
Kayu Sonokeling di pasar global. Foto : Kaoem Telapak.
BOGOR, BERITALINGKUNGAN.COM– Laporan terbaru dari Kaoem Telapak (KT) mengungkap fakta mengejutkan tentang kesenjangan data perdagangan kayu sonokeling (Dalbergia latifolia) dan maraknya pembalakan liar yang masih berlangsung.
Meskipun telah masuk dalam daftar Apendiks II Konvensi CITES dan dikategorikan sebagai spesies rentan oleh IUCN, sonokeling terus mengalami eksploitasi yang mengkhawatirkan.
Kesenjangan Data Perdagangan yang Mencurigakan
Antara tahun 2017 dan 2023, data ekspor sonokeling yang dilaporkan Indonesia kepada CITES hanya mencapai 421.648,85 m³, jauh lebih rendah dibandingkan laporan impor dari negara tujuan yang mencatat 975.191,04 m³. Artinya, ada selisih sebesar 56,76% yang belum terjelaskan.
Bahkan, perbedaan antara data CITES dan data Sistem Informasi Legalitas dan Kelestarian (SILK) juga cukup signifikan, dengan data SILK mencatat 683.225,25 m³ ekspor pada periode yang sama.
“Perbedaan data yang signifikan ini perlu diselidiki dengan serius. Kesenjangan ini bisa jadi mengindikasikan adanya kayu sonokeling ilegal yang masuk dalam rantai pasok global,” ujar Abu Meridian, Campaign Leader Kaoem Telapak seperti dikutip dari laman resmi Kaoem Telapak (21/02/2025).
Jaringan Perdagangan Gelap di Sumbawa
Investigasi terbaru yang dilakukan Kaoem Telapak di Kabupaten Bima dan Dompu, Sumbawa, menemukan dugaan praktik pembalakan liar di kawasan hutan negara Toffo Rompu RTK 65 BKPH Toffo Pajo Soromandi (Topaso). Diduga, sekitar 50 m³ kayu sonokeling ilegal ditebang setiap bulan di wilayah ini.
Para pelaku menebang sonokeling tanpa dokumen resmi, kemudian mengolahnya menjadi kayu gergajian dan memanipulasi dokumen dengan menggunakan Surat Angkutan Kayu Rakyat (SAKR) seolah-olah kayu tersebut berasal dari hutan rakyat.
Praktik ini bertujuan untuk menghindari penggunaan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) yang wajib untuk kayu dari hutan negara. Kayu-kayu ini kemudian dikirim ke Surabaya menggunakan nota angkutan yang diduga palsu.
Investigasi juga menemukan adanya seorang broker besar yang mengendalikan jaringan perdagangan ilegal sonokeling dari Sumbawa ke Surabaya. Lebih jauh, beberapa perusahaan bersertifikasi SVLK diduga menerima pasokan kayu ilegal ini.
“Sistem sertifikasi SVLK, yang seharusnya menjamin legalitas dan keberlanjutan sumber kayu, ternyata masih memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku perdagangan ilegal,” lanjut Abu.
Langkah Pencegahan yang Mendesak
Kaoem Telapak merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk menekan praktik ilegal ini:
- Pengusutan Jaringan Perdagangan Gelap – Menggunakan pendekatan aliran uang untuk melacak dan menangkap aktor utama yang mendapatkan keuntungan dari perdagangan kayu ilegal.
- Penguatan Pengawasan SVLK – Memastikan perusahaan yang terlibat dalam sertifikasi kayu benar-benar mematuhi regulasi dan menerapkan sanksi tegas bagi pelanggar.
- Peningkatan Transparansi Data Perdagangan – Sekretariat CITES perlu menetapkan standar pelaporan yang lebih ketat agar perbedaan data perdagangan dapat diminimalisir.
- Pengawasan yang Lebih Ketat di Indonesia – Pemerintah harus meningkatkan pemantauan terhadap perdagangan sonokeling, memperbaiki akurasi data, serta menerapkan kuota pengambilan yang jelas.
“Kolaborasi semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga konservasi, dan masyarakat sipil, sangat penting untuk menghentikan pembalakan liar dan perdagangan ilegal kayu sonokeling. Tanpa langkah nyata, kelestarian sonokeling di Indonesia akan terus terancam,” pungkas Abu Meridian (Marwan Aziz).