu bara yang saya jual kan sudah habis dipakai PLN, tapi saya tetap dituntut hukuman penjara dan denda yang terlalu tinggi.” Jaksa menuntut Rezky penjara 4 tahun dan denda Rp 375 juta atau yang terbesar di antara semua terdakwa lainnya.
Menjelang jam sembilan malam, hakim kembali mengetuk palu. Terdakwa berikutnya yaitu Muhammad Firmansyah yang direktur di salah satu anak perusahaan PLN dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, setara dengan hukuman dan denda yang diterima Boggy Linggar Yuangga staf perusahaan surveyor yang menerbitkan sertifikat bodong atas nilai kalori batu bara itu.
Lain Rezky lain pula keputusan David Parulian Hutauruk yang didakwa ikut membantu Rezky memalsukan nilai kalori batu bara yang mereka pasok ke PLN. David didakwa menyuap surveyor di pelabuhan muat dan bongkar dan telah mengantongi fee untuk dirinya. Jaksa menuntut David satu tahun penjara dan denda Rp 125 juta. “Klien saya akan menerima tuntutan jaksa. Mau bagaimana lagi, karena mereka punya bukti percakapan klien kami di WhatsApp, juga bukti beberapa kali transfer uang,” kata Suriansyah Halim pengacara David.
Caption: Persidangan kasus korupsi pengadaan batu bara ke PT PLN di Pengadilan Tipikor Palangkaraya, yang menghadirkan terdakwa Vice President Pengadaan Batu Bara PLN Aziz Muslim pada akhir Mei 2024 (Foto: iggm)
Jam enam hakim datang dan sidang dimulai. Empat terdakwa berpindah dan duduk di kursi terdakwa di tengah ruangan, tepat di depan hakim di depan. Hakim akhirnya memutuskan Aziz Muslim bersalah dan menghukumnya dengan penjara satu tahun. Artinya, ia akan bebas Agustus nanti karena telah menjalani tahanan selama 10 bulan. Ia tidak terbukti merugikan keuangan negara tetapi ia menyalahgunakan wewenangnya sehingga PLN menerima batu bara yang tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan.
Dekie Kasenda dosen ilmu hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai, Kalimantan Tengah mengatakan ia bisa memahami cara pandang hakim. Menurutnya, seorang vice president mungkin saja keliru saat mengambil kebijakan, apalagi di persidangan ia tidak terbukti merugikan keuangan negara. Ketua Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) melalui keterangan tertulis kepada jurnalis tak mau berkomentar banyak soal maraknya vonis ringan untuk para koruptor, karena itu bukan tugas pokok mereka dan putusan hakim tergantung juga pada tuntutan jaksa.
Sampai sidang putusan keempat terdakwa selesai jam sembilan malam itu, hanya dua jurnalis yang hadir di ruang sidang. Ketika kami bertanya kenapa putusan untuk kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi PLN hari itu tak menarik lebih banyak wartawan, keduanya tidak menjawab tidak tahu. “Mungkin karena sudah malam dan sebagian besar jurnalis sudah pulang,” kata satu diantaranya. Menurut informasi yang diterima beritalingkungan.com, para jurnalis yang meliput kasus ini telah diminta oleh konsultan komunikasi PLN area Kalimantan Selatan dan Tengah untuk melakukan disinformasi dengan tidak menulis persidangan korupsi ini di media. “Sudah dikondisikan agar tidak ada yang memberitakan,” kata seorang narasumber lain. Tidak jelas siapa yang disebutnya meminta media agar bungkam, dan kedua jurnalis itu tak mau ditanya lebih jauh. Sayangnya, jajaran PLN dari direktur uama sampai staf humas juga tak mau memberi tanggapan tentang kabar disinformasi ini.
Modus Operandi
Apa yang terjadi dengan konsesi AKT di Murung Raya dan peranan Aziz Muslim dalam pasokan batu bara adalah dua di antara lima modus operandi korupsi pasokan batu bara ke PLN yang biasa dilakukan dengan kongkalikong antara pengusaha batu bara, pejabat PLN dan pembuat kebijakan lainnya seperti anggota parlemen atau pemerintah.
Aziz Muslim menjadi satu di antara puluhan pejabat PLN yang diputus bersalah oleh pengadilan melakukan korupsi pengadaan batu bara. Mantan Direktur Utama PT PLN Dahlan Iskan bahkan menyebut modus penggelembungan nilai kalori itu yang paling populer dan termasuk yang paling sulit diberantas. “Nilai satu kapal batu bara bisa 40 miliar rupiah, jadi tidak masalah bila mereka menyuap para petugas pelabuhan yang gajinya termasuk paling kecil di PLN,” katanya. Dahlan mengaku sudah berusaha keras, kadang berhasil kadang lolos. Kalau tertangkap, para pemilik batu bara ini menurutnya, akan sangat sakit hati sehingga tidak heran mereka melobi sana-sini untuk menjatuhkan direksi PLN.
Dahlan mengaku sudah merasakan balas dendam dari para pengusaha hitam ini, ketika empat kali dijadikan tersangka dan dituduh melakukan berbagai kejahatan, tetapi akhirnya diputus tidak bersalah oleh pengadilan tata usaha negara. Tetapi bagi tiga mantan direktur utama lainnya, mereka harus mendekam di penjara karena korupsi.
Menggelembungkan nilai kalori batu bara adalah modus kejahatan yang ramai dilakukan oleh perusahaan pemasok di seluruh Indonesia karena harganya jauh lebih tinggi. Nilai kalori batu bara biasanya dihitung dalam nilai kalori bersih (NCV) dan nilai kalori kotor (GCV). Nilai GCV biasanya dihasilkan dari tes pembakaran batu bara di laboratorium, sedangkan nilai NCV adalah nilai aktual energi yang dihasilkan batu bara untuk memanaskan tungku.
Batu bara kalori rendah biasanya mengandung sulfur lebih dari 1% yang dapat menyebabkan hujan asam dan slagging pada boiler, pembakaran tidak sempurna dan emisi polutan seperti karbon monoksida, partikel, dan senyawa organik yang mudah menguap menjadi lebih tinggi. Semakin besar nilai GCV artinya semakin sedikit batu bara yang dipakai untuk menghasilkan satu satuan listrik, sedangkan rata-rata batu bara bernilai berkalori rendah menghasilkan 5% lebih banyak CO2 pada saat pembakaran. Ini sebabnya harga batu bara berkualitas tinggi misalnya 6.200 kcal/kg, bisa mencapai $121/ton dibandingkan yang 4.100 kcal/kg senilai $36.32/ton sesuai harga acuan batu bara oleh pemerintah pada bulan April 2024.
Batu bara dengan nilai kalori di atas 6.000 kcal/kg biasanya dikirim ke pasar ekspor seperti Cina, Eropa atau Timur Tengah yang dipakai dalam industri peleburan baja. Pembangkit PLN memiliki perancangan dan efisiensi berbeda-beda sehingga kebutuhan terhadap jenis batu bara tidak seragam. Batu bara dengan nilai kalori rendah 2.000-3.500 kcal/kg biasanya jarang dipakai untuk PLTU, tetapi bisa dipakai untuk industri lain seperti petrokimia. Umumnya, nilai kalori 4.100 kcal/kg masih diterima oleh pembangkit listrik di Indonesia.
Caption: Lima modus operandi dan celah bisnis batu bara yang berpotensi merugikan negara (beritalingkungan.com)
Modus operandi lain yang dipakai para pengusaha emas hitam ini adalah menjual cadangan batu bara yang masih di dalam tanah namun belum diketahui volumenya. Modus ini hanya dapat dilakukan dengan kerjasama pejabat PLN seperti yang dilakukan Kokos Lim.
Ia dan Direktur Utama PT PLN Batubara Khairil Wahyuni menandangani kontrak pembelian batu bara yang telah digelembungkan nilai kalorinya, mencantumkan asal batu bara dari wilayah yang masih bersengketa, tidak melakukan kajian teknis, belum berproduksi dan belum membayar iuran produksi/royalti sesuai peraturan yang berlaku terhadap pemegang kontrak batu bara, dan Kokos belum melakukan kontrak batu bara dengan pengguna (user) manapun. Dengan semua aturan yang dilanggarnya itu, perusahaan Kokos malah sudah mendapatkan persetujuan pembayaran dari PLN dengan total sebesar Rp 477,4 miliar.
Selain menggunakan kekuatan orang dalam PLN, modus lainnya adalah memberikan gratifikasi kepada para penentu kebijakan misalnya dengan menyuap anggota parlemen (DPR-RI). Samin Tan dari AKT menjalankan modus ini, begitu pula Johannes Kotjo demi mendapatkan tender pengadaan batu bara untuk PLTU Riau-1.
Ia menyuap anggota parlemen seperti Idrus Marham dan Enie Saragih. Nama Enie juga muncul sebagai penerima suap dari beberapa pengusaha lainnya. Kenapa anggota parlemen relatif gampang disuap dalam kasus batu bara? “Itu soal hukum, biarkan aparat penegak hukum bekerja. Saya tidak mau mengomentari kasus teman sendiri. Saya hanya fokus pada aspek energinya,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Suparno yang mengawasi pemerintah khususnya dalam bidang Energi dan Lingkungan Hidup kepada beritalingkungan.com.
Kerugian negara dari korupsi “energi hitam” ini terus terjadi. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian negara dari sektor batu bara selama 2006-2016 mencapai Rp 133,6 triliun. Jumlah ini sebagian besar berasal dari perbedaan volume produksi yang dilaporkan Badan Pusat Statistik dan Kementerian ESDM plus selisih antara ekspor yang dicatat oleh pemerintah Indonesia sebagai negara asal batu bara dengan data negara pembeli. Perbedaan angka antarlembaga pemerintah mencapai 49,1 juta ton, sedangkan selisih ekspor sebesar 299,8 juta ton selama periode yang diselidiki ICW.
Boyamin Saiman yang Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) punya ilustrasi untuk modus yang lain. Katanya, dari satu kasus saja negara bisa rugi Rp 9,3 triliun contohnya dari PT MHU di Kalimantan Timur yang sudah dilaporkannya ke Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan tahun lalu. Modus perusahaan batu bara itu adalah bekerjasama dengan staf IT di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara di Kementerian ESDM untuk memalsukan volume produksi batu bara yang akan diekspor, sehingga ada selisih jumlah yang tidak dilaporkan sebanyak 8,2 juta metrik ton. “Bila seluruh korupsi batu bara dapat diungkap, nilai kerugian untuk negara bisa mencapai ratusan triliun setiap tahun,” katanya. Sampai hari ini laporan MAKI masih dipetieskan oleh pemerintah tanpa tindakan apapun.
Salah satu akibat dari hubungan politisi dan pengusaha ini adalah peta jalan pengakhiran pembangkit batu bara yang belum juga diumumkan secara resmi sampai hari ini. Peta jalan itu seharusnya diusulkan oleh PT PLN dan perlu disepakati Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, sebelum ditandatangani oleh Menteri ESDM dan diluncurkan kepada publik. “Road map sudah dibahas bersama oleh PLN dan dua kementerian tersebut, tetapi ada kekhawatiran yang kuat bahwa rencana itu akan sangat mempengaruhi bisnis PLN dan supply energi nasional,” kata Fabby Tumiwa dari IESR lembaga yang mendalami isu-isu kebijakan energi di Indonesia.
Bisnis Oligarki
Didit Wicaksono dari Greenpeace Indonesia sangat yakin tersendatnya peta jalan transisi energi di Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh dan kepentingan oligarki batu bara yang sekarang ikut andil mengatur pemerintahaan saat ini dan sangat kuat dalam mempengaruhi kebijakan energi di Indonesia. Menteri BUMN Erick Thohir yang akan ikut memutuskan peta jalan pengakhiran pembangkit listrik batu bara adalah seorang pengusaha batu bara yang saat ini seluruh perusahaannya yaitu PT Adaro Energy Indonesia dikendalikan kakaknya Boy Thohir dan pasti akan terpengaruh oleh peta jalan itu. Belum lagi PT PLN yang pasti menjadi entitas bisnis yang paling dirugikan bila terjadi percepatan transisi energi. Pembangkit batu bara yang mereka miliki paling cepat akan pensiun normal tahun 2035 itupun jumlahnya tak lebih dari lima. Perubahan itu akan menyebabkan dampak pada investasi, pendapatan, tenaga kerja dan dampak sosial-ekonomi lainnya.
Di sisi lain, potensi energi terbarukan yang dimiliki oleh Indonesia berdasarkan data Kementerian ESDM mencapai 500 GW namun baru dimanfaatkan kurang dari 14% ditambah pula sudah tersedia komitmen $21 miliar dari berbagai pihak untuk membantu transisi ini.
“Mereka menghambat percepatan transisi ke energi baru dan terbarukan karena bisnis mereka terancam berhenti,” katanya. Pernyataan itu didukung laporan berjudul Siapa di Balik Pembangkit yang diterbitkan tahun 2020 oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan laporan Jejaring Oligarki Tambang & Energi oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang diterbitkan menjelang pemilihan umum awal 2024 lalu. Keduanya yang mengungkapkan jejaring para politikus dan pengusaha batu bara yang saling mendukung. Banyak pengusaha batu bara menjadi anggota parlemen, dan sebaliknya banyak politikus adalah pemegang saham perusahaan batu bara.
Contoh riil adalah Presiden Indonesia terpilih Prabowo Subianto bersama keluarganya memiliki beberapa perusahaan batu bara di bawah holding Nusantara Energy Group dan beroperasi di Kalimantan Timur. Prabowo adalah sekaligus Ketua Pembina Partai Gerindra. Pendukung utama Prabowo seperti Menteri Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) Erick Thohir bersama keluarganya menguasai PT Adaro Energy Indonesia, salah satu perusahaan batu bara terbesar di Indonesia. Selain Erick, saham perusahaan itu juga dimiliki Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang juga pengurus pusat sebuah partai Islam. Di kalangan politikus yang lebih senior ada nama Luhut Binsar Panjaitan yang Menteri Koordinator Investasi dan Maritim dan politikus Partai Golkar, sebagai pemilik PT Toba Sejahtra dengan beberapa konsesi batu bara di Kalimantan Timur.
Caption: Para politikus dan pebisnis saling berkelindan dalam bisnis batu bara di Indonesia baik sebagai pemilik, komisaris maupun komisaris independen. (Data: Bersihkan Indonesia, 2022)
Saat ditanya tentang penyebab maraknya korupsi di sektor batu bara yang seolah tak pernah berhenti, Eddy yang juga mantan Ketua Panitia Kerja Illegal Mining DPR RI mengaku tidak tahu adanya korupsi batu bara dan meminta contoh. Beritalingkungan lalu memberikan dua contoh kasus besar yang melibatkan pengusaha Kokos Jiang, Johannes Kotjo dan Samin Tan dan menyeret pula beberapa koleganya sesama anggota parlemen. Eddy merespon dengan berkelit bahwa kasus-kasus itu ada di pembangkit listriknya bukan pada batu bara. Tentu saja respon itu mengherankan karena dalam beberapa tahun terakhir belum pernah ada persidangan tentang korupsi pada pembangunan atau pengelolaan pembangkit listrik, tetapi pengadaan batu bara.
Juru kampanye energi bersih Greenpeace Indonesia Didit Wicaksono punya jawaban soal korupsi di batu bara yang tetap marak, karena keuntungan bisnis ini sangat besar tetapi tata kelolanya sengaja di desain lemah. “Para pengusaha ingin untung sebesar-besarnya dan alih-alih membayar berbagai kewajiban ke negara, mereka membayar para pejabat dan politikus agar bisnisnya tetap aman berjalan. Ini lingkaran setan,” katanya kepada beritalingkungan.com.
Disinformasi
Kelit kelindan hubungan para pengusaha dan politikus dalam bisnis batu bara di Indonesia ternyata mendorong munculnya berbagai bentuk disinformasi untuk menghindari kritisisme publik, terutama para aktivis. Upaya untuk menghalangi informasi yang sampai kepada publik antara lain dengan merayu para jurnalis untuk menghentikan pemberitaan negatif tentang satu perusahaan, pengaburan informasi melalui peraturan yang rumit, membatasi informasi atau tidak memberikan informasi sama sekali terutama yang berkaitan dengan dampak batu bara terhadap krisis iklim global.
Greenpeace Indonesia misalnya mengidentifikasi disinformasi iklim ketika Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) melalui salah satu direkturnya membantah pembangkit batu bara yang beroperasi 24/7 di sekitar Kota Jakarta menjadi penyebab polusi udara yang tinggi di Ibukota.
Sayangnya kementerian lingkungan atau PLN tidak mau membuka data emisi harian yang dapat menunjukkan ke mana arah emisi dari pembangkit itu bertiup, tetapi malah menuduh sektor transportasi Jakarta sebagai penyebab utama pencemaran.
“Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa polusi udara Jakarta berasal dari emisi PLTU,” kata Didit.
Salah satu penelitian yang dirujuknya adalah hasil simulasi penyebaran emisi pembangkit listrik di sekitar Jakarta oleh CREA. Disinformasi juga muncul dari rencana pemerintah memenuhi kebutuhan listrik untuk industri smelter nikel dari energi batu bara. Keputusan ini akan menghambat pengembangan energi terbarukan dan tidak sesuai dengan keputusan presiden untuk menghentikan pemakaian energi batu bara.
Dari para pebisnis seperti Adaro misalnya, mempromosikan produk unggulan yaitu Green Coal yang diklaim sebagai batu bara ramah lingkungan, meskipun belum ada penjelasan terinci dan dukungan penelitian ilmiah mengenai klaim itu. Sayangnya, Adaro belum memberikan respon atas permintaan informasi kami tentang green coal.***