JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM– KAWALI (Kawal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengingatkan Pemprov DKI agar segera mengatasi persoalan sampah di Jakarta.
Puput TD Putra, Direktur Eksekutif KAWALI mengungkapkan, saat ini produksi sampah warga DKI Jakarta lebih dari 8.500 ton perhari yang dibuang ke TPST Bantargebang sekitar 7.000 ton perhari.
“Merupakan volume sampah sangat besar, sehingga dibutuhkan penanganan serius dan berkelanjutan. Jika tidak akan mengakibatkan persoalan tambah pelik dan kompleks yang tidak berkesudahan permasalahnya,” kata Puput melalui keterangan persnya yang diterima Mediajakarta.com (Situs Sindikasi Beritalingkungan.com)
Saat ini kata Puput, permasalahan persampahan DKI mengindikasikan menuju kondisi “darurat sampah” maka diperlukan komitmen kuat untuk melakukan revitalisasi pengelolaan sampah DKI secara total, dan tepat guna dengan berbagai cara.
Seperti : Multi-Teknologi yang berpektif lingkungan (ramah lingkungan), juga di iringi dgn pengelolaan mulai dari sumbernya, memperdayakan pembangunan TPS 3R, pengelolaan sampah kawasan hingga pengolahan sampah di TPST dengan target pengurangan tinggi (Volume sampah) setidaknya mentargetkan dalam waktu pendek ini dapat mengurangi sampah 50-70% dari total sampah di Jakarta.
“Kita ketahui posisi lahan di TPST Bantargebang sangat terbatas sementara ketinggian tumpukan mencapai 35-40 meter kondisinya seperti ini sangatlah mengkhawatirkan, di saat musim hujan deras mengguyur gunung-gunung sampah tersebut bisa terjadi bencana longsor sampah,”tuturnya.
Puput menyarankan, untuk atasi persoalan tersebut DKI Jakarta perlu segera melakukan pengelolaan alternatif berdaya Teknologi Tinggi dan ramah lingkungan untuk area di dalam kota dalam pengelolaan sampahnya sendiri.
“Dalam pengamatan kami pengelolaan sampah dan penanganannya selama ini masih bergantung pada TPST Bantar gebang di Kota Bekasi,kita perhatikan juga pola2 pengelolaan sampah di beberapa wilayah masih menggunakan pola dengan ditumpuk secara terbuka (open dumping ) dimana sistem tersebut tak lagi diperkenankan, sebagaimana di amanatkan di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Persampahan,”
“Dalam Pasal 29 huruf (e) dijelaskan, dilarang melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir,” tambahnya.
Dijelaskan, sampah yang ditumpuk terbuka akan rentan dengan penanganan air lindi (leacheate), serta gas methana (CH4) yang timbul akibat reaksi biokimia, dapat menyebabkan ledakan dan kebakaran di TPA (sudah beberapa kali terjadi hal ini di TPST) Gas methana yang dihasilkan pada timbunan sampah di lokasi TPA, juga telah menyumbang 20-30 kali lebih besar dari pada karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida merupakan pembentuk emisi gas rumah kaca (GRK). Zat tersebut pun menjadi penyebab meningkatnya suhu bumi atau biasa disebut pemanasan global .
Salah satu contoh kasus di TPST Bantar Gebang, meski sudah dilakukan perbaikan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, namun dampak negatif lingkungan dan sosial menjadi sumber masalah. Seperti penyakit, pencemaran udara, tanah, dan air tanah/irigasi, bau hingga radius ber-kilometer jarak jangkaunya, menyebabkan krisis air bersih, serta rawan konflik sosial. (Wan)
–>