![]() |
Anoa hewan khas sulawesi yang dilindungi. Foto: hasriyadilabora.blogspot.com. |
KENDARI, BL-Maraknya perusahaan pertambangan beroperasi di Sulawesi Tenggara (Sultra) telah ikut memicu kepunahan sejumlah satwa liar dilindungi, terutama satwa khas Sultra jenis Anoa.
Pembukaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan telah membuat habitat satwa liar seperti Anoa semakin menyempit dan kehidupannya makin terusik.
“Penguasaan dan pembukaan kawasan hutan oleh perusahaan pertambangan di Sultra telah menjadi ancaman serius bagi kepunahan satwa liar di daerah ini, terutama jenis anoa, satwa khas Sultra,” kata Susyanti Kamil, Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Sultra.
Ia menghimbau pemerintah pusat untuk turun tangan untuk ikut menertibkan izin tambang yang dikeluarkan tanpa kendali oleh sejumlah pemerintah daerah (pemda) di Sultra saat ini.
Anoa yang telah sekian lama menjadi kekhasan Sultra kini populasinya terus menurun karena habitatnya rusak dan terdesak oleh eksploitasi kawasan hutan.
Berdasarkan data yang dirili Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara, diperkirakan populasi anoa khususnya yang masuk dalam kawasan konservasi yang tersebar pada 12 kawasan seluas 276.000 hektar di Sultra habitatnya diperkirakan dikisaran 180 sampai 200 ekor saja.
Menurut perempuan yanga akrab disapa Susy ini, populasi Anoa sulit berkembang biak jika lingkungannya terganggu dan pertambangan telah merusak habitat hewan dilindungi ini. Karena itu, ia juga mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menjaga satwa langka di Tanah Air saat ini.
“Regulasi yang mengatur penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dan untuk melindungi satwa langka dan liar ini seperti apa sebenarnya. Sekarang hutan habis, satwa liar dan langka mulai terancam punah,”tohoknya.
“Kerusakan lingkungan karena pertambangan di Kabupaten Bombana, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Kabupaten Buton saat ini sangat masif,”tambahnya.
Bahkan di sekitar kawasan Hutan Lindung Lambusango, Kabupaten Buton yang oleh warga telah dijaga ratusan tahun, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memberi izin penambangan. Dampaknya, sejumlah wilayah menjadi kering dan petani harus kehilangan lahan pertanian.
Limbah tambang yang masuk ke laut juga menyebabkan air laut keruh dan petani rumput laut merugi karena tanamannya tumbuh kerdil dan sebagian rusak.
Seperti diketahui, Anoa (Bubalus spp). Anoa disebut juga sapi hutan atau kerbau kerdil. Anoa merupakan satwa terbesar daratan Sulawesi. Terdapat dua jenis Anoa di Sulawesi, yaitu Bubalus depressicornis (Anoa dataran rendah) dan Bubalus quarlesi (Anoa dataran tinggi). Makanan Anoa berupa buah-buahan, tuna daun, rumput, pakis, dan lumut. Anoa bersifat soliter, walaupun pernah ditemui dalam kelompok. Seperti umumnya sapi liar,
Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines.
Anoa yang menjadi Fauna Identitas provinsi Sulawesi tenggara ini lebih sulit ditemukan dibandingkan anoa pegunungan. Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi).
Panjang tubuhnya sekitar 150 cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk anoa dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah mencapai 300 kg. Binatang ini biasanya banyak di temukan di daerah Sulawesi Tenggara, binatang ini juga sangat mirip dengan seekor sapi, namun binatang anoa ini terbilang sangat kecil, dan kaki nya pun agak pendek ke depan, jika binatang ini berlari menuruni pegunungan, maka dia akan terguling, dan jika berlari menanjak, dia akan lebih cepat. ( TIM).